Latar belakang: Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat. Hipertensi yang tidak segera ditangani berdampak pada munculnya penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah sebagai penyertanya hipertensi biasanya dapat ditemukan pada beberapa penyakit seperti diabetes melitus dan asam urat. Tujuan: Diketahuinya kejadian hipertensi pada lansia dengan diabetes melitus di desa Tanjung Dayang Kabupaten Ogan Ilir. Metode: Penelitian destriptif dengan sampel berjumlah 36 orang yang diambil secara Accidental Sampling. Waktu penelitian pada bulan Mei-Juni 2018, Pemeriksaan menggunakan metode auskultasi. Analisa data yang digunakan adalah univariat. Hasil: Didapat 34% diabetes melitus 67% yang mengalami hipertensi, berdasarkan usia diperoleh data Middle Age yang mengalami hipertensi sebanyak 60% sampel, Elderly yang mengalami hipertensi sebanyak 80% sedangkan kelompok usia Old sebanyak 0%. Lansia diabetes melitus yang mengalami hipertensi berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 2 orang 13,3%, sedangkan perempuan 87%. Saran: Lansia diharapkan untuk rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah khususnya dalam menjaga kestabilan kadar glukosa dalam darah, karena membutuhkan kondisi tubuh dan pola makan yang sehat di pelayanan kesehatan masing-masing.Kata kunci : Hipertensi, Lansia, Diabetes Melitus
Latar Belakang: Rhodamin B ditetapkan sebagai salah satu zat pewarna berbahaya oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.239/MenKes/Per/V/1985 dan sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.18 tahun 2015 tentang kosmetik, beberapa zat warna dilarang penggunaannya dalam sediaan kosmetik termasuk lipstik, antara lain Rhodamin B. Rhodamin B menyebabkan iritasi serta memberikan efek buruk pada bibir. Tujuan: Diketahuinya Rhodamin B pada lipstik yang dijual di beberapa pasar tradisional berdasarkan warna, tekstur dan harga. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif, tempat penelitian di 5 pasar tradisional, waktu penelitian bulan Maret-Mei 2021, 35 sampel lipstik dengan teknik samplingnya menggunakan purposive sampling, metode pemeriksaan dengan cara kromatografi kertas. Hasil: Dari 35 sampel yang diteliti, didapatkan 1 sampel (2,9%) lipstik positif Rhodamin B dan 34 sampel (97,1%) negatif Rhodamin B, berdasarkan warna lipstik didapatkan 1 sampel (2,9%) lipstik merah terang positif Rhodamin B dengan p value = 1,000 dan OR 0,944, berdasarkan tekstur lipstik didapatkan 1 sampel (2,9%) tekstur cair Rhodamin B dengan p value = 0,296 dan OR 0,941, dan berdasarkan harga lipstik didapatkan 1 sampel (2,9%) lipstik harga Rp.16.000-Rp.30.000 positif Rhodamin B p value = 1,000 dan nilai OR 1,050. Saran: Diharapkan masyarakat agar lebih teliti memperhatikan kualitas produk lipstik yang digunakan dan tidak terpengaruh seperti harga lipstik, warna mencolok serta untuk Dinas kesehatan dan BPOM memberi penyuluhan ke pedagang kosmetika untuk menjual kosmetika yang memiliki Nomor Produk Kosmetik terdaftar di BPOM, memberi informasi bahaya Rhodamin B bagi kesehatan. Kata Kunci: Rhodamin B, Lipstik, Kromatografi
Latar belakang:Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 April – 19 Juni dan di analisa di Laboratorium Stikes Abdi Nusa Palembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran telur cacing Soil Transmitted Helminthes pada kuku siswa Sekolah Dasar X. Tujuan: diketahuinya prevalensi kecacingan yang ada di Sekolah Dasar X. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif. Sampel dipilih dengan teknik random sampling, serta dilakukan teknik wawancara dan observasi. Populasi pada penelitian ini berjumlah 106 siswa dan diambil 51 siswa. Metode pemeriksaan yang digunakan adalah metode sediaan langsung.Waktu penelitian pada bulan Maret-Juni 2018. Hasil: hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 51 sampel didapat 3 siswa (6%) terinfeksi Ascaris lumbricoides, 1 siswa (2%) terinfeksi Trichuris trichiura. Pada usia 8 tahun positif sebanyak 1 siswa (5%), diusia 9 tahun positif 3 siswa (20%). Bedasarkan jenis kelamin ditemukan siswa yang berjenis kelamin laki-laki positif ditemukan sebanyak 4 siswa (13%), dan berdasarkan personal hygiene kurang baik ditemukan positif sebanyak 4 siswa (13%). Saran: Perlu dilakukan penyuluhan tentang kebersihan oleh guru-guru kepada siswa dan wali murid agar dapat menerapkan hidup bersih dan sehat. Kata kunci : Soil Transmitted Helminthes, Kuku, Siswa Sekolah DasarLatar belakang:Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 13 April – 19 Juni dan di analisa di Laboratorium Stikes Abdi Nusa Palembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran telur cacing Soil Transmitted Helminthes pada kuku siswa Sekolah Dasar X. Tujuan: diketahuinya prevalensi kecacingan yang ada di Sekolah Dasar X. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode Deskriptif. Sampel dipilih dengan teknik random sampling, serta dilakukan teknik wawancara dan observasi. Populasi pada penelitian ini berjumlah 106 siswa dan diambil 51 siswa. Metode pemeriksaan yang digunakan adalah metode sediaan langsung.Waktu penelitian pada bulan Maret-Juni 2018. Hasil: hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 51 sampel didapat 3 siswa (6%) terinfeksi Ascaris lumbricoides, 1 siswa (2%) terinfeksi Trichuris trichiura. Pada usia 8 tahun positif sebanyak 1 siswa (5%), diusia 9 tahun positif 3 siswa (20%). Bedasarkan jenis kelamin ditemukan siswa yang berjenis kelamin laki-laki positif ditemukan sebanyak 4 siswa (13%), dan berdasarkan personal hygiene kurang baik ditemukan positif sebanyak 4 siswa (13%). Saran: Perlu dilakukan penyuluhan tentang kebersihan oleh guru-guru kepada siswa dan wali murid agar dapat menerapkan hidup bersih dan sehat. Kata kunci : Soil Transmitted Helminthes, Kuku, Siswa Sekolah Dasar
ABSTRACT Background: Diet components significant effects on glucose homeostasis. A diet contains high saturated fat and fructose induces insulin resistance and enhanced blood glucose. In contrast, food containing flavonoids such as beet can improve glucose homeostasis via modulation of gene expression, e.g., AKT2, involving glucose metabolism. Aims: This study were to evaluate the benefit of beet on AKT2 gene expression and fasting glucose. Methods: Twenty wistar male was divided into five groups: Normal were fed a normal diet, group HFFD was given a diet containing high fat and fructose, and three groups (HFB1, HFB2, HFB3) were given a diet containing high fat and fructose for eight weeks and continuous fed beet-contained normal diet for six weeks. The percentage of beet in the diet for each 6%, 9%, and 12%, respectively. Results: The fasting glucose was measured before and after the intervention, whereas the gene expression of AKT2 at skeletal muscle tissue was determined after the intervention. A diet high in fat and fructose increased fasting glucose levels, and a beet-contained diet decreased it. Conclusions: The beet 9% substituted diet can improve glucose homeostasis from the effects of a high fat and fructose diet, and the expression of the AKT2 gene may have a role in the process. Keywords: AKT2, Antioxidant, Beet, Fat, Fructose.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.