Penelitian ini merupakan studi awal untuk meneliti tempurung kelapa khususnya tempurung kelapa muda, karena merupakan limbah yang jarang dimanfaatkan. Tempurung kelapa muda di keringkan dan dipisahkan dari serabutnya, kemudian dibentuk berupa setengah lingkaran dan disusun menjadi panel akustik. Panel akustik tersebut terdiri dari susunan setengah lingkaran dengan diameter 10 cm yang disusun secara cembung, cekung, cembung dengan pemberian lubang, dan cembung pemberian lubang dengan diisi bahan absorber. Pengujian dilakukan dengan mengacu pada ISO 354, pengujian ini terdiri dari penentuan nilai koefisien absorbsi bahan, pola hamburan panel, dan penentuan nilai koefisien hamburan. Tujuan dari penelitian ini selain resonator memiliki nilai estetika mata juga akan memiliki nilai lebih dalam akustik ruang. Akustik ruang yang dimaksud adalah suatu ruang yang memerlukan treatment khusus dalam akustik misalnya ruang studio music, broadcast, tempat ibadah, home taeter, ruang music, dan lain-lain. Dari hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh nilai koefisien absorbsi (α) yang cukup signifikan pada frekuensi 1000 Hz. Untuk panel akustik berupa susunan tempurung cembung memiliki nilai α = 0,7, sedangkan tempurung yang terdiri dari susunan cekung memiliki α = 0,03. Penambahan panel tempurung kelapa muda yang disusun secara cembung dan cekung dapat menurunkan nilai SPL di atas frekuensi 1500 Hz dan penurunannya sama antara tempurung yang disusun secara cembung dan cekung. Pemberian lubang pada tempurug yang disusun secara cembung menurunkan nilai SPL pada frekuensi 1000 Hz. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian porosi/ lubang pada tempurung yang disusun cembung dan diisi ampas tebu mampu mengurangi SPL pada frekuensi di atas 1000 Hz.
Permasalahan gema pada ruang besar (auditorium) dapat diatasi dengan pemberian absorber. Namun pemberian absorber permasalahan distribusi bunyi yang tidak merata akan kembali muncul. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan penggabungan dua fungsi material yaitu sebagai resonator dan diffuser yang kemudian disingkat refuser. Bahan yang digunakan adalah tempurung (batok) kelapa. Batok kelapa dipotong persegiempat dengan ukuran 3 cm × 3 cm, dengan pemberian lubang ditengahnya sekitar 1 mm dan disusun menyerupai mosaic. Mosaic dipadukan dengan rockwool menjadi refuser (resonator-difuser). Pembuatan refuser selain sebagai resonator juga diharap mampu mendiffuskan bunyi (diffuser). Pengujian yang dilakukan terdiri dari dua macam pengukuran yaitu menentukan nilai koefisien absorbsi (α) dan noise reduction (NR). Metode pengujian menggunakan metode tabung impedansi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan refuser dalam mengabsorbsi dan mengisolasi bunyi. Hasil dari pengujian didapatkan penambahan mosaic (batok kelapa) mampu meningkatkan nilai α pada frekuensi 250 Hz menjadi dua kali lipat menjadi 0,64. Sehingga dapat dikatakan bahwa refuser tersebut mampu bertindak sebagai resonator. Sedangkan nilai NR menunjukkan, penambahan mosaic meningkatkan nilai NR pada frekuensi di atas 1000 Hz (30-40 dB). Sehingga selain mampu digunakan sebagai absorber pada frekuensi rendah (250 Hz) juga mampu mereduksi bunyi pada frekuensi tinggi (≥ 1000 Hz).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.