Distribution and inventory are two major components that causes total cost of the product become high. Those two components are not categorized in to the process that added value to the product. This research use Distribution Requirement Planning (DRP) to find the right quantity and short replenishment time in inventory decision that manufacture industries faced to supply their own Distribution Centers and Warehouses in food Company. DRP giving the lower total distribution cost than actual cost. It is because DRP supply products at each Distribution Centers and Warehouses in a minimum quantity using Economic Order Quantity. It also using the similar concept with Material Requirement Planning to find the right delivery time so that it can minimize the total inventory time in The supply chain. DRP can be used to solve the inventory and distribution problem in multi echelon supply chain. From this research, using historical data, DRP gave the minimum total distribution and inventory cost than the initial scenario that company used. Based on DRP result, The total Inventory and Distribution Cost from January to December 2019 is 481.251.325,4.

Removal of Mg 2+ , K +, and SO4 -2 ions in seawater has been successfully done by precipitation in a mixing tank method. This study aims to remove the content of magnesium ions (Mg + ), potassium (K + ) and sulfate (SO4 -2 ) in sea water with the addition of chemicals disodium phosphate (1.2 % volume), calcium chloride (2 % volume) and sodium hydroxide (2% volume). Stirring is performed at 100 rpm and the pH solution is adjusted to 9. Disodium phosphate serves to bind magnesium ions and potassium, CaCl2 serves to bind the sulfate ion, while sodium hydroxide is used to adjust the pH of the solution mixture and also reacted with magnesium ions. In total, the removal efficiencies of Mg 2+ , K + and SO4 -2 ions in seawater were 97%, 96%, and 92%, respectively. The precipitated solids contains component of PO4 -(14.5%), Mg 2+ (13.8%), SO4 2-(28.2%), Ca 2+ (24.1%) and K + (1.9%) ions.Keywords: sea water, disodium phosphate, calcium chloride, precipitation, removal ions INTRODUCTIONThe average waters of the world's oceans contain 3.5% dissolved salts, 96.5% water and average salinity is about 35 g/kg. When salts dissolve in water they usually react with water and dissociate (break apart) into ions, positively and negatively charged atoms or groups of atoms. These ions are either negatively charged anions, or positively charged cations. Six major ions make up > 99% of the salts dissolved in seawater: four cations sodium (Na + ), magnesium (Mg 2+ ), calcium (Ca 2+ ), and potassium (K + ); and two anions: chloride (Cl -) and sulphate (SO4 2-). These six ions and the five next most common ones make up the major constituents of seawater and comprise 99.99% of dissolved materials. Sodium chloride (NaCl), makes up 86% of dissolved ions in seawater. Many other elements (trace elements) are dissolved in seawater in concentrations less than one part per million (ppm). The molar concentration of magnesium in sea water is about five times higher than calcium. In fact, both magnesium and calcium are in a delicate equilibrium where slight charge in alkalinity and carbon dioxide tension may cause precipitation (Irving, 1926). Jijun et al, (2012) developed the precipitation of calcium and magnesium from seawater using CO2. Mg ion can rarely incorporate into the solid precipitates, compared, for example, to calcium salts. The rate of Mg phosphates nucleation is several orders of magnitude lower than that of Ca phosphates, at the same values of pH and total phosphate concentration (Golubeva, 2001). The removal rate of Ca is higher than the removal rate of Mg in pH value between 8.0 and 9.0. In the Mg-free seawater system the removal rate is high enough in pH value between 8.0 and 9.0. Meanwhile, in the Ca-free seawater system there is no precipitation between pH 8.0 and 8.3 (Jijun et al, 2012). Precipitation of phosphate is high enough in pH range from 8 to 10. However, it decreased as pH is increased from 10 to 12, probably because of competition between phosphate and hydroxyl OH − ions (Liu and Warmadhewanti, 2009

In the present study, a computational investigation into acoustic and tribological performances in journal bearings is presented. A heterogeneous pattern, in which a rough surface is engineered in certain regions and is absent in others, is employed to the bearing surface. The roughness is assumed to follow the sand-grain roughness model, while the bearing noise is solved based on broadband noise source theory. Three types of heterogeneous rough/smooth journal bearings exhibiting different placement and number of the rough zone are evaluated at different combinations of eccentricity ratio using the CFD method. Numerical results show that the heterogeneous rough/smooth bearings can supply lower noise and larger load-carrying capacity in comparison with conventional bearings. Moreover, the effect on the friction force is also discussed.

