Endocrine therapy resistance in Luminal Breast Cancer is a significant issue to be tackled, but currently, no specific biomarker could be used to anticipate this event. p53 mutation is widely known as one of Breast Cancer’s most prominent genetic alterations. Its mutation could generate various effects in Estrogen Receptor and Progesterone Receptor molecular works, tangled in events leading to the aggravation of endocrine therapy resistance. Hence the possibility of p53 mutation utilization as an endocrine therapy resistance predictive biomarker is plausible. The purpose of this review is to explore the latest knowledge of p53 role in Estrogen Receptor and Progesterone Receptor molecular actions, thus aggravating the Endocrine Therapy resistance in Luminal Breast Cancer, from which we could define possibilities and limitations to utilize p53 as the predictive biomarker of endocrine therapy resistance in Luminal Breast Cancer.
Blok saraf perifer merupakan salah satu teknik regional anestesi yang memiliki banyak manfaat. Penggunaan blok saraf perifer di Asia, Eropa, Amerika, dan Australia sudah mulai meningkat. Data yang ada saat ini menunjukan bahwa penggunaan, jenis, teknik, dan obat untuk blok saraf perifer di negara lain sangat bervariasi. Di Indonesia khususnya wilayah Jawa Barat belum terdapat data mengenai penggunaan, jenis, teknik, dan obat blok saraf perifer. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penggunaan, jenis, teknik, dan obat yang digunakan untuk blok saraf perifer di Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama bulan Maret 2018. Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada 120 dokter spesialis anestesi di Jawa Barat, 66 melalui jasa pos dan 54 kuesioner diberikan langsung kepada dokter spesialis anestesi yang bekerja di Bandung. Angka respons yang didapatkan sebesar 51,3%. Dari penelitian ini didapatkan dokter spesialis anestesi yang melakukan blok saraf perifer pada tahun 2016 sebesar 44%, blok ankle sebanyak 56%, blok wrist sebanyak 53%, 71% menggunakan blind technique, serta obat paling banyak digunakan adalah bupivakain sebesar 91%. Permasalahan dokter spesialis anestesi di Jawa Barat yang berkaitan dalam pelaksanaan tindakan blok saraf perifer pada tahun 2016 paling banyak disebabkan dokter anestesi yang tidak familiar dengan tindakan blok saraf perifer sebesar 45%.
Penanganan nyeri pada pasien anak merupakan tantangan yang cukup besar bagi dokter spesialis anestesi. Blokade kaudal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang mudah dan sangat efektif sebagai analgetik pada anak yang menjalani operasi di bawah umbilikus. Data yang diperoleh dari Inggris dan Irlandia selama bulan April sampai dengan Juni 2008 menunjukkan bahwa penggunaan blokade kaudal masih rendah (61%). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penggunaan, obat, teknik, dan masalah yang dihadapi pada blokade kaudal di Kota Bandung. Penelitian dilakukan selama bulan Maret hingga April 2018. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 70 dokter spesialis anestesi di kota Bandung yang direspons oleh 64 orang (78%) dengan mengembalikan kuesioner. Dari penelitian ini didapatkan dokter spesialis anestesi yang melakukan blokade kaudal pada tahun 2016 sebesar 55%. Blokade kaudal digunakan untuk kombinasi anestesi dan analgesik pascaoperasi pada 62% responden. Teknik yang digunakan dalam blokade kaudal ini adalah blind technique tanpa alat bantu. Obat yang paling sering digunakan adalah bupivakain (91%). Permasalahan yang dihadapi di Kota Bandung yang mengakibatkan rendahnya penggunaan blokade kaudal adalah keterbatasan waktu tindakan (20%) dan ketersediaan obat dan alat (23%).
