Teknik pembelajaran daring sudah tidak asing diterapkan di berbagai institusi pendidikan karena memiliki berbagai kelebihan yang menjadi solusi sementara untuk keberlangsungan kegiatan belajar mengajar selama pandemi COVID-19. Namun kompetensi tenaga pendidik dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran daring masih belum merata, khususnya pada daerah marginal dengan keterbatasan akses. Mitra kegiatan adalah sub bidang Misi GKY Puri Indah yang memiliki Bimbingan Belajar (Bimbel) yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Kegiatan ini dibutuhkan oleh mitra karena 31 guru yang ditugaskan pada Bimbel tersebut merupakan lulusan Teologi dan tidak punya pembekalan keterampilan mengajar. Pelaksanaan kegiatan mengadopsi metode Gagne yang terdiri dari 9 tahapan dalam pelaksanaan kegiatan. Hasil pengolahan data survey pra kegiatan menunjukkan mayoritas peserta terbiasa menggunakan teknologi dalam proses komunikasi seperti sosial media, akan tetapi hanya <10% peserta (N=31) yang memahami metode pembelajaran dengan learning management system. Hasil pengolahan data menunjukan terdapat korelasi positif yang kuat antara penerimaan teknologi (technology acceptance model) dan kesiapan peserta dalam kegiatan pembelajaran berbasis daring (online learning readiness) r(31)= .682, p < 0.000. Evaluasi kegiatan dilakukan secara komprehensif, mulai dari observasi pelaksanaan kegiatan, evaluasi pasca kegiatan melalui e-polling untuk memberikan feedback bagi penyelenggara, maupun feedback untuk peserta yang diserahkan kepada pengurus Bidang Misi GKY Puri Indah dalam bentuk laporan.
<p>Violence Against Women (VAW), in its various forms, has become a global issue for many years; it is specifically considered a violation of human rights. With all the efforts of numerous institutions, like UN Women, VAW is still prevalent in many countries, including Indonesia. The obliviousness and never-ending occurrence of VAW in Indonesia seem to encourage some activists, both in and outside the country, to initiate movements with the help of digital media (specifically social media). One of the activist groups is Jakarta Feminist. A study shows that Jakarta Feminist is using social media to both disseminate activism information and mobilize actors. However, no study has discussed how that relates to their role as Track 6 in Multi-Track Diplomacy. This paper argues that, with its nature as a new media (emphasizes participatory culture), social media could support the implementation of MTD to abolish VAW issues in Indonesia, particularly looking at the growth of activism groups – Jakarta Feminist and/ or SEAFAM. Employing the desk research and observation methods, this paper aims to describe the role of social media in the implementation of MTD. This paper finds that social media plays a significant role as a supporting tool for Jakarta Feminist in performing their role as an activist group – Track 6. Moreover, through Instagram, Jakarta Feminist could generate power with and within their followers through educative content (Track 5) and dissemination of relevant information (Track 9). By doing so, they could hold a grassroots movement (Track 4) – Women's March, then influence the government’s decision as Track 1.</p><p><strong>Bahasa Indonesia Abstract:</strong> Kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk telah menjadi isu global dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sudah dianggap secara spesifik sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dengan seluruh upaya dari berbagai institusi, seperti UN Women, kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi masalah besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Elemen kejelasan dan peristiwa yang tidak pernah berhenti terjadi dalam kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mulai memancing beragam aktivis, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memulai gerakan-gerakan dengan bantuan media digital (khususnya media sosial). Salah satu kelompok aktivis tersebut adalah Jakarta Feminist. Sebuah studi menunjukkan bahwa Jakarta Feminist menggunakan sosial media sebagai sarana diseminasi informasi aktivis dan mobilisasi aktor. Namun, belum ada studi yang membahas bagaimana hal tersebut berkaitan dengan peran aktivis sebagai bagian dari Jalur 6 dalam Diplomasi Multi-Jalur. Naskah ini berpendapat bahwa sosial media, dengan naturnya sebagai media baru (penekanan pada budaya partisipasi), dapat mendukung implementasi Diplomasi Multi-Jalur untuk memberantas isu kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, terutama melihat pertumbuhan kelompok-kelompok aktivis seperti Jakarta Feminist dan/atau SEAFAM. Dengan menggunakan metode penelitian meja dan observasi, naskah ini bertujuan untuk menjelaskan peran sosial media dalam implementasi Diplomasi Multi-Jalur. Naskah ini menemukan bahwa media sosial memainkan peran yang signifikan sebagai alat pendukung bagi Jakarta Feminist untuk menjalankan peran mereka sebagai kelompok aktivis dan bagian dari Jalur 6. Selain itu, melalui Instagram, Jakarta Feminist dapat menghasilkan energi dan semangat di antara pengikut mereka melalui konten-konten edukasi (Jalur 5) dan diseminasi informasi yang relevan (Jalur 9). Dengan demikian, mereka dapat terus menjaga eksistensi pergerakan akar rumput (Jalur 4) dalam bentuk demonstrasi perempuan dan dapat memengaruhi keputusan pemerintah sebagai Jalur 1.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.