No abstract

No abstract

PT. XYZ adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan mempunyai beberapa anak cabang di seluruh wilayah Kalimantan Timur. Salah satu hasil produksi perusahaan ini adalah surat kabar harian atau koran. Adapun jumlah rata-rata produksi tahun 2019 adalah 908.489 eksemplar dan jumlah rata-rata produk cacat tahun 2019 sebesar 27.106 eksemplar. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui persentase kualitas dan nilai sigma, faktor-faktor penyebab kecacatan serta dampak yang ditimbulkan, dan memberikan usulan perbaikan kualitas produk. Metode yang diusulkan adalah Six Sigma dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Adapun tahapan Six Sigma adalah define, measure, analyze, improve, dan control (DMAIC). Untuk metode Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) digunakan pada tahap improve, yaitu untuk menganalisis akar penyebab tingginya kecacatan serta memberikan usulan perbaikan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki total jumlah kecacatan koran sebesar 198.606 eksemplar yang terdiri lembab, warna kabur, berbayang, dan tidak simetris. Saat ini, perusahaan berada di level 3,97 sigma sehingga perlu dilakukan perbaikan yang dilakukan untuk mencapai level 6 sigma. Dengan meenggunakan metode FMEA diketahui bahwa kecacatan yang mendominasi adalah cacat warna kabur. Adapun rekomendasi perbaikannya adalah mengganti tinta dengan tinta yang memiliki kepekatan lebih rendah, melakukan  pengecekkan kembali sebelum menyalakan mesin dan memperketat pengawasan proses cetak koran, menetapkan aturan dalam standar pengisian tinta, dan memberi pengarahan pada operator mengenai standar pengisian tinta.

XYZ merupakan perusahaan yang bergerak sebagai produsen pupuk dibawah naungan Pupuk Indonesia Holding Company yang terletak di Kab. Gresik. Pupuk yang diproduksi antara lain pupuk Phonska, SP-36, Urea, dan lain-lain dengan rata-rata produksi setiap bulan untuk pupuk Phonska adalah 90.000 ton dan pupuk SP-36 sebanyak 69.094 ton. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah produksi yang terus menerus secara berlebihan, namun pengelolaan persediaan kurang tepat sehingga menimbulkan adanya overstock. Kondisi ini juga didukung oleh permintaan yang tidak sebesar dengan produksi perusahaan pupuk ini. Peneliti mengusulkan penyelesaian masalah overstock persediaan dengan menggunakan metode Lagrange Multiplier, dimana metode ini merupakan metode multi produk (syarat n > 1) yang digunakan untuk mengoptimalkan persediaan produk jadi beserta kendala-kendala yang ada di gudang, untuk mengoptimalkan biaya persediaan. Hasil awal dengan metode perusahaan memiliki total gudang persediaan sebesar 197.724,80 m3 dimana hasil tersebut melebihi kapasitas gudang Phosfat I yaitu sebesar 29.280 m3, sehingga terjadi keadaan over stock pada gudang produk jadi, dengan total biaya persediaan tahunan sebesar Rp 5.097.075.039.980,81 dengan jumlah produksi perbulannya untuk pupuk phonska adalah 124.860,79 ton dan untuk pupuk SP-36 seberat 39.909,88 ton. Hasil perhitungan total cost dengan metode Lagrange Multiplier, total biaya persediaan baru yaitu sebesar Rp 1.859.947.107.031,85 dengan volume produksi optimal yaitu 5.937,5 ton untuk pupuk phonska dan 18.462,4 ton untuk SP-36. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan total gudang persediaan terpakai sebesar 29.279 m3. Dengan penghematan metode Lagrange Multiplier untuk total biaya persediaan tahunan sebesar 63.5 % atau sebesar Rp 3.237.127.932.948,96. Kata Kunci: Metode Lagrange Multiplier, Persediaan, Permalan.

PT. EJ merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur logam yang memproduksi tungku kompor. Saat ini kendala yang terjadi pada layout di PT. EJ adalah terjadinya backtracking pada beberapa proses stamping tungku kompor, cross movement ketika proses perakitan kaki tungku dengan alas tungku dan jarak perpindahan antara beberapa stasiun kerja yang dinilai terlalu jauh. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anwar dkk (2015) pada CV. Arasco Bireuen, penerapan metode SLP dapat menghasilkan pengurangan total momen perpindahan dari 3.284.700 m/tahun menjadi 2.515.500 m/tahun. Sehingga, dilihat dari permasalahan yang dialami, PT. EJ dapat menggunakan metode tersebut untuk menentukan rancangan ulang layout pada lantai produksi berdasarkan nilai momen perpindahan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa rancangan layout yang dihasilkan menunjukkan pengurangan jarak perpindahan bahan dengan efisiensi sebesar 12,80% pada layout alternatif I dan efisiensi sebesar 21,86% pada layout alternatif II, serta pengurangan total momen perpindahan dengan efisiensi sebesar 27,72% pada layout alternatif I dan efisiensi sebesar 44,57% pada layout alternatif II. Sehingga dari ketiga layout, maka layout yang menghasilkan jarak perpindahan dan total momen perpindahan terkecil adalah layout alternatif II.