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) evaluasi pembelajaran; (4) evaluasi program; dan (5) manfaat dari praktik kerja industri. Jenis penelitian adalah survey. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan taraf signifikansi 5%. Analisis data yang digunakan adalah analisis data diskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aspek perencanaan masuk dalam kategori sangat tinggi dengan skor 89,74 Aspek pelaksanaan menurut persepsi siswa, guru pembimbing dan pembimbing industri, masuk dalam kategori tinggi dengan skor masing-masing 320, 41,43 dan 48,7. Menurut persepsi siswa 19% guru pembimbing kurang dalam melakukan monitoring. Sebagian industri (47%) tidak pernah memberikan masukan pada sekolah. Evaluasi pembelajaran dilakukan oleh semua industri. Pada aspek manfaat, siswa merasakan manfaat yang sangat besar dengan skor 340,16, sekolah merasakan manfaat yang besar dengan skor 8,88, dan industri merasakan manfaat yang besar dengan skor 57,5. THE INDUSTRIAL WORK PRACTICUM MANAGEMENT OF THE MACHINERY TECHNICAL SKILL PROGRAM OF SMK KULON PROGO REGENCYAbstractThis study aims to determine (1) the planning; (2) the implementation; (3) learning evaluation; (4) evaluation program; and (5) the benefits of the industrial work practicum.This study used survey method. The determination of the sample number used the sample size determination according to Isaac and Michael with the significance level of 5%. The data analysis used the descriptive quantitative analysis. The results of the research show that the planning aspects is in the high category with scor is 89,74.. The aspects of the implementation as perceived by students, teachers/ mentors, and industry mentors are in the high category with mean scors each 320, 41,43 and 48,7. According to the students perception there is less guidance from the counselor (19%) in monitoring activities of the industrial work practicum. Some of the industries (47%) never provide input to schools to improve the industrial work practicum. The learning evaluation of the industrial work practicum is performed by all industries. In the benefit aspects of the industrial work practicum, the students get many benefits with scor is 340,16, so do the schools and the industry with scors each 8,88 and 57,5.
Intubasi endotrakea merupakan gold standard dalam manajemen jalan napas. Teknik laringoskopi direk merupakan teknik yang sulit sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan khususnya pada orang yang tidak berpengalaman. Tujuan penelitian ini menilai keberhasilan, lama waktu, dan kemudahan intubasi endotrakea pada manekin menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope dibanding dengan laringoskop Macintosh. Penelitian dilakukan menggunakan metode crossover randomized study melibatkan 23 orang mahasiswa kedokteran di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Oktober 2017. Dari penelitian ini didapatkan keberhasilan intubasi endotrakea menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope lebih tinggi (96%) dibandingkan dengan menggunakan laringoskop Macintosh (65%). Lama waktu intubasi endotrakea rata-rata juga terbukti lebih singkat menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope (32 detik) dibanding dengan laringoskop Macintosh (52 detik). Intubasi endotrakea menggunakan clipon smartphone camera videolaryngoscope lebih mudah (4) dibanding dengan menggunakan laringoskop Macintosh (6). Ketiga variabel menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p<0,05. Simpulan, penggunaan clip-on smartphone camera video laryngoscope untuk intubasi endotrakea memiliki keberhasilan yang lebih tinggi, lama waktu intubasi endotrakea yang lebih singkat, dan intubasi endotrakea yang lebih mudah dibanding dengan menggunakan laringoskop Macintosh.
Background & Objectives: Endotracheal intubation is one of the most potent stimuli as an integral part of general anesthesia with several risks such as a sudden increase in blood pressure and pulse rate. One of the drugs that can be used to prevent hemodynamic spikes in endotracheal intubation is remifentanil. It has rapid onset and peak effect with short duration of action. Various authors have used different doses of this drug. We compared the effect of two different doses of remifentanil on hemodynamic response to endotracheal intubation. Methodology: It was a randomized clinical trial on 35 patients, aged 19-65 y, physical status ASA I-II, body mass index (BMI) 18.5-29.99 kg/m2, who underwent elective surgery under general anesthesia. Subjects were randomly assigned into 2 groups, Group R1, who received remifentanil 0.5 µg/kg intravenously (IV), followed by an infusion @ 0.1 µg/kg/min; and Group R2, who received remifentanil 1 µg/kg followed by 0.1 µg/kg/min intravenously. Systolic, diastolic and mean arterial pressure, and pulse rates were noted on arrival in the operating room T0, then measurements were performed 2 min after induction (T1), 1 min after intubation (T2), and continued at 3 and 5 min after intubation (T3 and T4). The data was analyzed with SPSS v21.0 for Windows. T-test or Mann-Whitney U test was performed to analyze the data. Results: Based on this study, the hemodynamic