PENDAHULUANHasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki peranan yang beragam, baik terhadap lingkungan alam maupun terhadap kehidupan manusia (Suhesti dan Hadinoto, 2015). Hasil hutan bukan kayu didefiniskan sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat dimanfaatkan dari keberadaan hutan, seperti rotan, bambu, damar, getah-getahan, kulit kayu, arang bambu, kayu bakar dan sebagainya. Produk hasil hutan bukan kayu terdiri atas bagian-bagian dari tanaman yang memiliki nilai atau potensi yang tinggi, baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial sehingga bunga, biji, daun, buah serta akar dapat dimanfaatkan (Wahyudi, 2013; Affandi dkk, 2017). Secara ekologis, masyarakat mengerti dan memahami bahwa komoditas hasil hutan bukan kayu merupakan bagian dari ekosistem hutan yang memiliki fungsi yang penting, tidak hanya bagi hutan tetapi juga bagi masyarakat.Pangi (Pangium edule Reinw) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang berpotensi untuk dikembangkan pada lahan agroforestry. Pangi merupakan jenis komoditas kelompok nabati, yang semua bagian pada tanaman pangi dapat dimanfaatkan. Buah atau biji tanaman pangi memiliki nilai ekonomi karena dapat dijadikan sayur ataupun kue tradisional, selain itu batang sebagai bahan kontruksi sedangkan biji dan daunnya dapat dimanfaatkan.Tanaman pangi telah dikembangkan pada lahan agroforestri. Desa Watu Toa merupakan salah satu desa dimana masyarakatnya telah mengembangkan tanaman ini dengan model agroforestri pada lahan garapannya. Agroforestri adalah pola usaha tani produktif yang tidak saja mengetengahkan kaidah konservasi tetapi juga kaidah ekonomi. Agroforestri sebagai sistem