AbstrakStunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal. Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat (uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%). Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan. Kata kunci: Batita, pemberdayaan keluarga, penyakit infeksi, stunting, batita AbstractStunting is a nutritional problem, proved by the evidence of nutritional status monitoring at Banyumas District in 2012, the prevalence of stunting was 28.37% and the highest prevalence 41.6% at Kedungbanteng Primary Health Care. This study aimed to analyze risk factors related to child, maternal, and environmental factors toward stunting among children under three year old in 2013 in order to develop the control model. This study used case control design, the population was all children aged of six to 36 months at Kedungbanteng Primary Health Care, Banyumas District. Sample was 50 stunting children, while the control sample was 50 normal children. Sampling technique was taken from seven villages with the highest stunting number, meanwhile the control was normal children living closest to the case with similar age. Data was collected through interview and measurement. Data analysis was conducted in univariate, bivariate (chi-square test), and multivariate analyze (multiple logistic regression test). The results found that characteristics of stunting children under three years old were often suffering infectious diseases (66%), having body length record < 48 centimeter (66%), bad records of breastfeeding and comlementary feeding (66%), and record of low birth weight (8%).Stunting risk factors in this study were ...
Chronic Energy Deficiency (CED) is a condition of female adolescent experiencing a lack of energy and protein intakes for a long period. Nowadays social media is a popular media among adolescents. The study aims to determine the effectiveness of social media in improving nutrition knowledge, energy and protein intakes of CED's adolescent girls in rural and urban areas. A quasi experimental research design with one group pre-test post-test was applied, subject was taken with a purposive technique. A total of 56 CED teenage girls from SMAN 1 Baturraden represented rural group and 54 CED teenage girls from SMAN 5 Purwokerto represented urban group were taken. Knowledge was measured using a knowledge questionnaire, data on energy and protein intakes were collected using 2x24 hour Food Recall. Statistical analysis used were dependent T-test, Wilcoxon, Independent T-test, and Mann-Whitney. The average change in nutritional knowledge scores was 2.71 in rural area, and 2.48 in urban area. Average changes in energy intake in rural area was 510.66 kcal, and urban area was 592.43 kcal. Average changes in protein intake in rural area was 24.78 g, and urban area was 20.78 g. There was a difference before and after nutrition education on nutrition knowledge, energy intake, protein intake in rural areas (p = 0.000) and urban areas (p = 0.000). There was no difference in increasing nutritional knowledge (p = 0.899), energy intake (p = 0.426), protein intake (p = 0.663) between rural and urban areas. There were differences in nutrition knowledge, energy and protein intakes, before and after social media-based nutrition education given in rural and urban areas. However, the amount of improvement in the score of nutritional knowledge and energy-protein intakes, did not differ between rural and urban areas. Keywords: chronic energy deficiency, energy intake, female adolescent, protein intake, social media ABSTRAK Kurang Energi Kronik (KEK) adalah kondisi remaja putri yang mengalami kekurangan asupan energi dan protein dalam waktu lama. Saat ini media sosial adalah media populer di kalangan remaja. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas media sosial dalam meningkatkan pengetahuan gizi, asupan energi, dan protein remaja putri KEK di wilayah perdesaan dan perkotaan. Desain penelitian quasi experimental dengan one group pretest posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sebanyak 56 remaja putri KEK dari SMAN 1 Baturraden (perdesaan) dan 54 remaja putri KEK dari SMAN 5 Purwokerto (perkotaan). Pengetahuan Gizi diukur menggunakan kuesioner pengetahuan, data asupan energi, protein menggunakan recall 2x24 jam. Analisis statistik menggunakan dependen Ttest, Wilcoxon, independent T-test, Mann-Whitney. Rata-rata perubahan skor pegetahuan gizi di perdesaan (2,71) dan perkotaan (2,48). Rata-rata perubahan asupan energi di perdesaan (510,66 kkal) dan perkotaan (592,43 kkal). Rata-rata asupan protein di perdesaan (24,78 gram) dan perkotaan (20,78 gram). Ada perbedaan sebelum dan setelah dilakukannya edukasi ...
