2019
DOI: 10.47651/mrf.v14i1.53
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Kebenaran Yang Terbelah: Populisme Islam dan Disinformasi Politik Elektoral

Abstract: Artikel ini menjelaskan mengenai masa depan demokrasi Indonesia di tengah ancaman Populisme Islam dengan melihat pertautan media sosial dengan mengajukan tiga pertanyaan; bagaimana politik elektoral dipengaruhi oleh disinformasi melalui media sosial sebagai cara dan strategi untuk menghancurkan lawan politik? Wacana-wacana apa saja yang muncul dalam disinformasi tersebut sebagai pendulum menguatkan sekaligus menyerang politik lawan? Bagaimana masa depan demokrasi Indonesia di tengah disinformasi masyarakat dan… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
2
1
1
1

Citation Types

0
3
0
2

Year Published

2021
2021
2023
2023

Publication Types

Select...
4
1

Relationship

0
5

Authors

Journals

citations
Cited by 5 publications
(5 citation statements)
references
References 3 publications
0
3
0
2
Order By: Relevance
“…Like populists in general, to what extent do the elite trust the current liberal democratic system (Barr, 2009;Gidron and Bonikowski, 2013;Inglehart and Norris, 2016;Urbinati, 2017)? From the most extreme side, what needs to be known is whether they want an alternative order in forming a new system and their conception of the ideal state (Akmaliah, 2019;Jati, 2017;Maarif, 2012;Syarif and Hannan, 2020)…”
Section: Literature Reviewmentioning
confidence: 99%
“…Like populists in general, to what extent do the elite trust the current liberal democratic system (Barr, 2009;Gidron and Bonikowski, 2013;Inglehart and Norris, 2016;Urbinati, 2017)? From the most extreme side, what needs to be known is whether they want an alternative order in forming a new system and their conception of the ideal state (Akmaliah, 2019;Jati, 2017;Maarif, 2012;Syarif and Hannan, 2020)…”
Section: Literature Reviewmentioning
confidence: 99%
“…Melalui "Aksi Bela Islam" 411, 212, reuni 212, maupun selama kampanye pilpres 2019, melahirkan diktum-diktum yang dikotomis yang mengkhawatirkan karena cenderung memecah belah masyarakat luas. Beberapa diktum atau slogan dimaksud antara lain adalah; "Muslim versus Kafir," "Islamis versus nasionalis," "Islam versus sekuler," "Pancasila versus non-Pancasila," "Partai Allah versus Partai setan," dan seterusnya (Akmaliah, 2019). Sebelumnya, pada pilkada DKI Jakarta, kekalahan Ahok, selain karena isu penistaan agama, tidak dapat dilepaskan dari kampanye yang menggunakan sentimen politik identitas Islam itu.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Walaupun tidak terkait secara langsung, pembubaran HTI era pemerintahan Jokowi pada 2017, seakan semakin menjustifikasi dan membenarkan atas tuduhan terhadap Jokowi yang anti Islam. Dengan dipilihnya Makruf Amin sebagai Cawapres diharapkan mampu meredam dan menghilangkan image negatif yang lekat pada Jokowi (Akmaliah, 2019) di Eropa dan Amerika Serikat, maupun Amerika Latin. Tidak salah apabila Pilpres 2019, dapat dikatakan sebagai kontestasi antara politik identitas kanan versus politik identitas tengah.…”
Section: Pilpres 2019: Politik Identitas Islam Kanan Versus Politik I...unclassified
“…Nowadays, individuals who choose to undertake repentance (hijrah) can openly exhibit physical transformations and actions, expressing a more pronounced Islamic identity that extends beyond the confines of private space. Bagir [5] observes that the repentance phenomenon is no longer restricted solely to the pursuit of Islamic knowledge for religious compliance but also serves to fortify one's identity as an integral part of an ideology. In Indonesia, hijrah becomes a representation of one's evolving identity, symbolized by the transition from not wearing the hijab to adopting it, and subsequently engaging in exclusive practices associated with specific groups, such as the Salafi community and others.…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%