Artikel ini mengkaji identitas umat beragam sebagai suatu konsep umum dalam diskursus sosiologi agama. Pengkajian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori strukturasi Anthony Giddens. Adapun elemen utama dalam teori tersebut adalah struktur penandaan (signifikasi), struktur dominasi, dan struktur legitimasi. Ketiga elemen tersebut digunakan untuk memahami proses konstruksi identitas umat beragama, mulai dari pelibatan wacana, istilah, dan konfigurasi bahasa sebagai langkah mengartikulasikan pemahaman tentang realitas sosial. Pemahaman itu kemudian merigidkan simbol-simbol keagamaan yang menjadi penanda identitas kolektif. Tahapan berikutnya yaitu tahap pembakuan identitas kolektif sebagai identitas umat beragama yang dilegitimasi oleh kuasa-kuasa yang melekat pada pelaku (agency) sehingga menjadikan identitas umat beragama menjadi baku. Ketiga struktur itu saling terhubung dalam dualitas yang meneguhkan bahwa struktur bersifat mengakomodir (enabling) bukan pengekangan (constraining), di mana menjadikan tindakan sosial menjadi mungkin.This article examines the identity of various people as a general concept in the discourse of the sociology of religion. The assessment was carried out using the Anthony Giddens structuration approach. The main elements in this theory are the structure of signification, the structure of domination, and the structure of legitimacy. These three elements are used to understand the process of constructing the identity of religious communities, starting from the involvement of discourse, terms, and language as a step to articulate an understanding of social reality. That understanding then trifles the religious symbols that become collective identities. The next stage is the stage of standardizing collective identity as the identity of religious communities which is legitimized by the power attached to the actor (agency) so that the identity of the religious community becomes standardized. The three structures are interconnected in a duality that affirms that the structure is accommodating (enabling) not constraining, where social action becomes possible.
This article presents the results of the observations about digital literacy that were studied philosophically through Gadamer's hermeneutic approach. The reason for using this approach is to achieve an understanding of how the subject and its history play a role in the digital literacy process, where ontologically, the content of information has been visualized into the digital world so that a philosophical understanding is needed in understanding the virtual reality. This research is included in the classification of qualitative research with an analysis with three stages, namely reducing data that is very general and broad in a more specific form, and relevant to digital literacy and hermeneutics; then classifies the dimensions of digital literacy so that it is easy to determine the dimensions of the hermeneutics; interpret digital literacy to clarify the dimensions of hermeneutics in it, and concludes and draws relevance to efforts to overcome hoaxes. The results obtained from this study are on a hermeneutical analysis of the process of digital literacy as a catalyst for peace, that equalizing the elimination of discrimination at the historical-ego level can be achieved through the application of hermeneutical digital literacy that is by promoting dialectical historical understanding, where contemporary history dialecticism with the history of the past which is often claimed by certain groups as the heyday and the fruit of their work.Artikel ini mempresentasikan tentang hasil observasi peneliti tentang literasi digital yang dikaji secara filosofis melalui pendekatan hermeneutika Gadamer. Adapun alasan penggunaan pendekatan tersebut yakni untuk mencapai sebuah pemahaman tentang bagaimana subjek dan kesejarahannya berperan di dalam proses literasi digital, di mana secara ontologis, konten informasi telah divisualisasikan ke dalam dunia digital sehingga dibutuhkan pemahaman yang filosofis di dalam memahami realitas virtual tersebut. Penelitian ini masuk ke dalam klasifikasi penelitian kualitatif dengan analisis dengan tiga tahap yaitu mereduksi data yang bersifat sangat umum dan luas ke dalam bentuk yang lebih spesifik, dan relevan dengan literasi digital dan hermeneutika; selanjutnya mengklasifikasikan dimensi literasi digital sehingga mudah untuk ditentukan dimensi hermeneutikanya; menginterpretasikan literasi digital dalam rangka memperjelas dimensi hermeneutika di dalamnya; serta menyimpulkan dan menarik relevansinya dengan upaya menanggulangi hoax. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pada sebuah analisis hermeneutis tentang proses literasi digital sebagai katalis perdamaian, bahwa penyetaraan penghapusan diskriminasi pada tataran ego-historis dapat dicapai melalui penerapan literasi digital yang bersifat hermeneutis yakni dengan mengedepankan pemahaman kesejarahan yang dialektis, di mana sejarah masa kini didialektikakan dengan sejarah masa lampau yang seringkali diklaim oleh kelompok-kelompok tertentu sebagai masa kejayaan dan buah kerja mereka.