<p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p><strong>Latar</strong><strong> </strong><strong>belakang</strong><em>: anemia merupakan masalah gizi utama yang ditemukan pada remaja putri. Jejak prevalensinya semakin meningkat. Anemia pada remaja putri yang tidak tertangani akan berlanjut hingga masa kehamilan dan berakibat pada tingginya ibu hamil anemia. </em><em>Suplementasi</em><em> tablet besi </em><em>cukup efektif dalam penanganan masalah anemia namun kurangnya pengetahuan terhadap anemia menurunkan tingkat kepatuhan konsumsi tablet besi sehingga pengetahuan dan sikap remaja memegang peranan penting dalam keberhasilan menurunkan prevalensi anemia</em><em>.</em></p><p><strong>Tujuan</strong><em>: menganalisis efektifitas edukasi gizi terhadap kadar hemoglobin dan skor pengetahuan dalam upaya penanganan anemia gizi remaja putri.</em></p><p><strong>Metode</strong><em>: Penelitian menggunakan desain True </em><em>experimental </em><em>dengan</em><em> </em><em>randomized </em><em>pretest-posttest </em><em>control </em><em>group </em><em> design.</em><em> Intervensi menggunakan edukasi gizi di laksanakan sebanyak enam kali selama 1,5 bulan dengan satu kali pertemuan setiap minggu. Jumlah subjek sebanyak 70 orang terdiri dari 31 orang kelompok perlakuan dan 39 orang kelompok kontrol. Uji T berpasangan digunakan untuk menganalisis perbedaan kadar hemoglobin dan skor pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian edukasi gizi.</em><em></em></p><p><strong>Hasil<em> : </em></strong><em>Hasil analisis statistik menunjukan terdapat perbedaan </em><em>rerata</em><em> kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah edukasi gizi dari </em><em>12.17 g/dL meningkat</em><em> menjadi </em><em>12.68 g/dL</em><em> </em><em>(p= 0,001)</em><em>. S</em><em>kor</em><em> </em><em>pengetahuan</em><em> subjek meningkat dari </em><em>16.03±2.30 menjadi 20.09±2.21</em><em> </em><em>(p= 0,000)</em><em>.</em><em></em></p><p><strong>Kesimpulan<em>: </em></strong><em>Pemberian</em><em> </em><em>edukasi</em><em> </em><em>gizi</em><em> </em><em>efektif</em><em> </em><em>meningkatkan</em><em> kadar hemoglobin dan skor pengetahuan </em><em>remaja</em><em> </em><em>putri</em><em>.</em></p><p><strong><em> </em></strong></p><p><strong>KATA KUNCI</strong>:<em> Remaja putri; kadar hemoglobin; skor pengetahuan; pendidikan gizi</em><strong><em></em></strong></p><p><strong> </strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p align="center"><strong>ABSTRACT</strong></p><p><strong>B</strong><strong>ackground</strong>: <em>A</em><em>nemia is a major nutritional problem found in adolescent girls. The prevalence trend is increasing. Anemia in untreated adolescent girls will continue until pregnancy and result in anemia of anemic pregnant women. Iron supplementation is quite effective in handling anemia problem but lack of knowledge to anemia decrease compliance level of iron tablet consumption so that knowledge and attitude of adolescent plays an important role in the success of decreasing prevalence of anemia</em><em>.</em></p><p><strong>O</strong><strong>bjectives</strong>:<em> to analyze the effectiveness of nutritional education on hemoglobin level and knowledge score in the effort of anemia treatment in adolescent girls</em><em>.</em></p><p><strong>M</strong><strong>ethods</strong>:<em> This research used </em><em>true </em><em>experimental </em>with <em>randomized </em><em>pretest-posttest </em><em>control </em><em>group </em><em> design</em><em>. Intervention using nutritional education was conducted in six sessions for 1.5 months once every week. Total participants of this study were 70 people consisted of 31 treatment groups and 39 controls. Paired T test is used to analyze the difference of hemoglobin level and score of knowledge before and after nutrition education.</em></p><p><strong>R</strong><strong>esults</strong>:<em>The statistical test</em><em> s</em><em>howed that there was a difference of mean hemoglobin level in treatment group between before and after nutrient education from 12.17 g / dL increased to 12.68 g / dL (p = 0,001). The subject knowledge score increased from 16.03 ± 2.30 to 20.09 ± 2.21 (p = 0,000). </em></p><p><strong>Conclusion</strong><strong>: </strong><em>Effective nutrition education raises the hemoglobin level and the girls' knowledge</em><em> </em><em>score.</em></p><p><strong> </strong></p><p><strong>KEYWORDS</strong>: <em>adolescent girls</em><em>;</em><em> hemoglobin levels</em><em>;</em><em> knowledge scores</em><em>;</em><em> nutrition education</em><em></em></p><p><em> </em></p>
Early childhood represents the stage of golden period during children development. Nutritional status monitoring at this period is very important to prevent growth disorders. The monitoring process is conducted monthly through posyandu. Posyandu cadres are the spearhead of successful nutritional status monitoring for children under five years old, therefore increasing cadres’ capability is necessary. This activity aims to improve posyandu cadres’ capability including knowledge and skills for nutritional status monitoring of children under five years old. This activities were carried out at Posyandu Mawar VI Karangsalam Kidul, Kedungbanteng Sub-District, Banyumas District, Central Java. This series of activities are conducted for four months, from May to August, 2017. The activity method was training with simulation with seven cadres participated in this activity. The evaluation resulted in increase of knowledge and skill level of cadre in nutritional status monitoring. The increase of knowledge scoring before and after training equal to 1.88 points. The increase of skill showed by almost every measurements are conducted properly, such as weighing standing toddler, weighing baby weight less than two years old, height measurement of toddler, and plotting KMS. Whereas, cadres are still having difficulties in measuring the length of the baby. It can be concluded that there is an increase in knowledge and skills of posyandu cadres in nutritional status monitoring of children after training.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi aktifitas fisik dan asupan air terhadap persen lemak tubuh remaja putri. Metode yang digunakan adalah cross-sectional yang dilakukan di tiga SMA/MA/SMK di wilayah perdesaan Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas. Jumlah responden 69 remaja putri dipilih secara acak. Aktifitas fisik diukur dengan kuesioner IPAQ, dan asupan air menggunakan metode Food record sedangkan persen lemak tubuh menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Persen lemak tubuh kategori kurang 42,0%, normal 39,1%, lebih 18,8%. Rata-rata aktifitas fisik 2592,38�2120,74 MET-menit/minggu dan asupan air 879,80�304,53 ml. Terdapat korelasi antara asupan air dengan persen lemak tubuh sedangkan aktifitas fisik tidak berkorelasi. Konsumsi air terbukti berkorelasi dengan persen lemak tubuh. Korelasi bersifat negatif sehingga setiap kenaikan konsumsi air dapat menurunkan persen lemak tubuh. Aktifitas fisik tidak berkorelasi dengan persen lemak tubuh. Kata Kunci : Asupan Air, Aktifitas Fisik, Remaja Putri
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.