AbstrakMetode analisis nitrit dan nitrat perlu dikembangkan untuk memonitor kualitas air minum. Kualitas air sumur untuk parameter nitrit dan nitrat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kedalaman air sumur. Penelitian ini bertujuan menganalisis nitrit dan nitrat menggunakan asam p-aminobenzoat (PABA) pada air sumur di daerah perkotaan Yogyakarta. Analisis nitrit didasarkan pada reaksi antara ion nitrit dengan PABA yang membentuk senyawa azo dengan panjang gelombang maksimum 546 nm. Kedalaman air sumur di daerah Catur Tunggal rata-rata > 10 m. Kadar nitrit dan nitrat pada air sumur adalah 0,05-0,09 dan 8,22-36,58 mg/L. Kadar nitrit dan nitrat tersebut memenuhi baku mutu dan aman untuk dikonsumsi. Konsentrasi nitrit dan nitrat pada air RO adalah 0,05 dan 2,72-59,57 mg/L. Kadar nitrit pada air RO tidak memenuhi baku mutu sedangkan kadar nitrat memenuhi baku mutu kecuali RO 5.Kata kunci: air sumur, asam p-aminobenzoat, kualitas air minum, nitrat, nitrit. AbstractThe method for analysis nitrite and nitrate had to developed to monitor the drinking water quality. PENDAHULUANPeningkatan jumlah penduduk perkotaan akan meningkatkan kebutuhan air bersih. Salah satu sumber air bersih adalah air tanah. Peranan air tanah semakin lama semakin penting karena air tanah menjadi sumber utama air untuk memenuhi kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi, perkotaan, dan lain-lain (Zeffitni, 2012). Salah satu pemanfaatan air tanah sebagai sumber air minum adalah penggunaan air sumur. Oleh karena itu, air sumur harus memenuhi parameter kualitas air minum seperti kandungan nitrit dan nitrat.Senyawa nitrogen (nitrit, nitrat dan amonia) di perairan secara alami berasal dari metabolisme organisme perairan dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri (Indrayani dkk., 2015). Selain itu, nitrit dan nitrat di alam dapat dihasilkan secara alami maupun dari aktivitas manusia. Sumber alami nitrit dan nitrat adalah siklus nitrogen sedangkan sumber dari aktivitas manusia berasal dari penggunaan pupuk nitrogen, limbah industri dan limbah organik manusia. Pembentukan nitrit dan nitrat pada siklus nitrogen terjadi melalui proses fiksasi nitrogen oleh bakteri Rhizobium, nitrifikasi dan dinitrifikasi oleh bakteri Pseudomonas denitrifican. Nitritifikasi melibatkan dua proses yaitu nitritasi oleh bakteri Nitrosomonas dan nitratasi oleh bakteri Nitrobacter. Pada kondisi anaerob, nitrat adalah bentuk nitrogen yang cukup stabil tetapi dapat direduksi menjadi nitrit melalui proses nitratasi (Rosca dkk., 2009).
Most of the land beach border Village Bintarore has been controlled and owned by the community. The purpose of this research are (1) to know the kind of land tenure, land ownership, land use and land utilization; (2) Land Office Policy in Bulukumba Regency granting land rights; (3) the suitability of the land use and land utilization with RTRW. The research was conducted using qualitative methods for data analysis, survey and interview methods for data collection and the use of the census method. Based on the results of the study are known: (1) land on the beach border Village Bintarore is controlled by the Government, the public and legal entities. Types of landholdings consists of State land and land ownership rights. Type of land use consists of the use of the open land for housing, services, government agencies, religious services, rental services, workshop, warehousing, graves, sports field, industry, trade and services mix. Land utilization type consists of utilization as a place of residence, mix, economic, social, agricultural and not utilized; (2) Bulukumba District Land Office do policies to keep providing land rights in the area of the border of the Bintarore Village beach, (3) there are 87,19% mismatch between the use and utilization of land at Bintarore Village beach border with RTRW.Keywords: IP4T, RTRW, beach border. Intisari: Sebagian besar tanah sempadan pantai Kelurahan Bintarore telah dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuan penelitian untuk mengetahui (1) Jenis penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; (2) Kebijakan Kantor Pertanahan Kabupaten Bulukumba dalam pemberian hak atas tanah; (3) Kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan RTRW. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei dan wawancara serta menggunakan metode sensus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui: (1) Tanah di sempadan pantai Kelurahan Bintarore dikuasai oleh pemerintah, masyarakat dan badan hukum. Jenis pemilikan tanah terdiri dari tanah negara dan tanah hak milik. Jenis penggunaan tanah terdiri dari penggunaan untuk perumahan, tanah terbuka, jasa instansi pemerintah, jasa peribadatan, jasa sewa, perbengkelan, pergudangan, kuburan, lapangan olahraga, industri, jasa perdagangan dan kebun campuran. Jenis pemanfaatan tanah terdiri dari pemanfaatan sebagai tempat tinggal, campuran, ekonomi, sosial, pertanian dan tidak dimanfaatkan; (2) Kantor Pertanahan Kabupaten Bulukumba melakukan kebijakan untuk tetap memberikan hak atas tanah di kawasan sempadan pantai Kelurahan Bintarore (3) Terdapat 87,19% ketidaksesuaian antara penggunaan dan pemanfaatan tanah di sempadan pantai kelurahan Bintarore dengan RTRW.Kata Kunci: IP4T, RTRW, sempadan pantai.
