Research, 1994, Vol. 37: 19-27 0028-8233/94/3701-respectively). During winter, all animals were combined and grazed together on perennial ryegrass/white clover pasture, at a pasture residual DM of 1100 kg DM/ha. Pre-grazing herbage mass for red clover and perennial ryegrass/white clover were respectively 3568 and 3706 kg DM/ha in autumn, and 2726 and 2150 kg DM/ha in spring, and 1736 kg DM/ha for perennial ryegrass/white clover in winter. Post-grazing herbage mass for red clover and perennial ryegrass/white clover averaged respectively 1822 and 1882 in autumn and 1705 and 1334 in spring, and 1170 kg DM/ha for perennial ryegrass/white clover in winter. Total nitrogen (N) concentration and organic matter digestibility of both feed on offer and diet selected were higher in red clover than perennial ryegrass/ white clover. Liveweight gain of red clover stags (237 versus 207 g/day) and hinds (197 versus 159 g/day) was significantly higher than that of perennial ryegrass/white clover animals in autumn (P < 0.01) and in spring (346 versus 281; 260 versus 188 g/day; P < 0.001). Weaner stags and hinds grazing red clover forage had significantly higher voluntary feed intake than the comparable animals grazing perennial ryegrass/white clover pasture in both autumn (P < 0.05) or spring (P < 0.001). By 12 months of age, stags grazing red clover were 6 kg heavier and hinds 7 kg heavier than animals grazing perennial ryegrass/white clover forage. All (100%) red clover stags attained the minimum target slaughter liveweight (92 kg liveweight; 50 kg carcass) by 12 months of age at the end of November, compared to 90% of perennial ryegrass/white clover stags. Carcass weights (kg) and dressing percentage (%) of red clover stags were significantly higher than those of perennial ryegrass/white clover stags (58.9 versus 53.3 kg, P < 0.01; 56.2 versus 52.4%, P < 0.001), but the carcass GR was not different (P > 0.05) either before or after being adjusted to equal carcass weight. It was concluded that early venison production from grazed perennial ryegrass/white clover pastures is possible, and that this can be 20New Zealand Journal of Agricultural Research, 1994, Vol. 37 further improved by inputs of red clover. Red clover offers very good potential as a special-purpose forage for venison production.
This research was aimed to describe characteristic of milk candy consisting of physical, chemical, and organoleptic appearances added with ginger and curcuma. Methodology used in this research was Completely Randomized Design with five treatments, P0: control, P1: 0.6% ginger, P2: 1% ginger, P3: 0.6% curcuma, and P4:1% curcuma. Variabels measured were rendement, density, pH, moisture, ether extract, protein, Gross Energy (GE), and organoleptic tests consisting of color, aroma, taste, texture, tenderness, and general acceptance. Results showed that treatments did not show significant effects (P> 0.05) on rendement (40.84%), density (0.933 g/cm 3 ), pH (5.36), moisture (9.63%), ether extract (6%), protein (5.5%), GE (4098 Kcal) and tenderness (4.80%). Treatments decreased acceptance of panelist for aroma (37.5%-13.75%), color (52.50%-18.75%), taste (56.25%-11.25%), texture (47.50%-7.50%) and overall product. The highest modus was found in P0 candy (58.75%). Manufacturing milk into candy type was able to improve the quality of milk; however, addition of ginger and curcuma decreased acceptance of the panelists compared to the one without ginger and curcuma. Key words: caramel, curcuma, ginger, physical-chemical, organoleptic characteristics ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik produk permen susu (karamel) meliputi sifat fisik, kimia, dan organoleptik setelah adanya penambahan jahe dan temulawak. Metode penelitian ini menggunakan Rancang Acak Lengkap pola satu arah terdiri dari lima perlakuan dengan empat ulangan yaitu P0: Kontrol, P1: 0,6% jahe, P2: 1% jahe, P3: 0,6% temulawak, dan P4: % temulawak. Variabel yang diukur meliputi rendemen, kerapatan, pH, kadar air, lemak, protein, Gross Energy (GE) dan uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, keempukan, dan produk secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan jumlah rendemen (40,84%), kerapatan (0,933 g/cm 3 ), pH (5,36), kadar air (9,63%), lemak (6%), protein (5,5%), GE (4098 Kkal) dan keempukan (4,80%). Perlakuan menurunkan tingkat kesukaan panelis dari parameter aroma (37,5%-13,75%), warna (52,50%-18,75%), rasa (56,25%-11,25%), tekstur (47,50%-7,50%) serta produk secara keseluruhan. Modus kesukaan tertinggi pada permen karamel P0 (kontrol) sebesar 58,75%. Pengolahan susu menjadi karamel dapat meningkatkan mutu produk karamel susu namun penggunaan jahe dan temulawak menurunkan persentase tingkat kesukaan panelis dibandingkan dengan karamel tanpa penambahan jahe dan temulawak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian tepung daun senduduk (Melastoma malabathirium L) dalam ransum terhadap fraksi lipid darah dan berat organ dalam pada ayam buras. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2018 sampai 10 Juli 2018 di Commercial Zone and Animal Laboratory (CZAL) dan Laboratorium Peternakan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayam buras berumur 5 minggu, terdiri 5 perlakuan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri 5 ekor ayam buras. Perlakuan tersebut, TO: Kontrol, T1: menggunakan 1,5% daun senduduk, T2: menggunakan 2,5% daun senduduk, T3: menggunakan 3,5% daun senduduk, T4: menggunakan 4,5% daun senduduk. Paramater yang diukur pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 ekor ayam berumur 10 minggu yakni fraksi lipid darah terdiri trigliserida, kolestrol, HDL (high-density lipoprotein), LDL (low-density lipoprotein), VLDL (verry low- density lipoprotein), index perbandingan antara LDL dengan HDL, dan berat organ dalam terdiri berat liver, berat jantung, berat limfa, berat gizzard, berat usus, dan panjang usus. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Uji lanjut menggunakan Uji Duncan’s Multiple Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung daun senduduk (Melastoma malabathricum) dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar kolesterol, berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar LDL-c, kadar index aterogenik, tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap kadar trigliserida, kadar HDL-c, kadar VLDL, dan juga tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap persentase berat hati, jantung, limpa, gizzard, usus, dan panjang usus.Kata Kunci: daun senduduk, ayam buras, fraksi lipid darah, organ dalam
Putranto HD, Soetrisno E, Nurmeiliasari, Zueni A, Gibson B (2010) Recognition of seasonal effect on captive Sumatran Sambar deer reproductive cyclicity and sexual behaviors. Biodiversitas 11: 200-203. The objective of this study was to identify seasonal effect on reproductive cyclicity of a captive female Sumatran sambar deer by monitoring its visual estrus manifestations and visual sexual behaviors in buck during female natural estrus in ex situ habitat. A pair of six years of age Sumatran sambar deer was used in this study.Daily observation of visual estrus manifestations of doe and visual sexual behaviors of buck was conducted using focal-animal sampling by two animal keepers during 0800 to 1700 h from June-July 2009 (dry season) to August-September 2009 (rainy season). Doe visual estrus manifestations include apparent reddening and swelling of the external genitalia, loss of appetite and a natural tendency of the doe to approach the buck. There was no significant effect of season on doe visual estrus manifestations and buck sexual behaviors (p > 0.05),except for loss of appetite and fighting behavior, respectively. Estrus was observed monthly and result of the cycle was 25.00 ± 5.22 days. It is possible to assess non-invasively estrous cycle of Sumatran sambar deer by the observation of visual estrus manifestations and there was less of seasonal effect on doe-buck sexual behaviors during female natural estrus in ex situ habitat.Key words: estrous cycle, sambar deer, seasonal effect, sexual behavior.
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan tanaman obat lokal yang dipergunakan untuk peningkatan produktivitas dan kesehatan ternak ruminansia di Bengkulu. Data diperoleh melalui wawancara terhadap 75 petani di Bengkulu, semi stuktur quisioner dipergunakan sebagai pedoman untuk bertanya seperti nama tanaman yang dipergunakan, bagian yang dimanfaatkan, cara penggunaannya, dan termasuk bahan lain yang ditambahkan. Setiap tumbuhan yang disebut oleh responden dicatat nama lokal untuk identifikasi nama ilmiahnya. Pada penelitian ini studi literatur dipergunakan untuk mengetahui nama ilmiah/latin dan untuk mengetahui kandungan fitokimianya. Data dianalisis secara deskripstif. Hasil penelitian menunjukkan tercatat ada 33 medicinal herbs yang dipakai oleh petani peternak, tanaman tersebut masuk dalam 16 genus dan 14 famili. Medicinal herbs dari famili Zingiberaceae yang terdiri dari 7 species merupakan tanaman yang paling banyak dimanfaatkan, sedangkan 13 famili yang lain diwakili 1 species setiap familinya. Curcuma longa Linn dan Curcuma domestica merupakan medicinal herbs yang paling banyak dipergunakan untuk meningkatkan nafsu makan, mencegah penyakit, bloat, infestasi parasit internal, dan luka. Pemberian tanaman obat secara per oral merupakan metode yang paling banyak dipergunakan diikuti dengan cara topikal. Nama ilmiah dan komponen fitokimia dipelajari berdasarkan studi literatur. Medicinal herbs yang dipergunakan oleh petani peternak kebanyakan merupakan kitchen herbs dengan demikian tanaman ini relatif aman untuk ternak ruminansia.
