Abstract:Kalangkala (Litsea angulata BI) merupakan salah satu spesies dari genus Litsea dan tergolong dalam keluarga Lauraceae. Sebagian masyarakat Kalimantan Selatan telah menggunakan tumbuhan Kalangkala dalam beragam pengobatan tradisional, seperti bagian kulit batangnya yang secara empiris berkhasiat untuk anti iritan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data ilmiah mengenai gambaran farmakognostik secara kualitatif dengan beberapa tahapan pemeriksaan organoleptik, makroskopik, mikroskopik, ekstraksi, dan skri… Show more
“…Analisis Fitokimia pada kulit bawang merah meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, monoterpenoid, fenolat, dan steroid. Pemeriksaan fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak, serta dijadikan salah satu gambaran farmakognostik secara kualitatif (Fitriyanti et al, 2020). Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada kulit bawang merah ditampilkan pada Tabel 3.…”
Bawang merah diambil bagian umbi, untuk bagian kulit bawang merah penggunaanya masih terbatas. Kulit bawang merah (Allium cepa L.) merupakan limbah yang belum dimanfaatkan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pelarut antara ekstrak etanol 96%, ekstrak air, ekstrak campuran etanol 96%-air menghasilkan ekstrak kulit bawang merah (Allium cepa L.) paling tinggi dan mengetahui perbedaan kandungan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol 96%, ekstrak air, ekstrak campuran etanol 96% dan air pada kulit bawang merah (Allium cepa L.). Penelitian dilakukan secara eksperimen, sampel di ekstraksi dengan cara di maserasi selama 3 X 24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96%, pelarut air dan pelarut campuran etanol-air. Hasil rata-rata rendemen ekstrak etanol 96% 10,66%, ekstrak air 10,29% dan ekstrak campuran etanol-air 13,27%. Berdasarkan hasil penelitian bahwa rendemen optimal pada ekstraksi kulit bahwa merah menggunakan pelarut campuran etanol-air yaitu sebesar 13,27% dengan analisis fitokimia secara kualitatif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin.
Kata Kunci : Ekstrak Kulit Bawang Merah, maserasi, pelarut
“…Analisis Fitokimia pada kulit bawang merah meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, monoterpenoid, fenolat, dan steroid. Pemeriksaan fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak, serta dijadikan salah satu gambaran farmakognostik secara kualitatif (Fitriyanti et al, 2020). Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada kulit bawang merah ditampilkan pada Tabel 3.…”
Bawang merah diambil bagian umbi, untuk bagian kulit bawang merah penggunaanya masih terbatas. Kulit bawang merah (Allium cepa L.) merupakan limbah yang belum dimanfaatkan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pelarut antara ekstrak etanol 96%, ekstrak air, ekstrak campuran etanol 96%-air menghasilkan ekstrak kulit bawang merah (Allium cepa L.) paling tinggi dan mengetahui perbedaan kandungan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol 96%, ekstrak air, ekstrak campuran etanol 96% dan air pada kulit bawang merah (Allium cepa L.). Penelitian dilakukan secara eksperimen, sampel di ekstraksi dengan cara di maserasi selama 3 X 24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96%, pelarut air dan pelarut campuran etanol-air. Hasil rata-rata rendemen ekstrak etanol 96% 10,66%, ekstrak air 10,29% dan ekstrak campuran etanol-air 13,27%. Berdasarkan hasil penelitian bahwa rendemen optimal pada ekstraksi kulit bahwa merah menggunakan pelarut campuran etanol-air yaitu sebesar 13,27% dengan analisis fitokimia secara kualitatif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin.
