Kebijakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan memerlukan dukungan data penangkapan ikan yang akurat. Salah satu cara untuk memperoleh data hasil tangkapan ikan adalah penggunaan log book penangkapan ikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan penggunaan log book secara manual banyak mengalami kendala. Berdasarkan data tahun 2013, dari 189.800 kapal dengan kewajiban melaporkan log book, hanya 6.507 kapal (3,43 %) yang sudah melaporkan log book. Untuk mengatasi kendala dalam pengisian log book penangkapan ikan secara manual, telah dikembangkan teknologi elektronik log book selama kurun waktu 2011-2014. Untuk penerapan e-log book di Indonesia, diperlukan suatu kajian yang menguraikan aspek teknis dari teknologi e-log book, perbandingan penerapan e-log book di sejumlah negara, serta strategi penerapannya di bidang perikanan di Indonesia. Penerapan e-log book di Indonesia dapat dilakukan dengan melihat perbandingan penerapan e-log book penangkapan ikan di negara lain, serta melihat kondisi di Indonesia. Berdasarkan analisis kesenjangan penerapan teknologi e-log book di Indonesia, maka secara teknologi, e-log book yang dikembangkan sudah siap untuk digunakan dalam bidang pengelolaan sumber daya ikan ditinjau dari aspek perangkat keras, perangkat lunak, komunikasi data (satelit dan GSM/GPRS), dan sistem integrator. Sedangkan dari sisi landasan peraturan, perlu dibuat suatu peraturan hukum sebagai landasan bagi penerapan e-log book di Indonesia. Rekomendasi strategi penerapan e-log book adalah sebagai berikut: (i) penerapan penggunaan e-log book dilakukan di pelabuhan perikanan dengan tingkat kepatuhan pelaksanaannya yang tinggi dan di kapal-kapal penangkap ikan yang sudah menggunakan transmitter VMS; (ii) sosialisasi dan pelatihan penggunaan e-log book pada nelayan secara intensif; (iii) pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pelaksanaan e-log book; dan (iv) mengembangkan kerja sama dengan pihak ketiga seperti perusahan di bidang teknologi komunikasi.
Hiu paus merupakan salah satu jenis hiu berukuran terbesar yang ada di dunia dan sudah masuk dalam daftar merah (Red List) untuk spesies terancam IUCN yaitu berstatus terancam punah (endangered). Untuk menjaga agar sumber daya hiu paus tetap terjamin populasinya, maka perlu adanya upaya pengelolaan untuk mendukung pelestarian spesies ini. Dalam makalah ini dibahas tentang strategi pemanfaatan dan penanganan hiu paus yang terdampar di perairan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapang dan wawancara yang dilakukan di Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur. Data dan informasi dihimpun dari penelusuran, dan penelahaan data dan informasi hasil penelitian serta laporan kegiatan yang terkait dengan hiu paus terdampar maupun keberadaannya di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat enam wilayah perairan kemunculan hiu paus di Indonesia, baik yang menetap maupun yang tinggal sementara yaitu di perairan Teluk Cendrawasih, Talisayan, Kaimana, Teluk Gorontalo, Probolinggo, dan Banggai Kepulauan. Jumlah hiu paus yang berada di perairan Indonesia dan tersebar di beberapa wilayah perairan diperkirakan mencapai 253 ekor. dan teramati terbanyak berada di perairan Teluk Cendrawasih sebanyak 131 ekor. Kemunculan hiu paus maupun yang terdampar hampir terjadi setiap tahun dalam kondisi hidup terkadang keadaan mati. Koordinasi antara instansi terkait dan masyarakat dalam menangani dan menyelamatkan hiu paus yang terdampar maupun terjerat jaring saat ini sudah berjalan dengan baik. Terdapat 7 tahapan tata cara penanganan hiu paus terdampar dan ada 4 tahapan dalam rangka menunjang ekowisata hiu paus.Whale shark is one of the largest sharks in the world and on the red list IUCN for endangered species. To ensure that the population of whale sharks remains guaranteed, management efforts are needed to support the conservation of this species. The utilization and handling strategy of the whale sharks that stranded down in several Indonesian waters should be discussed seriously. Field survey method was applied and interview was done in Probolinggo and Situbondo, East Java. Data and information were collected and had been analyzed as well as activities reported that related to whale sharks stranded and their presence in several territorial waters Indonesia waters. The results of the study showed that there were six Indonesia waters area in which whale sharks appeared, both permanent and temporary, namely in Cendrawasih Bay, Talisayan, Kaimana, Gorontalo, Probolinggo, and Banggai Islands. The whale shark number that found in several Indonesian waters had been estimated about 253 individuals and the highest number was found 131 in Cendrawasih Bay. The appearances of whale shark and stranded in Indonesian waters has been almost every year and found in living or in such cases been in dead conditions that trapped in the shallow area. Coordination between related agencies and the community to carry out and rescuing whale sharks stranded or entangled in nets, has been in good progress. There were 7 stages of procedures for handling stranded whale sharks and 4 stages in order to support the ecotourism activities that related with appearances of whale sharks.
