2021
DOI: 10.36567/aly.v17i2.784
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

HIBRIDITAS, MIMIKRI, DAN AMBIVALENSI DALAM NOVEL <em>CANTIK ITU LUKA</em> KARYA EKA KURNIAWAN: KAJIAN POSKOLONIAL

Abstract: ABSTRAK Pasca merdeka, budaya penjajah masih melekat hingga sekarang. Hal ini dibuktikan adanya karya sastra yang menunjukkan peninggalan penjajah berupa kebudayaan, pola pikir, dan kebiasaan. Masalah dalam penelitian ini menelisik macam-macam peninggalan yang ditinggalkan penjajah pasca merdeka. Tujuan penelitian mendeskripsikan hibriditas, mimikri dan ambivalensi yang terdapat dalam novel Cantik itu Luka. Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori poskolonial Young berupa hibriditas, mimikri… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1

Citation Types

0
0
0
1

Year Published

2022
2022
2023
2023

Publication Types

Select...
3

Relationship

0
3

Authors

Journals

citations
Cited by 3 publications
(3 citation statements)
references
References 0 publications
0
0
0
1
Order By: Relevance
“…Mimikri dalam hal pakaian, barang, dan gaya hidup. Ambivalensi yang berupa peniruan kebiasaan dan budaya yang lekat dengan masyarakat pribumi (Normalita, A. & Fauzi, 2021).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Mimikri dalam hal pakaian, barang, dan gaya hidup. Ambivalensi yang berupa peniruan kebiasaan dan budaya yang lekat dengan masyarakat pribumi (Normalita, A. & Fauzi, 2021).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…The presence of mimicry will place the populated nation to adapt to the culture of the colonial government. As a form of imitation, mimicry forms a strategy for looking for opportunities to mislead the colonialists' views (Normalita & Fauzi, 2021). Whereas hybridity through Bhabha's theory of liminality in post-colonial studies is to emphasizes the space of contact between colonization theory and practice, which is caused by the continuous fusion of identities.…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%
“…Hal ini wajar terjadi mengingat pengarang tidak terlepas dari ikatan-ikatan sosial tertentu dalam masyarakat. Pengarang juga menghubungkan antara fenomena lingkungan dengan imajinasi yang dimilikinya sehingga terciptalah sebuah karya sastra yang indah dan dinikmati pembaca (Normalita & Aziz Fauzi, 2021).…”
unclassified