Kata Kunci : Ekstrak Kulit Bawang Merah, maserasi, pelarut
“…Serbuk simplisia yang telah dikeringkan dan dihaluskan ditimbang 100 g kemudian dibungkus menggunakan kertas saring, diikat dengan benang pada kedua ujungnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat sokletasi dan menambahkan pelarut metanol ke dalam labu soklet kemudian diekstraksi sampai ekstrak cair tidak berwarna (Novaryatiin et al, 2018) (Fitriyanti et al, 2020).…”
Hati Tanah adalah tanaman obat tradisional dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang dipercaya masyarakat memiliki salah satu manfaat sebagai obat luka. Dari manfaat tanaman tersebut, pada penelitian ini mengangkat khasiat umbi hati tanah sebagai antibakteri pada kulit. Salah satu penyakit kulit yang sering terjadi yaitu jerawat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan senyawa fitokimia dan aktivitas antibakteri ekstrak metanol umbi hati tanah (Angiopteris evecta) terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Metode ekstraksi yang digunakan adalah sokhletasi dengan pelarut metanol. Penelitian dilakukan dengan cara pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode sumuran dengan variasi konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, kontrol positif doksisiklin 30 µg/disk dan kontrol negatif Na-CMC 0,5%. Hasil skrining fitokimia positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan fenol. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa konsentrasi 1% dan 5% memiliki zona hambat 2,38±0,41 mm dan 4,09±1,17 mm termasuk kategori lemah, sedangkan konsentrasi 10% dan 15% zona hambat 6,05±0,91 mm dan 8,61±0,70 mm termasuk kategori sedang. Ekstrak metanol umbi hati tanah (Angiopteris evecta) memiliki potensi sebagai antibakteri.
“…Stenochlaena palustris (Burm. F.) Bedd dan Litsea angulata merupakan tanaman herbal yang belum diteliti lebih lanjut efektifitasnya terhadap bakteri, tetapi tanaman tersebut mempunyai kandungan fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, phenol, saponin dan tannin yang memiliki kemampuan antimikroba (9,10).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk penanganan dekubitus seperti membersihkan luka, debridemen, optimalisasi pasien, antibiotik, dan bedah rekonstruksi, dan yang terbaru seperti terapi luka bertekanan negatif, terapi oksigen hiperbarik, dan terapi sel. Namun saat ini, banyak orang berminat untuk menggunakan obat herbal dalam pengobatan decubitus karena memiliki manfaat pada kandungan senyawa herbal dan efek samping yang lebih sedikit (10). Permintaan dan penggunaan obat herbal dan produk jamu semakin meningkat.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Kalangkala merupakan tanaman yang tumbuh subur di Kalimantan, sebagian masyrakat Kalimantan menggunakan biji kalangkala secara tradisional untuk mengobati bisul (15). Ekstrak kalangkala merupakan bahan alami dilaporkan memiliki banyak aktivitas biologis kandungan fitokimia, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap aktivitas antioksidan dan antimikroba seperti flavonoid, tanin, dan terpenoid (10). Agen yang mempromosikan proliferasi fibroblas, memicu ekspresi protein keratinosit, meningkatkan pembentukan kolagen, dan memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan, dan efek anti-inflamasi dikenal sebagai agen penyembuhan luka (16).…”
Luka dekubitus sering terjadi pada pasien dengan gangguan mobilitas dengan Insiden luka dekubitus berkisar antara 8%-40%. Adapun mikroba tersering pada luka dekubitus adalah E.coli, P. aeruginosa, dan A. Baumanii. Masyarakat pribumi lebih menyukai menggunakan herbal secara tradisional ketika mengalami luka dan tumbuhan herbal yang memliki kandungan fitokimia berpotensi sebagai antimikroba adalah daun kelakai. dan biji kalangkala. Penelitian ini bertujuan untuk menguji Efektifitas Biji Kalangkala dan Daun Kelakai terhadap Daya Hambat Bakteri P. aeruginosa pada luka dekubitus. Desain penelitian adalah eksperimental murni dengan pendekatan post test control only design, Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Mikrobiologi Universitas Sari Mulia Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi alternatif bahan alam yang dapat menghambat aktivitas bakteri patogen untuk pengobatan komplementer. Hasi menunjukkan adanya daya hambat abkteri pada ekstrak biji kalangkala dan daun kelakai terhadap P.aeruginosa. walaupun demikian, penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui kemampuan bunuh bakteri dan efeknya terhadap kondisi luka jika diaplikasikan secara langsung.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.