Berdasarkan hasil studi dari tim revisi peta gempa Indonesia (dalam Irsyam, M, dkk, 2010) struktur geologi aktif yang melewati Kota Palu adalah berupa PKF (Palu Koro Fault) dan MF (Matano Fault) keduanya merupakan sesar aktif yang banyak dijumpai disekitar lembah Palu. Rentetan bencana yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 disebabkan adanya pergerakan tektonik pada Patahan Palu Korro. Oleh sebab itu Kota Palu diharuskan memiliki tindakan mitigasi bencana. Setelah adanya zonasi ruang rawan bencana di Kota Palu dan sekitarnya yang membagi Kota Palu menjadi 4 Zonasi yaitu ZRB 4, ZRB 3, ZRB 2 dan ZRB 1. Kemudian adanya Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah yang direncanakan untuk dibangun hunian tetap untuk korban bencana yang bertampalan dengan ZRB 3, dimana dalam zonasi ini ada larangan untuk membangun hunian baru diatasnya serta ada yang bertampalan dengan hak kepemilikan masyarakat. Sehingga perlu adanya tindakan mitigasi bencana berupa Peta Potensi Pengadaan Tanah Berbasis Kebencanaan. Dalam peta ini memberikan informasi lokasi-lokasi yang berada diluar ZRB 4 dan ZRB 3 serta tidak bertampalan dengan Hak Kepemilikan Masyarakat.
New rice field creating ‘Pencetakan sawah’ is more often seen from the physical aspects of the creation of rice fields but has not touched on how to create Farmer's Communities which have a control power over their land.Land Arrangement that should become a control instrument of the land utilization unfortunately is not being used as a consideration towards making sustainable food crops land. This research usesa descriptive qualitative methodwith purpose to identifying the determined location and the prospective farmers, knowing the ownership pattern, and knowing the role of the Ministry of ATR/BPN inimplementation of the farmers' land assets affirmation.The results are,There is an incorrect location determination that causing 237 hectareof the new rice fields to be flooded and some farmers are not settled in Masta Village. The land tenure pattern after will tend to follow the land tenure pattern before the opening rice field program occurs. The Farmers' land assets affirmation is carried out to protect farmers, and also to become as the land function utilization convertion control.Keywords : new rice field creating, food security, sustainable, land arrangement.Intisari: Pencetakan sawah baru ini lebih sering dilihat dari aspek fisik terciptanya sawah tetapi belum menyentuh bagaimana terciptanya masyarakat tani yang memiliki hubungan penguasaan dengan tanahnya. Penataan pertanahan yang seharusnya menjadi instrumen pengendali pem-anfaatan tanah sayangnya tidak digunakan sebagai pertimbangan mewujudkan tanah untuk tana-man pangan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan tujuan mengetahui bagaimana penentuan lokasi dan calon petaninya, mengetahui pola pe-nguasaannya, dan mengetauhi peran ATR/BPN dalam penguatan aset tanah petani. Hasil penelitian ini didapat bahwa terdapat penentuan lokasi yang tidak tepat mengakibatkan 237 ha lahan sawah baru menjadi tergenang banjir dan beberapa petani tidak berdomisili di Desa Masta. Pola Penguasaan Tanah setelah dicetak akan cenderung mengikuti pola penguasaan tanah se-belum dicetak, dan penguatan aset tanah petani dilaksanakan untuk melindungi petani, juga se-bagai bentuk pengendali alih fungsi penggunaan tanah.Kata Kunci : cetak sawah baru, ketahanan pangan, keberlanjutan, penataan pertanahan.
The long harvest time causes the processing industry manufactured from teak wood (Tectona grandis L. f.) has experienced a lot of declines. To overcome this problem, currently, in Indonesia many types of fast-growing teak have been developed, one of which is Jati Unggul Nusantara (JUN). Trees that are accelerated in growth, are likely to cause changes in their anatomical structure. The anatomical structure of wood is one of the basic properties that greatly influences the use of wood as a raw material. Even small changes in cell shape and size can change the properties of wood as a raw material. One of the anatomical structures of wood, namely the ultramicroscopic structure that affects the quality of wood, is the microfibril angle (MFA). The purpose of this study is to determine the MFA of JUN at the planned cutting age of 5 years, compared to conventional teak at the same age. There are two methods used, namely using X-Ray Diffraction (XRD) and measuring the elongation of the pit apertures slope of the fiber cells using a light microscope, which was obtained from the maceration process. As a result, JUN's MFA is 22.09°, smaller than the conventional teak of 25.29°. This is because JUN was developed from top cuttings so although still young, it already reflects the characteristics of mature teak. The results of the MFA measurements on JUN using two methods (XRD and light microscope), resulted different values. It is different from the MFA measurement results on conventional teak. It is recommended to measure the MFA in JUN wood by using XRD, because possibly, due to accelerated growth, simple pits with an oval shape turn into circular. This difference causes the results of the JUN MFA measurement using a light microscope based on the pit apertures slope to be inconsistent, subjective, and different results in other pits contained in the fiber even though they are closely associated. However, in conventional teak, measurements using a light microscope are possible because the shape of the pit is oval so that the slope of the elongation of the pit aperture can be determined easily, and is more consistent with more uniform values in the same individual fiber
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
334 Leonard St
Brooklyn, NY 11211
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.