AbstrakPengetahuan risiko, Perilaku pencegahan anemia, Kadar hemoglobin Anemia masih menjadi salah satu masalah kesehatan pada remaja di Indonesia. Remaja putri berisiko terkena anemia sepuluh kali lipat dibandingkan dengan remaja putra. Akibat jangka pendek anemia pada remaja yaitu mudah lelah, lemah, letih dan lesu. Akibat jangka panjang apabila hamil dapat menyebabkan BBLR, angka kematian perinatal, prematuritas. Anemia disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurangnya pengetahuan risiko anemia dan perilaku pencegahan anemia. Menganalisis hubungan pengetahuan risiko anemia dan perilaku pencegahan anemia dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMK Negeri 1 Sukoharjo. Jenis penelitian ini termasuk observasional dengan pendekatan cross sectional.Subyek penelitian sebanyak 54 remaja putri yang dipilih secara simple random sampling. Pengetahuan risiko anemia dan perilaku pencegahan anemia diukur dengan kuesioner yang telah teruji reliablitasnya. Kadar hemoglobin diukur menggunakan alat Hemocue. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson product moment. Rata-rata nilai pengetahuan risiko anemia pada remaja putri adalah 69.7; rata-rata skor perilaku pencegahan anemia adalah 27.1; dan rata-rata kadar hemoglobin remaja putri adalah 11.6 g/dL. Ada hubungan antara pengetahuan risiko anemia dengan kadar hemoglobin pada remaja putri (p=0.001) dan tidak ada hubungan antara perilaku pencegahan anemia dengan kadar hemoglobin pada remaja putri(p=0.481). Kadar Hb remaja putri dapat dioptimalkan melalui peningkatan pengetahuan risiko dan perilaku pencegahan anemia.
Anak-anak dengan sindrom autis memiliki keterbatasan jenis bahan makanan yang bisa dikonsumsi, karena dapat mempengaruhi pola perilaku, status gizi dan sistem pencernaan anak. Diet bisa menjadi gambaran pemberian makanan pada anak apakah anak sudah menerapkan diet atau tidak. Status gizi lebih banyak terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran energi dari tubuh, status gizi dipengaruhi oleh asupan energi dan nutrisi, aktivitas fisik, jenis kelamin dan faktor genetik. Perilaku menetap dalam mengkonsumsi makanan memiliki efek pada kelebihan berat badan pada anak autis. Mengkaji hubungan antara asupan energi dengan status gizi di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Surakarta, Indonesia. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional observasional, dan dilakukan pada 32 anak yang menderita autis, yang direkrut dengan menggunakan teknik random sampling. Asupan energi diperoleh dengan mewawancarai anak asupan autis dengan menggunakan recall makanan 3x24 jam. Status gizi diperoleh dengan tinggi badan dan berat anak autis. Penelitian bahwa 75% anak-anak penderita autis kekurangan dan 53.1% anak yang mengalami kelebihan berat badan. Ada hubungan antara asupan energi dan status gizi pada anak autis (p = 0,001). Penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk memperbaiki asupan energi dan status gizi di Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Surakarta sehingga anak akan tumbuh dengan optimal status kesehatan.
