In analyzing information, it is possible for experts to disclose information with uncertain recognition. For example, with the use of consent, the use is large and almost certain. In overcoming uncertainty in the system, experts can use the certainty factor (CF) method. This method can overcome reality with a level of certainty based on facts so that it can explain the confidence of an expert. CF can be applied in an expert system to build a program that can diagnose a set of rules. In this study CF was implemented in an expert system diagnosing seahorse disease. Sea horses have a high trading value, both in living and dead conditions. Therefore, sea horses, including animals that are protected by population. In this study, developing an expert system application that can diagnose seahorse disease can help determine the level of trust of experts and users who use related cases. Based on the test results, it shows that CF is able to cope well and has a high level of accuracy. Keywords: certainty factor; expert system; seahorses. Abstrak: Informasi yang dihasilkan dalam diagnosa dimungkinkan menggunakan ungkapan ketidakpastian. Misalkan dengan penggunaan pernyataan mungkin (maybe), kemungkinan besar (probably not), hampir pasti (almost certainty) dan pernyataan tidak pasti lainya. Untuk mengatasi ketidak pastian pada sistem pakar dapat menerapkan pendekatan certainty factor (CF). Metode ini mampu mengatasi ketidakpastian dengan mendefinisikan tingkat kepastian berdasarkan fakta sehingga dapat memaparkan keyakinan seorang pakar. CF dapat diterapkan dalam sistem pakar untuk membangun suatu program yang dapat mendiagnosa berdasarkan suatu set aturan. Pada penelitian ini CF diimplementasikan pada sistem pakar diagnose penyakit kuda laut. Kuda laut memiliki nilai jual perdagangan yang tinggi, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Oleh sebab itu kuda laut termasuk hewan yang dilindungi populasinya. Penelitian yang dilakukan menghasilkan sistem pakar yang mampu mendiagnosis serta memberikan solusi untuk penyakit kuda laut dengan menggunakan pendekatan CF dalam penanganan ketidakpastian. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan CF mampu mengatasi ketidakpastian dengan baik dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Kata kunci: certainty factor; sistem pakar; kuda laut
Karakteristik teks yang tidak terstruktur menjadi tantangan dalam ekstraksi fitur pada bidang pemrosesan teks. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja dari word embedding seperti Word2Vec, GloVe dan FastText dan diklasifikasikan dengan algoritma Convolutional Neural Network. Ketiga metode ini dipilih karena dapat menangkap makna semantik, sintatik, dan urutan bahkan konteks di sekitar kata jika dibandingkan dengan feature engineering tradisional seperti Bag of Words. Proses word embedding dari metode tersebut akan dibandingkan kinerjanya pada klasifikasi berita dari dataset 20 newsgroup dan Reuters Newswire. Evaluasi kinerja diukur menggunakan F-measure. Performa terbaik menunjukkan FastText unggul dibanding dua metode word embedding lainnya dengan nilai F-Measure sebesar 0.979 untuk dataset 20 Newsgroup dan 0.715 untuk Reuters. Namun, perbedaan kinerja yang tidak begitu signifikan antar ketiga word embedding tersebut menunjukkan bahwa ketiga word embedding ini memiliki kinerja yang kompetitif. Penggunaannya sangat bergantung pada dataset yang digunakan dan permasalahan yang ingin diselesaikan.Kata kunci: word embedding, word2vec, glove, fasttext, klasfikasi teks, convolutional neural network, cnn.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad 21 menuntut setiap individu untuk mampu berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, serta mampu melakukan interaksi sosial dengan baik. Trilling & Fadel (2009: 56) menyatakan bahwa pendidikan di abad ke-21 menekankan pada empat kompetensi belajar yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu kemampuan pemahaman yang tinggi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkolaborasi, dan kemampuan berkomunikasi. Berbanding terbalik dengan tuntutan kompetensi pada abad ke-21, kompetensi siswa-siswa Indonesia masih sangat buruk. Hal ini dapat dilihat pada hasil Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 masih berada di posisi ke 62 dari 65 negara yang mengikuti (Tohir, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia yang berada di Sekolah Dasar masih kurang dalam
Pertumbuhan twitter terus meningkat setiap waktu, sehingga hal tersebut dimanfaatkan para pengguna twitter untuk menyampaikan informasi berupa kritik maupun saran kepada pelayanan yang diberikan BMKG Nasional dengan lebih mudah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi data adalah Naïve Bayes Classifier (NBC). Sistem yang dikembangkan dengan menggunakan data internal yang diambil dari internet/twitter untuk proses penentuan kalimat termasuk opini positif, netral atau negatif. Penentuan tersebut digolongkan sebagai proses pengklasifikasian. Serta menggunakan Application Python 3.74. Hasil Penelitian ini masuk kedalam fined grained sentiment analysis yaitu analisis pada suatu kalimat komentar. Data tersebut akan diproses menggunakan text mining, kemudian dilanjutkan dengan mengklasifikasikan tweet ke dalam tiga kelas, yaitu positif, negatif, dan netral. Klasifikasi ini menggunakan algoritma naive bayes. Klasifikasi dapat memberikan kemudahan bagi pengguna untuk melihat opini positif, negatif, dan netral. Hasil uji akurasi pada metode naive bayes untuk klasifikasi yaitu 69.97%.
Purpose The use of technology in education is still seen as a symbol of modernity in Indonesia. Without adequate technological infrastructural support from institutions, teachers develop ways to incorporate technology into their classrooms. The purpose of this paper is to investigate the affective domain in learning mathematics with technology across genders and across two student groups, where in one group the students shared learning devices, while the other group of students used individual devices. Design/methodology/approach The study adopts both quantitative and qualitative methods and is based on data collected from five secondary schools in Indonesia. Findings The findings reveal attitudinal differences are associated with technology usage in mathematics classrooms. Quantitative measurements across four attitudinal subscales—mathematics motivation, attitudes to the use of technology in mathematics, technological confidence and mathematics confidence—indicate that affordances in technologies influence boys and girls attitudes; while qualitative data share further insights on gender perspectives related to attitudinal differences. Research limitations/implications Appropriate pedagogical approaches with equitable access to technologies are important for engaging students in learning mathematics with technology. Social implications This empirical study reveals aspects related to student participation with technologies in classrooms, which has important implications for student development. Originality/value The study contributes to literature on mathematics education related to the use of learning technologies in secondary schools of a developing country.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.