Bobot karkas adalah bobot ternak yang sudah disembelih, dikuliti, dan telah dipisahkan bagian kepala, jeroan, keempat kaki mulai dari persedian carpus atau tarsus ke bawah. Jumlah sampel yang diambil yaitu 20 sapi jantan dan 24 sapi betina. Panjang tubuh diukur dari bongkol bahu (tuberositas humeri) sampai ujung tulang duduk (tuber ischii) menggunakan roll meter dan untuk lingkar dada diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada belakang bahu. Karkas yang sebelumnya sudah dikurangi bagian kepala, kulit, keempat kaki bagian bawah termasuk karpal dan tarsal, isi rongga dada, dan isi rongga perut dihitung beratnya menggunakan timbangan duduk. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan independent t-test kemudian dianalisis dengan regression metode linear. Hasil pengukuran lingkar dada dan panjang tubuh pada sapi bali diketahui bahwa hasil rerataan lingkar dada sapi bali jantan yaitu 161,4 cm sedangkan pada sapi bali betina 157,2 cm, panjang tubuh sapi bali jantan yaitu 129,5 cm dan betina 116,6 cm, rerataan dari berat karkas pada sapi bali jantan yaitu 171,87 kg sedangkan pada sapi bali betina 115,43 kg. Hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi pada sapi bali jantan Y=0,0005 D2P dengan koefisien korelasi (R)=0,991 sedangkan betina Y=0,0004 D2P dengan koefisien korelasi (R)=0,994. Hal tersebut menunjukkan bahwa panjang tubuh, lingkar dada, dan berat karkas mempunyai keeratan karena mendekati angka 1. Berdasarkan hasil analisis regression metode linear diketahui laju perubahan berat karkas pada sapi bali jantan lebih tinggi daripada sapi bali betina sehingga sapi bali jantan lebih ekonomis untuk dipotong karena memiliki persentase berat karkas lebih tinggi daripada sapi bali betina.
Penelitian ini bertujuan untuk menduga bobot karkas pada sapi bali jantan dan betina dengan menggunakan bobot hidupnya. Hal tersebut dapat membantu peternak dan pembeli sapi untuk menduga bobot karkas menggunakan bobot hidup. Penelitian ini menggunakan sampel yaitu sapi bali sebanyak 20 ekor jantan dan 24 ekor betina yang dipotong di Rumah Potong Hewan Mambal. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengukuran langsung pada bobot hidup dan bobot karkas. Data yang diperoleh dianalisis dengan independent t-test kemudian dianalisis dengan regression metode power. Hasil rata-rata pengukuran dari bobot hidup pada sapi bali jantan yaitu 312,55±13,96 kg sedangkan pada sapi bali betina 247,00±6,96 kg serta hasil rata-rata pengukuran dari bobot karkas pada sapi bali jantan yaitu 171,87±9,14 kg sedangkan pada sapi bali betina 115,43±3,33 kg. Nilai koefisien korelasi yang didapatkan untuk sapi bali jantan adalah 0,954 sedangkan untuk sapi bali betina adalah 0,918. Nilai koefisien deteminasi (R2) yang didapatkan untuk sapi bali jantan adalah 0,91 dan untuk sapi bali betina adalah 0,843 sehingga ditemukan hubungan yang erat antara bobot hidup dengan bobot karkas pada sapi bali jantan dan betina. Hasil penelitian ini menunjukkan bobot karkas dapat diduga menggunakan bobot hidup dengan persamaan pada sapi bali jantan yaitu Y= 0,208X1,168 sedangkan pada sapi bali betina yaitu Y=0,763X0,911. Berdasarkan hasil analisis regression metode power dapat diketahui laju perubahan bobot karkas pada sapi bali jantan lebih tinggi daripada sapi bali betina sehingga sapi bali jantan lebih ekonomis untuk dipotong karena memiliki persentase bobot karkas lebih tinggi daripada sapi bali betina.
The purpose of the study was to determine the differences in management and organoleptic quality of male bali beef from slaughterhouses in Denpasar and Badung districts. The material used was male bali beef in the Longissimus Dorsi (LD) muscle which was cut at different abattoirs. The abattoirs are Mambal Slaugtherhouse, Pesanggaran Slaugtherhouse, and Darmasaba Slaugtherhouse. This study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments where three abattoirs were treated and 4 replications (4 times the frequency of collection) were assessed by 20 semi-trained panelists. The variables observed were the general description of abattoir management and organoleptic data of meat, namely color, aroma, texture, taste, tenderness, and overall acceptance. Data on management differences were analyzed descriptively and organoleptic data for meat were analyzed non-parametrically with Kruskal Wallis if there was a significant difference followed by the Man Witney test between the two treatments. The results of this study indicate that there is almost the same management in the government-run slaugtherhouse, namely the Mambal Slaugtherhouse, and the Pesanggaran Slaugtherhouse. The management in these two RPHs has met the SNI (Indonesian National Standard) while the community-managed slaugtherhouse, namely the Darmasaba slaugtherhouse, the management is not in accordance with the SNI standard.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.