<p>Kota Bitung sebagai salah satu kawasan strategis dan pusat perekonomian di Sulawesi Utara, berpotensi terdampak oleh bencana tsunami karena berada di pesisir Laut Maluku yang bisa menjadi lokasi pusat gempabumi besar pemicu tsunami. Untuk mengetahui potensi area terdampak dan waktu tiba tsunami di wilayah Bitung, dilakukan pemodelan penjalaran tsunami dengan skenario gempabumi Mw 7,9 dengan episenter di Laut Maluku menggunakan perangkat lunak TUNAMI-N2 (<em>Tohoku University’s Numerical Analysis Model Investigation of Tsunami No 2</em>). Data yang digunakan berupa parameter skenario gempabumi pembangkit dan data elevasi. Data elevasi terdiri dari data topografi primer hasil pengukuran lapangan menggunakan altimeter digital dan data sekunder berupa data batimetri dari GEBCO (<em>General Bathymetric Chart of The Ocean</em>) dan data topografi daratan SRTM (<em>Shuttle Radar Topographic Mission</em>) dari USGS (<em>United States Geological Survey</em>). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa tsunami pertama kali mencapai di wilayah Bitung tepatnya di pantai timur Pulau Lembeh pada detik ke-520 setelah gempabumi. Ketinggian maksimum tsunami bisa mencapai 7,625 meter, sedangkan inundasi terjauh dan potensi area tergenang masing-masing mencapai 750 meter dan 2,1 km<sup>2</sup>. Lokasi dengan tingkat bahaya tertinggi ada di sebelah barat Pelabuhan Bitung karena topografi yang landai dan berhadapan dengan perairan yang berbentuk teluk sehingga terjadi amplifikasi gelombang. Pantai yang berbentuk teluk ini juga menyebabkan gelombang tertinggi terjadi pada gelombang yang kedua.</p>
Penentuan waktu tiba gelombang P cukup sulit apabila Signal to Noise Ratio (SNR) rendah. Pemfilteran sinyal dengan rentang frekuensi yang sesuai dapat meningkatkan SNR, namun apabila rentang frekuensi tidak sesuai, fase gelombang P akan terdistorsi dan penentuan waktu tiba gelombang P tidak tepat. Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh penggunaan 3 jenis filter Butterworth orde 5 pada waktu tiba gelombang P. Jenis filter Butterworth kausal yang digunakan yaitu, filter lowpass 2 Hz, bandpass 2-6 Hz, dan highpass 6 Hz. Hasilnya, secara umum penggunaan filter memberikan efek keterlambatan fase dan pelemahan impuls awal gelombang P yang menyebabkan kesalahan penentuan waktu tiba gelombang P. Jenis filter yang paling bagus digunakan adalah filter bandpass karena kesalahan penentuan waktu tiba gelombang P rata-rata 0,271 detik. Hal ini disebabkan karena gelombang P memiliki frekuensi dominan rata-rata 3,83 Hz. Sementara itu, pemfilteran dengan lowpass dan highpass rata-rata kesalahan masing-masing sebesar 2,183 detik dan 0,347 detik.
The tsunami early warning system in Bitung does not work optimally, because there is no buoy as a marine equipment for tsunami validation before reaching the coastal area. The lack of buoy can be replaced by placing a tide gauge on the east coast of Lembeh Island. To determine the optimal tide gauge location, the simple additive weighting (SAW) method was used with three criteria. Those three criteria are the potential of tsunami detection, sufficient evacuation time, and an appropriate site for tide gauge installation. Numerical tsunami modeling is used to calculate the first two criteria. The third criterion is a limiting factor, because the tide gauge can only be installed on the dock. Therefore, there were only five candidate locations on the east coast of Lembeh, namely Dorbolang, Pancuran, Posokan, Motto, and Lirang. The result, Posokan is the best location for tide gauge placement with a total score of 2.884. Based on the simulation, an additional tide gauge in Posokan can detect tsunami at the average of 11.4 minutes earlier than use only the tide gauge currently available at Bitung port. It means that people on the coast of Bitung have more evacuation time before the tsunami hits the coastal area.
On September 28, 2018, the Palu-Koro fault released the accumulated stress that caused the earthquake. An earthquake with magnitude 7.5 caused large and massive damage around Palu. There were many aftershocks along the Palu-Koro fault. This research aims to calculate a model of spatial Coulomb stress based on this event to find a correlation between mainshock and the aftershocks. The slip distribution was used as an input of the spatial stress Coulomb modeling to increase the accuracy. We use the Teleseismic Body-Wave Inversion method to calculate slip distribution along the fault plane. As a result, this earthquake was generated by the Palu-Koro fault movement with Mw 7.48, strike 350°, dip angle 67°, and rake -9°. There are three asperity zones along the fault plane located in the north and southern parts of the fault plane. The location of the most energy discharge is in the south asperity zone of the fault plane model with a maximum slip value of 1.65 meters. The spatial Coulomb stress change of this event shows that aftershocks concentration are in areas experiencing increased stress after the earthquake.
Salah satu syarat penempatan stasiun seismik yang baik yaitu sensor seismik harus diletakkan di atas batuan dasar dengan tujuan untuk meminimalisir faktor amplifikasi gelombang yang berpengaruh pada penentuan magnitudo gempabumi. Pada penelitian ini dilakukan analisis karakteristik tanah lokasi sensor seismik pada 22 stasiun seismik yang tersebar di Pulau Jawa. Data sinyal seismogram getaran natural dari masing-masing stasiun dianalisis menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) untuk mendapatkan nilai faktor amplifikasi (Ao) dan periode dominan (Tdom) tanah. Untuk penentuan jenis tanah di lokasi stasiun seismik, digunakan nilai periode dominan (Tdom) tanah. Dari 22 stasiun seismik, sejumlah 36,4% berlokasi pada tanah lunak, 13,6% pada tanah medium, 22,7% pada tanah keras, dan 27,27% terletak pada batuan. Sejumlah 10 stasiun seismik memiliki faktor amplifikasi lebih dari 2 kali lipat, dengan nilai tertinggi 7,73 kali pada stasiun CNJI (Cianjur, Jawa Barat) dan nilai terendah 0,89 pada stasiun TNGI (Tangerang, Banten). Tidak hanya efek tapak lokal namun perlakuan terhadap sensor juga mempengaruhi nilai amplifikasi gelombang di stasiun.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.