Abstract:Growth in urban areas is very influential on the use of available land. The growth of the area directly or indirectly will require more land to accommodate life in the community. The transfer of functions on land is one of the consequences in the development of a region. This study aims to identify the transfer of land functions, ranging from causative factors to recognizing the social and economic conditions of the community due to the impact of the transfer of land functions. This article uses the method use… Show more
“…Perkembangan wilayah yang terjadi di Kecamatan Mijen membawa berbagai perubahan terhadap kehidupan masyarakat termasuk perubahan penggunaan lahan di dalamnya. Perubahan lahan dapat disebabkan beberapa faktor antara lain pertumbuhan penduduk, perluasan kawasan perkotaan, perkembangan industri, kondisi sosial ekonomi masyarakat serta peraturan dan kebijakan pemerintah (Sari & Yuliani, 2021). Perubahan lahan yang cukup pesat di Kecamatan Mijen terjadi sejak dikembangkannya kawasan Kota Baru Bukit Semarang Baru (BSB) pada tahun 2011 (Adiana & Bitta, 2015).…”
Dinamika perubahan penggunaan lahan di tengah pesatnya perkembangan sebuah kota sulit dihindari. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah terus mengalami perkembangan cukup pesat dari masa ke masa. Salah satu wilayah yang mengalami imbas perkembangan Kota Semarang adalah Kecamatan Mijen. Kecamatan Mijen merupakan wilayah dengan luasan terbesar dan laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yakni sebesar 3,68%. Secara topografi, memiliki peran dan fungsi sangat penting karena berada pada kawasan Semarang bagian atas berfungsi sebagai kawasan penyangga. Perkembangan di wilayah tersebut menyebabkan terjadinya berbagai perubahan penggunaan lahan yang ada. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan ekosistem pada daerah sekitarnya. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan tersebut pada tahun 2011 dan 2021. Analisis data dilakukan menggunakan pengindraan jarak jauh dan SIG citra landsat 8 dengan teknik overlay (tumpang susun) pada peta tutupan lahan pada tahun 2011 dan 2021. Hasil analisis menggambarkan terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup dinamis. Perubahan penggunaan lahan terbesar pada hutan terjadi penurunan area sebesar 55,84%. Perubahan lahan terbesar kedua pada perkebunan, terjadi peningkatan sebesar 47,58%. Selanjutnya jalan/area terbuka yang tumbuh sebesar 3,8% dan pemukiman yang meningkat sebesar 3,68%. Ladang/ sawah mengalami kenaikan sebesar 0,78%. Luasan area hutan yang hanya tersisa sebesar 0,83% di wilayah tersebut harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Hutan merupakan ekosistem kompleks yang berperan penting pada seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan. Sesuai Perda Kota Semarang Nomor 5/2021 tentang rencana tata ruang wilayah, Kecamatan Mijen memiliki fungsi pengembangan utama sebagai paru-paru kota. Hilangnya area hutan sebesar 55,84% patut menjadi perhatian. Perubahan penggunaan lahan, khususnya yang terjadi pada area hutan harus dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan perencanan, agar lahan dapat berfungsi secara optimal, efisien dan berkelanjutan.Kata kunci: Lahan, perubahan lahan, penggunaan lahan, dinamika lahan.
