Correlation of Serum Vitamin D Receptor Level with Bacterial Index in Multibacillary Leprosy Patients at Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia

Abstract

Leprosy cases were still a common problem in Indonesia. Even though Bali was not considered as a high epidemic region in Indonesia, new cases of multibacillary leprosy continuously appeared. Vitamin D and its receptor, Vitamin D Receptor (VDR) has a role in modulation of immune system against M. leprae. This study aimed to find correlation between blood VDR serum level with bacterial index of multibacillary leprosy patients. Study design using cross-sectional model conducted in Sanglah General Hospital involving 47 multibacillary leprosy patients taken consecutively from July-October 2017. The level of VDR was examined by ELISA method. Characteristic of study participant is 29 (61.7%) male patients and 18 (38.3%) female patients. The mean age of the patient was 38.83 years. The mean VDR level was 27.80 pg/dl. Spearman correlation test found that there is a strong negative correlation (r = - 0.954; p < 0.001) between plasma level of VDR with bacterial index in multibacillary patients. This result suggests that the lower the VDR level, the higher bacterial index in leprosy patients. This study emphasizes more the role of Vitamin D and its receptor in immunomodulation especially in leprosy infection.

Hubungan Asupan Vitamin D Dan Selenium Dengan Indeks Bakteriologi Penderita Kusta Tipe MB (Multibacillary) : Systematic Literature Review

“…8 Mekanisme vitamin D pada kusta adalah mempengaruhi kemampuan makrofag dalam membunuh patogen dengan cara meningkatkan ekspresi antimikroba peptida katelisidin. 7,9 Pada sebuah penelitian dijumpai bahwa semakin rendah tingkat plasma vitamin D reseptor (VDR), maka indeks bakteriologi pada pasien kusta akan semakin tinggi. 9 Selain itu disfungsi kekebalan tubuh juga dihubungkan dengan defisiensi mineral selenium yang dapat meningkatkan patogenesis dan keparahan infeksi.…”

“…7,9 Pada sebuah penelitian dijumpai bahwa semakin rendah tingkat plasma vitamin D reseptor (VDR), maka indeks bakteriologi pada pasien kusta akan semakin tinggi. 9 Selain itu disfungsi kekebalan tubuh juga dihubungkan dengan defisiensi mineral selenium yang dapat meningkatkan patogenesis dan keparahan infeksi. 10 Selenium bekerja dengan cara aktivasi glutation peroksidase yang mengkatalisis reduksi hydrogen peroksidase dan hidroperoksida organik dan melindungi lemak dari kerusakan oksidatif.…”

“…Beberapa artikel menjelaskan bahwa defisiensi vitamin D dapat menjadi faktor penyebab berkembangnya penyakit kusta dan bahkan dapat menjadi faktor resiko yang lebih tinggi pada individu yang mengalami defisiensi vitamin D sekaligus merupakan kontak erat pasien penderita kusta tipe MB. 9 Secara umum 8 artikel penelitian menjelaskan bahwa rata-rata level serum vitamin D (VDR) pada pasien penderita kusta lebih rendah dibandingkan individu yang sehat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pengetahuan, faktor sosial ekonomi, dan yang utama adalah faktor asupan nutrisi (p=0,000) [13].…”

“…14 Sehingga dapat dikatakan bahwa level serum vitamin D berkorelasi kuat dengan indeks bakteriologi pada pasien penderita kusta MB (r = -0,954; p<0,001). 9 Sedangkan untuk level serum selenium pada pasien penderita kusta MB secara signifikan menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan pada pasien kusta PB, sehingga kondisi tersebut juga menunjukkan korelasi yang kuat antara level serum selenium dengan indeks bakteriologi (r = -0,499; p = 0,005). 11…”

“…Secara signifikan terdapat hubungan antara level serum vitamin D dengan indeks bakteriologi pasien penderita kusta MB (r = -0,954; p < 0,001). 9 Bukti pertama peran vitamin D pada penyakit kusta muncul di tahun 1940-1950 ketika vitamin D pertama kali dianalisa sebagai pengobatan untuk penyakit kusta. 15 Pasien penderita kusta lepromatous / MB ditangani dengan cara memberikan kalsiferol sebanyak 15 mgms atau setara dengan 600.000 unit vitamin D2.…”