<pre>The researcher observed the dimension of critical pedagogy in the context of Hassan Hanafi revolutionary thought. He was very good founding the fundamental thought in theology of liberation named Left Islam. This research used a literature study and historical-factual method to analyze the dimension of critical pedagogy on Hassan Hanafi revolutionary thought. The result of this research was new understanding about critical pedagogy dimension on Hassan Hanafi thought. <em>First.</em> Dehumanization in the context of education is inseparable from the influence of Western cultural imperialism. <em>Second,</em> The critical pedagogy found in Hassan Hanafi's thoughts is a pedagogy that aims to eliminate the destructive nature caused by the one-dimensional view that results in educational disorientation from the true educational goal of liberating people.</pre><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><pre>Artikel ini mempresentasikan hasil penelitian terhadap pemikiran revolusioner Hassan Hanafi sehingga ditemukan dimensi pedagogi kritisnya. Hassan Hanafi merupakan sosok pemikir Islam yang sangat baik di dalam membangun pemikiran-pemikiran fundamental di dalam konteks teologi pembebasan, serta yang paling terkenal ia sebut dengan istilah “Kiri Islam”. Penelitian ini termasuk dalam klasifikasi studi literatur dengan metode historis-faktual di dalam menganalisis dimensi pedagogi kritis di dalam pemikiran Hassan Hanafi. Hasil penelitian ini adalah pemahaman baru tentang dimensi pedagogi kritis di dalam pemikiran Hassan Hanafi. <em>Pertama,</em> dehumanisasi dalam konteks pendidikan adalah akibat dari pengaruh imperialisme budaya Barat.<em> Kedua</em>, pedagogi kritis Hasan Hanafi fokus pada upaya membangkitkan kesadaran eksistensial di tengah beragam permasalahan yang terjadi di masyarakat. Pedagogi kritis yang ditemukan di dalam pemikiran Hassan Hanafi merupakan pedagogi yang bertujuan untuk menghilangkan hal yang bersifat destruktif yang disebabkan oleh pandangan berdimensi-satu yang mengakibatkan disorientasi pendidikan dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya yaitu memerdekakan manusia.</pre><p> </p>
Following a rigorous, carefully concerns and considered review of the article published in Jurnal Filsafat to article entitled “The Role of Subject in Kuntowijoyo's Transformative Thought and It's Relevance to The Islamic Social Transformation” Vol 30, No 2, pp. 261-286, 2020, DOI: https://doi.org/10.22146/jf.54911 This paper has been found to be in violation of the Jurnal Filsafat Publication principles and will be retracted.The article contained redundant material, the editor investigated and found that the paper published in “The Role of Subjects in Kuntowijoyo's Transformative Thought and It's Relevance to the Prophetical Social Transformation” Vol 4, No 2, pp. 126-144, August 2020, DOI: 10.22146/sasdayajournal.59662The document and its content will be removed from Jurnal Filsafat in the upcoming volume, and reasonable effort should be made to remove all references to this article.
