Kedudukan Moralitas Dalam Ilmu Hukum

Abstract

Ilmu hukum dan nilai moral merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hukum positif berkembang sejalan dengan pemahaman positivisme hukum sehingga memberi dampak dalam perkembangan ilmu dan praktiknya. Positivisme dipahami sebagai paham yang menghendaki pemikiran hukum yang melepaskan dari hal-hal yang bersifat metayuridis atau metafisis, tidak membahas masalah keadilan, moral atau nilai-nilai formal, memperlihatkan bahwa hukum hanya berada dalam aras formal. Oleh karenanya perlu dibahas lebih lanjut terkait dengan kedudukan nilai-nilai moral dalam hukum dan proses penegakan hukumnya. Dalam perkembangannya, hukum tidak bergerak dalam ruang hampa melainkan mengikuti tatanan sosial. Hukum tidak dipisahkan dari nilai dan moral, nilai moral dalam hukum menjadi alat penjangkau ke dasar masyarakat sehingga penegakan hukum selaras dengan perkembangan dinamika dalam masyarakat.

Christian Education in the Family Efforts to Build Children’s Faith Resilience in the Era of Disruption

“…This concept was first applied to the level of children and was introduced as "stress resistance". Resilience or ego resiliency is equally considered a protective factor in the face of adversity or pressure [14]. Resilience is taken from the word "resilio" in Latin meaning "bounce back" which describes an individual's ability or skill in maintaining relative mental function without turmoil or stability in a situation [15].…”

The Institutional Studies of Ethical and Disciplinary Judiciary in the Medical Practice in Indonesia

“…One of its independent tasks is to oversee the development and enforcement of professional discipline for doctors and dentists. According to Article 1 number 14, Article 55 paragraph (1), and Article 55 paragraph (2) of Law Number 29 of 2004 the institution is the Indonesian Medical Council (Konsil Kedokteran Indonesia or KKI), along with its autonomous subsidiary, the Indonesian Medical Discipline Honor Council (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia or MKDKI). The establishment of MKDKI, mandated by Law Number 29 of 2004 on Medical Practice, positions it as an autonomous body under KKI, with the authority to determine whether errors were committed by doctors and dentists in the application of medical and dental discipline.…”

“…Law is not limited to written legislation alone, which aims to provide legal certainty, but such written rules can be subject to interpretation to provide a sense of justice for seekers of justice. [2] The agenda of legal system development often lags, as its function as a tool of social control tends to overshadow its role as a tool of social engineering, social reform, and even as a means of liberation and social emancipation. A pragmatic understanding of legal development can give rise to the complexity of legal issues, often escaping attention when weaving the ideal elements within a constitutional state.…”

Justice Is Not Blind: Modernisme Versus Postmodernisme

“…Bagi penganut positivisme hukum, hukum yang diakui adalah hukum yang tertulis (konkret), dibuat, dan disahkan oleh suatu instansi yang berwenang dalam suatu negara, memuat tata cara, dan menolak atau bahkan mengingkari adanya hukum alam (natural law). Hukum kodrat tidak diterima sebagai bagian dari hukum positif karena pada hakikatnya bersifat abstrak (tidak konkrit), sangat hipotetis, dan bersumber dari akal ilahi dan akal manusia 11 .…”