“…Perubahan sistem ketatanegaraan dan politik yang diyakini pada saat itu turut berperan dalam terjadinya perubahan sistem pemerintahan daerah tersebut (Raharusun, 2014). Tidak mudah untuk memahami berbagai kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kerangka otonomi daerah (desentralisasi), apabila tidak memahami Walaupun konsep "rule of law" merupakan keinginan bersama, akan tetapi menurut (Marmor, 2008) Daerah (Amin, & Achmad, 2020;Andryan, 2019;Muhajir et al, 2019;Simatupang, 2020;Susetio, 2013;Wibawa, 2019), 2) inkonsistensi perundang-undangan dan implementasinya (Aditya, & Winata, 2018;Jati, 2012;Pattuju, 2020;Rakia, Maharuddin & Sahertian, 2022;Setiawan, 2017;Wibowo & Mariyam, 2021), 3) inkonsistensi pendanaan / pembiayiaan (kebijakan money follow function) (Hastuti, 2018;Ningsih, Wirahadi, & Fontanella, 2018;Pranasari & Fitri, 2020), 4) inkonsistensi penegakan hukum (Astuti, & Sa'adah, 2019;Manao, 2018;Setiyowati, & Ispriyarso, 2019;Subekti, 2016), dan 5) inkonsistensi pengawasan dan pembinaan (Sulistyo, Antikowati & Indrayati, 2014;Astuti, & Sa'adah, 2019;Ilyas, 2012;Setiyowati, & Ispriyarso, 2019). UU sektoral secara keseluruhan tidak mereferensi terhadap berbagai peraturan perundangundangan dalam penyelenggaraan pemerintahan.…”