AbstrakRendahnya asupan yodium berhubungan dengan ekskresi yodium urine (EYU) yang tidak normal. Asupan yodium yang terlalu rendah juga menyebabkan kelenjar tiroid tidak mampu mempertahankan sekresi hormon yang adekuat sehingga timbul hipertrofi tiroid yang menimbulkan goiter. Penelitian ini bertujuan menguji hubungan asupan yodium, EYU, dan goiter pada wanita usia subur (WUS) di daerah endemis defisiensi yodium. Penelitian observasional potong lintang ini dilakukan pada 115 WUS di Kecamatan Prambanan Sleman yang dipilih secara random. Asupan yodium diukur menggunakan metode food recall 24 jam, EYU diukur dengan metode acid digestion, dan goiter diukur dengan cara palpasi. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan uji kai kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan subjek dengan asupan yodium kurang sebanyak 83,5% dan asupan yodium cukup sebanyak 16,5%. Subjek dengan goiter sebanyak 13% dan tanpa goiter sebanyak 87%. Subjek defisiensi yodium sebanyak 15,7% (tingkat berat 2,6%; tingkat sedang 3,5%; tingkat ringan 9,6%), yang normal sebanyak 31,3%, sedangkan yang lebih sebanyak 20,8% dan ekses sebanyak 32,2%. Asupan yodium berhubungan dengan EYU, tetapi goiter tidak berhubungan dengan asupan yodium dan EYU. Kata kunci: Asupan yodium, goiter, wanita usia subur, yodium urine AbstractThe low iodine intake, associated with insufficiency of urinary iodine concentration (UIC). Iodine intake is too low, also causes the thyroid gland is unable to maintain adequate hormone secretion, influence the thyroid hypertrophy that causes goitre. This study aimed to examine the relationship of iodine intake, UIC, and goiter on women of childbearing age in endemic areas of iodine deficiency. This cross-sectional observational study was performed 115 randomly selected women of childbearing age at subdistrict of Prambanan, Sleman Regency. Iodine intake was measured using 24-hour food recall method, UIC measured by acid digestion method, and goiter measured by palpation method.The association between variables were analyzed by chi square test. The result that subjects with less iodine intake 83.5%, and 16.5% sufficient iodine intake. Subjects with goiter 13%, 87% non goitre. Iodine deficiency subjects 15.7% (severe 2.6%; moderate 3.5%; mild 9.6%), adequate 31.3%, more than adequate 20.8%, and excessive 32.2%. Iodine intake associated with UIC, but not related between goitre with iodine intake and UIC.
Aktivitas fisik dan asupan makan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara frekuensi senam aerobik dan asupan kolesterol terhadap kadar kolesterol darah wanita usia subur di Pusat Kebugaran Syariah Agung Fitnes Makamhaji. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah responden sebanyak 37 orang diperoleh dengan teknik simple random sampling. Data frekuensi senam aerobik didapatkan melalui wawancara, data asupan kolesterol didapatkan melalui food recall 24 jam sebanyak 4 kali, dan data kadar kolesterol didapatkan dengan pemeriksaan darah di laboratorium. Analisis menggunakan uji statistik pearson product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi senam aerobik responden kurang (43,2%). Sebagian besar responden memiliki asupan kolesterol yang kurang (54,1%). Responden yang memiliki kadar kolesterol yang normal sebesar (62,2%). Responden dengan frekuensi senam yang baik memiliki kadar kolesterol yang normal lebih tinggi (100%) dibandingkan dengan frekuensi senam yang kurang hanya (12,5%). Responden dengan asupan kolesterol yang cukup memiliki kadar kolesterol normal lebih tinggi yaitu (69,2%) dibandingkan dengan asupan kolesterol yang lebih yaitu (58,3%). Ada hubungan frekuensi senam aerobik dengan kadar kolesterol (p=0,00), tidak ada hubungan asupan kolesterol terhadap kadar kolesterol darah (p=0,86).
Aktivitas fisik dan asupan makan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kadar kolesterol darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara frekuensi senam aerobik dan asupan kolesterol terhadap kadar kolesterol darah wanita usia subur di Pusat Kebugaran Syariah Agung Fitnes Makamhaji. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah responden sebanyak 37 orang diperoleh dengan teknik simple random sampling. Data frekuensi senam aerobik didapatkan melalui wawancara, data asupan kolesterol didapatkan melalui food recall 24 jam sebanyak 4 kali, dan data kadar kolesterol didapatkan dengan pemeriksaan darah di laboratorium. Analisis menggunakan uji statistik pearson product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi senam aerobik responden kurang (43,2%). Sebagian besar responden memiliki asupan kolesterol yang kurang (54,1%). Responden yang memiliki kadar kolesterol yang normal sebesar (62,2%). Responden dengan frekuensi senam yang baik memiliki kadar kolesterol yang normal lebih tinggi (100%) dibandingkan dengan frekuensi senam yang kurang hanya (12,5%). Responden dengan asupan kolesterol yang cukup memiliki kadar kolesterol normal lebih tinggi yaitu (69,2%) dibandingkan dengan asupan kolesterol yang lebih yaitu (58,3%). Ada hubungan frekuensi senam aerobik dengan kadar kolesterol (p=0,00), tidak ada hubungan asupan kolesterol terhadap kadar kolesterol darah (p=0,86).