This research was aimed to identify the development of the population of ducks and find out the management system and marketing patterns of ducks. This research was conducted for four months in Pematang Balam Village, Hulu Palik Subdistrict, North Bengkulu Regency, Bengkulu Province. The method used was the survey method, with interviews directly to farmers. The variables observed were respondent's identity, duck population, maintenance management, and livestock marketing patterns. The results of the study were presented in tabular form, and analyzed descriptively. Based on the results of the study of the population of ducks from 10 respondents were 187 ducks, the management system for raising ducks in Pematang Balam village was still inefficient, and furthermore, the marketing patterns for duck in Pematang Balam Village were carried out by selling through collectors, and determining direct prices by breeders. It was expected that with the identification of population identification and maintenance management and marketing patterns that existed at this time, the development of duck farming could develop well and could have a positive impact on improving the management system.
Daging merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang mudah mengalami kerusakan oleh karena aktivitas mikroorganisme perusak pangan. Bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan salah satu alternatif pengawet alami, karena kandungan komponen bioaktif yaitu alkaloid, polifenol, flavonoid dan minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman daging sapi dalam ekstrakbunga kecombrang (Etlingera elatior) terhadap susut masak, pH dan organoleptik. Penelitian menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) terdir 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan sebagai berikut: P0 = 200g daging sapi (tanpa perlakuan), P1= 200g daging sapi + 200ml aquades + 10 ml ekstrak bunga kecombrang, P2= 200g daging sapi + 200ml aquades + 20 ml ekstrak bunga kecombrang, P3= 200g daging sapi +200ml aquades + 30 ml ekstrak bunga kecombrang, P4= 200g daging sapi + 200ml aquades + 40 ml ekstrak bunga kecombrang. Variabel pengamatan penelitian meliputi susut masak, pH dan organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman daging sapi dalam ekstrak bunga kecombrang (Etlingera elatior) antara 10-40 ml belum dapat digunakan untuk mempertahankan kualitas daging sapi namun cenderung meningkatkan angka kualitas daging sapi sapi pada masa simpan yang lama. Perendaman daging sapi dengan ekstrak bunga kecombrang 40 ml cenderung menghasilkan nilai susust masak, dan pH daging sapi yang lebih baik pada masa simpan yang lama (susut masak 33,70-46,54 dan pH 5,25-6,08). Pada warna dan bau perendaman daging dengan ekstrak bunga kecombrang memiliki bau, warna dan tekstur yang lebih baik pada masa simpan yang lama (bau 4,06-4,48 yakni berbau khas daging, warna 2,85-3,84 yakni warna merah gelap dan 1,88-3,55 yakni agak lembek). Daging sapi dengan perendaman ekstrak bunga kecombrang yang disimpan sampai dengan 12 jam masih layak untuk dikonsumsi.Kata Kunci : bunga Kecombrang, daging sapi, susut masak, pH, organoleptik
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman telur ayam ras dalam air rebusan daun melinjo terhadap karakteristik organoleptik, warna kuning, pH dan total mikroba telur ayam ras. Penelitian ini menggunakan 180 butir telur ayam ras. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebanyak 4 perlakuan dan 4 ulangan dengan lama penyimpanan 14 dan 21 hari. Perlakuan terdiri atas P0 = 0%, P1 = 15%, P2 = 30%, P3 = 45% air rebusan daun melinjo (Gnetum gnemon L). Variabel yang diamati yaitu organoleptik meliputi bau, tekstur dan rasa, warna kuning; pH dan total mikroba isi telur. Data organoleptik dianalisis secara deskiptif. Data warna kuning telur, pH dan total mikroba dianalisis menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan uji DMRT jika terdapat perbedaan. Hasil pengujian mutu hedonik dan hedonik bau menunjukkan bahwa perlakuan P2 dan P3 penyimpanan 21 hari mempengaruhi nilai dan kesukaan bau telur mentah maupun masak. Hasil pengujian mutu hedonik dan hedonik tekstur menunjukkan bahwa semua perlakuan pada penyimpanan 14 dan 21 hari tidak meningkatkan nilai dan kesukaan tekstur putih telur maupun kuning telur. Hasil pengujian mutu hedonik dan hedonik rasa menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan P3 penyimpanan 14 hari dan semua perlakuan pada penyimpanan 21 hari mempengaruhi nilai dan kesukaan rasa putih telur maupun kuning telur. Hasil pengujian warna menunjukkan bahwa perlakuan P2 dan P3 penyimpanan 14 hari serta perlakuan P1, P2 dan P3 penyimpanan 21 hari dapat meningkatkan warna kuning telur. Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa lama penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai pH. Hasil pengukuran TPC menunjukkan bahwa lama penyimpanan menyebabkan terjadinya kenaikan nilai TPC.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.