parameters were significantly lower in systolic blood pressure (113.35 ± 4.66 vs. 107.83 ± 6.37, P = 0.008), diastolic blood pressure (68.88 vs. 61.83 P = 0.004), mean arterial pressure (83.76 vs. 77.28 ± 5.84, P = 0.001) and pulse rate (83.71 ± 8.20 vs. 76.11 ± 9.70, P = 0.013) after 1 min of endotracheal intubation in the remifentanil 1 µg/kg group compared to the 0.5 µg/kg remifentanil group. Conclusion: Administration of remifentanil 1 µg/kg followed by maintenance of 0.1 g/kg/min can cause a statistically significant decrease in blood pressure and heart rate compared to remifentanil 0.5 µg/kg followed by maintenance of 0.1 µg/kg/min, when administered for endotracheal intubation. Abbreviation: BMI: body mass index; IV: intravenously; SBP: Systolic blood pressure; DBP: Diastolic blood pressure; MBP: Mean arterial blood pressure; Key words: Endotracheal intubation; Hemodynamic insult; Remifentanil Citation: Suwarman, Prihartono MA, Azhari GA. Comparison of two different doses of intravenous remifentanil on cardiovascular response to endotracheal intubation: a randomized controlled trial. Anaesth. pain intensive care 2022;26(6):778−783; DOI: 10.35975/apic.v26i6.2047
Context: Endotracheal intubation may cause increased blood pressure and heart rate. The use of fentanyl as pre-intubation medication may blunt the hemodynamic changes. However, fentanyl has side effects of sedation and respiratory depression. Oxycodone is an opioid similar to fentanyl that may be used as preintubation medication with less effects on sedation and respiratory depression. Aims: This study aimed to compare the effect of 150 µg/kg oxycodone and 2 µg/kg fentanyl during induction on post-intubation blood pressure and heart rate changes. Methodology: The study was a double-blind, randomized clinical trial in 40 patients ASA I-II aged between 19-65 years old undergoing elective surgery under general anesthesia. The patients were divided into 2 groups, one receiving 150 µg/kg oxycodone and one receiving 2 µg/kg fentanyl during induction. Blood pressure and heart rate were recorded before induction (T0), before intubation (T1), just after intubation (T2), 3 min after intubation (T3) and 5 min after intubation (T4). Statistical data was analyzed using unpaired t-test and Mann-Whitney test, where p < 0.05 was considered significant. Results: The results showed significant differences (p < 0.05) in MAP ( and #61508;MAP) in every time points assessed (12.15 ± 6.753, 13.40 ± 6.143, and 17.59 ± 7.715 in oxycodone group versus 3.65 ± 3.746, 6.05 ± 4.186, and 9.40 ± 6.484 in fentanyl group, consecutively). This study also showed significant differences (p < 0.05) in heart rate in every time points assessed (3,40 ± 4.212, 8.35 ± 4,891 and 10.45 ± 6.253 in oxycodone group versus -4.80 ± 6.477, -2.15 ± 4.671, and -1.20 ± 6.978 in fentanyl group, consecutively). Conclusions: Administration of 150 µg/kg oxycodone during induction causes smaller increase in post-endotracheal intubation blood pressure and heart rate compared to 2 µg/kg fentanyl. Key words: Blood pressure; Fentanyl; Heart rate; Intubation; Oxycodone; Post-intubation hemodynamic Citation: Suwarman, Rismawan B, Rizky Heiry R. Comparison of 2 µg/kg of fentanyl and 150 µg/kg oxycodone during induction on post-intubation hemodynamics: a randomized clinical trial. Anaesth. pain intensive care 2021;25(1):71–75; DOI: 10.35975/apic.v25i1.1443 Received: 25 September 2020, Reviewed: 4 January 2021, Accepted: 10 January 2021
Intubasi ialah prosedur baku mempertahankan patensi jalan napas dengan melihat secara langsung glotis melalui alat laringoskop. Visualisasi glotis akan lebih jelas pada saat tindakan laringoskopi langsung pada sniffing position. Ketinggian bantal yang berbeda akan memberikan visualisasi glotis yang berbeda pula. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi. Jumlah sampel penelitian 30 orang dengan 2 perlakuan berbeda, yaitu bantal dengan ketinggian 4,5 cm dan 9 cm. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara consecutive sampling dengan mengambil setiap subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Subjek penelitian semua pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juli 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemakaian bantal 4,5 cm dibanding dengan bantal 9 cm terhadap nilai visualisasi glotis. Visualisasi glotis dengan ketinggian bantal yang berbeda pada saat tindakan laringoskopi langsung dinilai menggunakan skala kelas Cormarck-Lehane (CL) dan skor percentage of glotic opening (POGO). Distribusi data dengan uji Shapiro Wilks, nilai p ditentukan menggunakan uji Wilcoxon dan bermakna jika p<0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai skala CL modifikasi kedua bantal berada pada kisaran skala 1 hingga 2c (p=0,007). Skor POGO bantal ketinggian 4,5 cm berada pada kisaran 20-100% dengan rata-rata 69,33±21,48%. Bantal ketinggian 9 cm skor POGO berada pada kisaran 30,00-80,00% dengan nilai ratarata 58,333±15,33% (p=0,001). Simpulan, penggunaan bantal ketinggian 4,5 cm memberikan visualisasi glotis yang lebih baik saat laringoskopi langsung dibanding dengan bantal ketinggian 9 cm.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.