As a dominant small pelagic fishery in Bali Strait waters, significant decrease of sardine (lemuru) production was bothering fisheries industries, particularly in Muncar and Pengambengan District in East Java and Bali province. Besides of over exploitation, changing environment condition such as temperature, salinity and thermocline depth, indicated the affect on decreasing of sardine production. The interaction among environment variabels, food source availability (Chl-a) and anthropogenic pressure (fishing effort) generate the number of sardine abundance showed by CPUE (Catch per Unit Effort) value that determined sardine production. The current research aims to analyze the simultant impact of changing environment, food availability and antropogenic pressure on sardine CPUE. Field research was conducted in Bali Strait where primary and secondary fisheries data were gathered at Muncar Fishing Port of Banyuwangi District East Java Province and Pengambengan Fishing Port of Jembrana District Bali Province. Oceanography data such as temperature, salinity, and chlorophyll-a profile were collected from INDESO Model. Data analysis was done by time series analysis of each variabels such as CPUE, SST and SSTA, thermocline depth, chl-a and also the number of trip. Partially analysis of those variabels was done by overlayed one another, and principal component analysis determined to analyze the effect of all those varibales simultaneously on sardine CPUE. Results show that there were an influenced of regional climate phenomenon on the dynamic of environment condition of Bali Strait waters, particularly IOD (Indian Ocean Dipole). The CPUE of sardine was determined by the interaction of environment variabels (SST/SSTA, salinity, thermocline depth), food source availabity (Chl-a) and antropogenic pressure (fishing trip) simultaneously, however SSTA gives a significant negative correlation on CPUE. Regional climate phenomenon might cause an extreme condition in Bali strait waters leading to unstable environment for sardine habitat. Drastically changing habitat condition occured under influenced of extreme condition would lead to disruption of sardine CPUE.
Lobster merupakan komoditas perikanan andalan yang banyak dieksploitasi di perairan Kupang untuk memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri. Hal ini menyebabkan kegiatan penangkapan lobster berlangsung sangat intensif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek biologi dan musim penangkapan lobster. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi ukuran panjang karapas dan berat serta jenis kelamin tiap-tiap jenis lobster yang tertangkap serta hasil tangkapan dan upaya yang dilakukan secara bulanan. Data tangkapan lobster yang dianalisis dicatat selama periode Oktober 2015 - Desember 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat jenis lobster dari kelompok Palinuridae, yaitu lobster bambu (P. versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus). Berdasarkan jumlah individu, tangkapan lobster bambu mendominasi yaitu sekitar 60 % dari tangkapan total. Secara umum ukuran dari semua jenis lobster sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang undangan. Nisbah kelamin yang seimbang dan ukuran rata-rata pertama kali tertangkap lebih besar dari setengah panjang infinitif dan panjang pertama matang gonad menunjukkan bahwa sumber daya lobster masih layak untuk dieksploitasi. Musim penangkapan losbter di wilayah Kupang ini secara umum terjadi pada periode musim penghujan yang mulai dari September sampai Februari. Pembinaan kepada nelayan perlu ditingkatkan agar nelayan tetap patuh pada peraturan perundangan yang berlaku, bahkan dapat diikuti dengan nelayan di wilayah lainnya. Lobster fishery commodity in Kupang. Many lobsters are exploited in these waters to meet domestic and foreign market demand. This led to lobster fishing activities very intensive. The research on lobster resources was conducted to analyze the biology aspect and lobster fishing season. Data included, length of the carapace, individual weight, sex of lobsters and the monthly catches and efforts. The lobster catch data analyzed were recorded during the period of October 2015 - December 2016. The results show that there were four species of lobster from the Palinuridae group,i.e:the ornate spiny lobster (Panulirus ornatus), pronghorn spiny lobster (P. penicillatus), scalloped spiny lobster (P. homarus) and painted spiny lobster (P. versicolor). The catch was dominated by P. versicolor with 60% of the total catch. Generally the size of all lobster species with the regulation concerning the lobster fishing. The balance of sex ratio and the size of Lc of more than 0,5 of Land more than length at first maturity indicates that the lobster resource in Kupang and surrounding waters is still exploited. The losbter fishing season is generally in the rainy season period from September to february. The increase of guidance to fishermen is needed to keep the fishermen the law and regulations, even can be followed by fishermen in other areas.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.