Early Children’s Sex Education in Self-Curriculum Theme

Abstract

Revealed 2016 as many as 120 sexual violence, and in 2017 as many as 116 cases of sexual violence. The purpose of this study was to enrich the understanding of children aged 4-5 years about the importance of sex education and looking after themselves starting from school. The method used in this research is descriptive qualitative, with the subject of the research of kindergarten teacher Joy Kids Elohim, while the object of this research is the sex education curriculum with its own theme. The location of the study was conducted in a small kindergarten class Joy kids Elohim Bekasi -West Java. Through this research, the results show that students are getting to know their identities in accordance with the learning program designed, students are able to mention the different tasks and responsibilities of each family member. In the theme of selfstudents are able to complete the activities of sticking and coloring pictures of men and women, and are able to clean themselves after finishing from the toilet. Teachers are required to design activities programs tailored to the needs and stages of early childhood development of 4-5 years.

Penerapan Pendidikan Seksual Dini BerbasisMedia Audio Visual melalui Lagu Kujaga Tubuhku

“…Dampak pemberian pendidikan seks akan utuh bila diintegrasikan dengan orang tua sehingga anak mempunyai pemahaman yang baik dan tidak salah mengartikan (Rimawati & Nugraheni, 2019). Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Rumia & Simorangkir, 2020) bahwa pendidikan seks dini seharusnya menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh orang tua dan guru dalam mempersiapkan masa depan anak. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan seksual dini menjadi salah satu pola penting yang perlu diperhatikan, sehingga antara guru dan orang tua harus saling bekerjasama satu sama lain.…”

Pengembangan Strategi Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak Melalu Pendekatan Kesehatan Masyarakat

“…1. Meningkatkan kemampuan anak untuk mengenal dirinya sendiri (Simorangkir, 2020;Yovitha et al, 2019;Melontige et al, 2018;Justicia, 2016;Wulansari, 2016). Adapun beberapa indikator dalam meningkatkan kemampuan anak untuk mengenal dirinya yaitu: (1) mengajarkan anak tentang identitas seperti nama, nama lengkap, alamat, nama orangtua, (2) mengajarkan anak nama bagian tubuh, terutama area genital anak yang sesuai terminologi yang semestinya, seperti: vagina, vulva, penis, payudara, (3) mengajarkan pada anak fungsi bagian tubuh dan bagian privasi dari tubuh yang harus ditutup dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain, (4) mengajarkan tentang karakteristik gender dan perannya di lingkungan sosial, dan (5) menanamkan nilai moral pada diri anak seperti batasan dalam berinteraksi dengan teman dan etika berpakaian.…”

“…3. Meningkatkan keterampilan anak dalam bertindak dalam kondisi yang berbahaya (Simorangkir, 2020;Hasni et al, 2019;Yovitha et al, 2019;Melontige et al, 2018;Justicia, 2016;Mashudi et al, 2015). Selain kemampuan untuk mengenali diri dan lingkungan, anak harus memiliki keterampilan untuk bertindak ketika anak merasa butuh bantuan, di antaranya: (1) mengajarkan bagaiamana cara menjaga tubuh dan cara membersihkannya (toilet training), (2) anak mampu untuk menolak secara tegas ajakan orang yang berpotensi berbuat tidak baik seperti mengajak anak ke tempat sepi, mengiming-imingi hadiah dengan mengajukan syarat, ataupun tindakan pemaksaan pada anak, (3) anak mampu mengambil sikap untuk mencari bantuan disaat anak merasa butuh bantuan, (4) anak mampu bercerita kepada orangtua atau kepada guru tentang hal yang tidak disukai dan hal yang disukai, termasuk ketika anak merasa tidak nyaman dengan orang lain, dan (5) anak mampu melaporkan apa yang terjadi kepada orang yang dipercaya, seperti ibu.…”