“…Perkembangan wilayah yang terjadi di Kecamatan Mijen membawa berbagai perubahan terhadap kehidupan masyarakat termasuk perubahan penggunaan lahan di dalamnya. Perubahan lahan dapat disebabkan beberapa faktor antara lain pertumbuhan penduduk, perluasan kawasan perkotaan, perkembangan industri, kondisi sosial ekonomi masyarakat serta peraturan dan kebijakan pemerintah (Sari & Yuliani, 2021). Perubahan lahan yang cukup pesat di Kecamatan Mijen terjadi sejak dikembangkannya kawasan Kota Baru Bukit Semarang Baru (BSB) pada tahun 2011 (Adiana & Bitta, 2015).…”
Dinamika perubahan penggunaan lahan di tengah pesatnya perkembangan sebuah kota sulit dihindari. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah terus mengalami perkembangan cukup pesat dari masa ke masa. Salah satu wilayah yang mengalami imbas perkembangan Kota Semarang adalah Kecamatan Mijen. Kecamatan Mijen merupakan wilayah dengan luasan terbesar dan laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yakni sebesar 3,68%. Secara topografi, memiliki peran dan fungsi sangat penting karena berada pada kawasan Semarang bagian atas berfungsi sebagai kawasan penyangga. Perkembangan di wilayah tersebut menyebabkan terjadinya berbagai perubahan penggunaan lahan yang ada. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan ekosistem pada daerah sekitarnya. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan tersebut pada tahun 2011 dan 2021. Analisis data dilakukan menggunakan pengindraan jarak jauh dan SIG citra landsat 8 dengan teknik overlay (tumpang susun) pada peta tutupan lahan pada tahun 2011 dan 2021. Hasil analisis menggambarkan terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup dinamis. Perubahan penggunaan lahan terbesar pada hutan terjadi penurunan area sebesar 55,84%. Perubahan lahan terbesar kedua pada perkebunan, terjadi peningkatan sebesar 47,58%. Selanjutnya jalan/area terbuka yang tumbuh sebesar 3,8% dan pemukiman yang meningkat sebesar 3,68%. Ladang/ sawah mengalami kenaikan sebesar 0,78%. Luasan area hutan yang hanya tersisa sebesar 0,83% di wilayah tersebut harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Hutan merupakan ekosistem kompleks yang berperan penting pada seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan. Sesuai Perda Kota Semarang Nomor 5/2021 tentang rencana tata ruang wilayah, Kecamatan Mijen memiliki fungsi pengembangan utama sebagai paru-paru kota. Hilangnya area hutan sebesar 55,84% patut menjadi perhatian. Perubahan penggunaan lahan, khususnya yang terjadi pada area hutan harus dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan perencanan, agar lahan dapat berfungsi secara optimal, efisien dan berkelanjutan.Kata kunci: Lahan, perubahan lahan, penggunaan lahan, dinamika lahan.
“…Changes in land cover due to population growth are also influenced by the socioeconomic conditions of landowners and government policies [6]. Another factor leading to land cover change is the decline in rice productivity.…”
Bojonegoro is a regency in East Java province with a population of 1,322,474 (BPS, 2022) and high population density. Population growth is strong, and demand for land is increasing. Increased human activity leads to land conversion, which could impact regional development. The objectives of this study are to: 1) Analyze the dynamics of land cover change, 2) Compare the SDI (Sub-district Development Index) scores of 2008 and 2020 in Bojonegoro Regency, and 3) Analyze the factors affecting the level of Regional development in Bojonegoro Regency. The methods used are overlay (GIS analysis), scale plot analysis, and geographically weighted regression (GWR) analysis. The most significant land cover change occurred in forest cover, with the area decreasing from 99,815 hectares (2000) to 84,845 hectares (2020), while the built-up area increased from 12,665 hectares (2000) to 22,901 hectares ( 2020). Bojonegoro sub-district has the highest SDI of 44,043 (2008) and 44,917 (2020) because it has the largest population and become a capital district and central business district (CBD). Based on the results of the GWR analysis, the highest local R2 is located in the eastern part of the Regency. In contrast, the lowest local R2 is located in the western administrative district of Bojonegoro Regency. The results show that the driving forces influencing regional development in Bojonegoro Regency vary spatially.
“…Agricultural land, especially paddy fields, is the land that has experienced the most conversion of functions. Changes in the use of agricultural land are a separate threat in achieving food security [4]. From the Badan Pusat Statistika (BPS), food crop production in Indonesia continues to decline every year [5].…”
The increasing diversion of agricultural land in Indonesia has not been followed by a decrease in the need for food in society. This change in agricultural land use poses a serious threat to food security. To solve this problem, a home-scale farming tool called Multi-Agro has been developed, which can planting independently and automatically. This tool uses a cartesian method-based robot manipulator to determine the exact coordinate points during the planting, maintenance, and harvesting process of the plants. Plant watering time can be set on the app automatically so that plant health is maintained. In addition, a weed detection system using a camera can also improve plant health. With the automatic system and monitoring that can be accessed through the app, this independent farming becomes more efficient and does not require much time from agricultural actors. Based on the experiment conducted in a real-physical miniature model of home-scale farming it can be concluded that the proposed project has a significant improvement in smart urban farming. Hopefully, this research can help to overcome the increasing need for food even though agricultural land is increasingly limited.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.