2017
DOI: 10.32332/riayah.v2i01.960
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Agama dalam Pusaran Konflik (Studi Analisis Resolusi Terhadap Munculnya Kekerasan Sosial Berbasis Agama di Indonesia)

Abstract: Tidak bisa dipungkiri, bahwa Isu kekerasan atas nama agama adalah fenomena transnasional yang ibarat dua sisi mata uang berpotensi  menciptakan harmoni dan konflik. Dan ketika sentimen (ghirah) sudah terkooptasi dan menjadi stigma dengan mengatasnamakan kebenaran dan agama, maka atas dasar itu semua, fungsi Tuhan digunakan untuk alat pembenaran kejahatan, kekerasan, ancaman dan balas dendam. Proyeksi manusia, di satu sisi seolah-olah kekerasan Tuhan tampil sebagai bagian dan kesucian-Nya sehingga kekerasan Tuh… Show more

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
3
1

Citation Types

0
3
0
5

Year Published

2022
2022
2024
2024

Publication Types

Select...
7
1

Relationship

0
8

Authors

Journals

citations
Cited by 15 publications
(17 citation statements)
references
References 0 publications
0
3
0
5
Order By: Relevance
“…Konflik bersenjata atau yang biasa disebut dengan perang adalah opsi terakhir dari konflik yang dilakukan oleh dua negara ketika suatu permasalahan tidak mencapai kata damai, dimana negara-negara tersebut menggunakan berbagai upaya seperti kekerasan (Soselisa et al, 2023), penaklukan, tipuan hingga menyebarkan terror untuk mengalahkan lawannya. Karena perang memiliki definisi yang luas, konsep mengenai perang dapat dipahami sebagai semua bentuk konflik yang melibatkan kekerasan atau yang dapat memunculkan potensi kekerasan, yang terentang antara keadaan konflik domestik yang mengacu pada penggunaan kekuatan militer yang sulit ditangani oleh polisi domestik hingga pada perang antarnegara skala penuh (Syukron, 2017). Adapun alasan manusia melakukan perang adalah untuk mempertahankan diri mereka, hal ini seperti yang disampaikan oleh Morgenthau dalam karya klasiknya, ia menyatakan jika "dorongan untuk hidup, memperbanyak dan mendominasi adalah hal yang umum bagi manusia" kuatnya keinginan manusia untuk hidup akan membawa perang pada tahap dimana sudah tidak mengenal batas.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Konflik bersenjata atau yang biasa disebut dengan perang adalah opsi terakhir dari konflik yang dilakukan oleh dua negara ketika suatu permasalahan tidak mencapai kata damai, dimana negara-negara tersebut menggunakan berbagai upaya seperti kekerasan (Soselisa et al, 2023), penaklukan, tipuan hingga menyebarkan terror untuk mengalahkan lawannya. Karena perang memiliki definisi yang luas, konsep mengenai perang dapat dipahami sebagai semua bentuk konflik yang melibatkan kekerasan atau yang dapat memunculkan potensi kekerasan, yang terentang antara keadaan konflik domestik yang mengacu pada penggunaan kekuatan militer yang sulit ditangani oleh polisi domestik hingga pada perang antarnegara skala penuh (Syukron, 2017). Adapun alasan manusia melakukan perang adalah untuk mempertahankan diri mereka, hal ini seperti yang disampaikan oleh Morgenthau dalam karya klasiknya, ia menyatakan jika "dorongan untuk hidup, memperbanyak dan mendominasi adalah hal yang umum bagi manusia" kuatnya keinginan manusia untuk hidup akan membawa perang pada tahap dimana sudah tidak mengenal batas.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Dua kecenderungan dari studi tentang kekerasan dengan motif agama dapat menegaskan kurangnya dimensi penanaman nilai toleransi dan moderasi beragama dalam kenyataan sosial: pertama, studi-studi terdahulu memberikan perhatian pada faktor penyebab kekerasan berkedok agama. (Lestari, 2021;Syukron, 2017;Tamawiwy, 2019); kedua, studi yang memberi perhatian pada implikasi dari kekerasan atas nama agama yang terjadi di masyarakat. (Fadilah, 2021;Zega, 2020) Alwi Shihab menunjukkan bahwa eksklusivitas pemahaman agama menyebabkan seseorang tidak dapat mengoptimalkan potensi toleransinya.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Isu sensitif terkait agama dan politik identitas menguat dan merasuki masyarakat sehingga tatanan sosial masyarakat Indonesia yang ramah, santun, suka damai dan rukun dirusak oleh perilaku kekerasaan, kerusuhan, aksi radikalisme, perusakan rumah ibadah, bahkan terorisme (Setiawan, 2017). Ada kecenderungan dan fakta yang dominan bahwa masyarakat lebih mudah memilih kekerasan sebagai solusi konflik dari pada jalan damai ketika agama dibawa dalam ranah konflik (Syukron, 2017).…”
Section: Pendahuluanunclassified