Anak Cerebral Palsy (CP) jarang dipantau pertumbuhannya karena kesulitan dalam pengukuran tinggi badan karena pengukuran ini idealnya dilakukan dengan posisi berdiri. Hal ini akan membahayakan kondisi anak karena pertumbuhannya semakin tidak terpantau. Pediatric Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC) memberikan layanan terapi bagi anak yang memiliki gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Setiap bulannya, pusat terapi ini melayani sekitar 370 kunjungan terapi dari + 30 pasien. Selama ini pengukuran tinggi badan hanya dilakukan pada pasien yang bisa berdiri secara mandiri. Pengukuran tinggi badan pada kondisi yang tidak memungkinkan bisa digantikan dengan estimasi tinggi badan dengan pengukuran segmental. Oleh karena itu, perlu adanya pelatihan dan media edukasi berupa booklet mengenai cara pengukuran estimasi tinggi badan pada anak tuna daksa bagi fisioterapis di PNTC Colomadu. Pelatihan ini sangat membantu para fisioterapis anak karena belum pernah ada sebelumnya. Penggunaan booklet sangat membantu seluruh fisioterapis (100%) dalam memahami materi karena dilengkapi dengan gambar berwarna ketika melakukan pengukuran, cara pengukuran, rumus estimasi tinggi badan serta dapat dibuka lagi di lain waktu setelah materi disampaikan.
Background: Community-based case finding efforts of hyperthyroidism rather not to do, but constrained because accurate markers measurements using hormones. TDQ as a screening instrument which meets several criteria diagnostic tests, provide more convenience for the patient, cheaper, easier and simpler. This study aimed to determine the precision and accuracy of diagnostic test of hyperthyroidism screening in childbearing age women. Subjects and Method:The study was a diagnostic study with cross sectional design. It conducted in Prambanan, Sleman, Yogyakarta. The sample consisted of 112 randomly selected of childbearing age women.Clinical symptoms of hyperthyroidism were measured using the TDQ, thyroid status measured by thyroid stimulating hormone (TSH) and free thyroxin (FT4). TDQ diagnostic precision and accuracy were tested using the percent agreement (PA), Kappa coefficient, sensitivity (Se), specificity (Sp), LR (+), LR (-), Youden's index, the area under the curve (AUC) in the receiver operating curve (ROC) and diagnostic odds ratio (DOR). Results: The best value in diagnostic precision is TDQ score with cutoff point score of 40, with PA 81.2 % and Kappa coefficient 0.62. Similarly, the best accuracy value Se 90%, Sp 76%, LR(+) 3.75, LR(-) 0.13, Youden's index 0.66, AUC 0.831 and DOR 28.8. Conclusion:The values and the optimal accuracy obtained from the best score of 40 and this cut off point of the score is sufficient to be used as a threshold determination of a diagnosis of hyperthyroidism by TDQ scores.
Indonesia has not been free from iodine deficiency, demonstrated by the increased prevalence oftotal goitre rate (TGR) from 9.8% in 1998, to 11.1% in 2003. New problem that occurs in endemic areas ofiodine deficiency is the presence of iodine excessive, one of them as the impact of universal salt iodizationprogram (USI) and iodiol supplementation in a long period of time. Both deficiency and excessive of iodinecan result in thyroid dysfunction. Impaired thyroid function is manifest broadly on biopsychosocial aspects,which is detrimental especially for childbearing women, as a determinant of survival and quality of life forfuture generations. Based on the measurement of TSH and FT4, were childbearing women who suffersubclinical hypothyroidism were 2%, subclinical hyperthyroidism were 26% and euthyroid were 76%.Biopsychosocial characteristics that can be described from hypothyroid subjects are visible goiter, puffyface, dry skin, fatigue, decreased concentration, menorrhagia, easily upset, depressed, apathetic and withdrawn.Meanwhile, the varying percentage of subjects with subclinical hyperthyroidism showed signs andsymptomsinclude a palpablegoiter,heat intolerance, exophthalmos, tiredness, pritibial edema, muscleweakness,delicated skin, poor memory,decreased concentration, menstrual disorders, decreased sexuallibido,anxiety,sleep disturbances, irritability,decreased motivation and decreased social activity.Thereforethatthe impact of thyroid dysfunction on a biopsychosocial characteristics, does not continue to secondarydiseases,efforts are needed to increase community awareness to recognize the signs and symptoms ofbiopsychosocialchanges. Therefore, the condition of iodine deficiency and excessive can be detected earlyandovercame with adequate therapy.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.