Artikel ini bertujuan menjelaskan signifikansi perkembangan teknologi terhadap pandangan hidup masyarakat modern yang kemudian dispesifikkan pada dinamika penghayatan dan implementasi nilai Gotong Royong. Semangat Gotong-royong di dalam masyarakat Indonesia mulai terkikis oleh dampak yang ditimbulkan oleh modernitas. Tesis Herbert Marcuse tentang “One-Dimensional Man” menjadi perspektif yang digunakan untuk merefleksikan kondisi sosial masyarakat modern. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisis deduktif yang mengacu pada model penelitian kualitatif Alan Bryman. Penelitian ini menawarkan sebuah hipotesis yang disandarkan pada teori sosial Herbert Marcuse bahwa masyarakat modern didominasi oleh kesadaran palsu yang kemudian mereduksi manusia ke arah yang kontraproduktif dengan semangat Gotong-royong. Penelitian ini juga berupaya merekonstruksi teori Marcuse yakni dengan meletakkan sosio-epistemologi sebagai basis paradigmatis untuk memperkuat kerangka kerja implementasi nilai Gotong-royong menjadi sebuah praksis sosial.
This research is aimed at explaining and analyzing the ontological status of semantical objects of religious language. This ontological status concern how every term in religious language refers to an object and how we interpret those terms, whether it represents the object itself or merely its sensual or constructive properties. This finding lies in the disputation between religious realism and non-realism. The results of this research are (1) every believer is exactly a realist because he or she has the ontological commitment to the object of the utterance, but (2) God exists independently from human thought and consciousness, (3) it is possible to put God as the object of intentional and semantic but only represents sensible qualities of the real object, and (4) the meaning of religious language depends on believer's ontological commitment on God's existence.
Artikel ini berangkat dari permasalahan masyarakat digital yang diindikasikan oleh fenomenahoax yang merupakan permasalahan epistemik dan etis. Kedua permasalahan tersebut sangatjarang dikaji dalam penelitian maupun tulisan ilmiah tentang hoax. Dengan demikian artikel inimenawarkan konsep “Manusia Pancasila” sebagai nomenklatur nilai-nilai Pancasila yangmerepresentasikan ideal manusia di dalam mengolah pengetahuan dan mempertimbangkankonsekuensi dari pengetahuan pada ranah sosial sebagai perkara etis. Konstruksi “ManusiaPancasila” berpijak pada ontologi monodualis, sosio-epistemologi, pengetahuan lokal, morallokal, moral Pancasila, dan moral agama. Pada akhirnya, implementasi “Manusia Pancasila”diarahkan pada formulasi dan evaluasi kebijakan pada sektor pemerintah dan sekolah. Melaluiimplementasi ini, diharapkan ada kesinambungan antara nilai acuan yang bersifat fundamental,formulasi dan evaluasi kebijakan, dan penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar pada sektorformal maupun informal.
Paper ini membahas tentang analisis filsafati atas peran subjek di dalam pemikiran transformatif Kuntowijoyo, sebagai langkah paradigmatik untuk mewujudkan transformasi sosial profetik. Penelitian ini menggunakan model pendekatan historis-faktual mengenai tokoh. Adapun data pustaka primer dan sekunder dianalisis dengan langkah interpretasi dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Gadamer, kemudian menemukan kesinambungan historisnya, yang selanjutnya direfleksikan sebagai suatu rangkaian pemahaman atas sejarah yang diakronis.Adapun hasil penelitian ini yaitu terdapat peran subjek yang sangat signifikan di dalam proses pembentukan kesadaran sejarah yang menjadi prasyarat transformasi sosial profetik. Bertitik-tolak pada tiga komponen penting dalam hermeneutika dialektis Gadamer, maka subjek di dalam membangun epistemologi profetik yang menggerakkannya di dalam transformasi sosial selalu terikat dengan kebudayaannya. Di samping itu ia juga menyejarah, dan melakukan peleburan horizon (fusi horizon), yaitu horizonnya pada setiap babak sejarah dan horizon subjek yang lain. Oleh sebab itu, dengan bertitiktolak dari epistemologi profetik—yang mendialektikakan wahyu (Al-Qur’an dan Hadis) dengan akal manusia—transformasi sosial profetik dapat dicapai.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.