AbstrakStudi ini bertujuan untuk lebih memahami keberadaan ekonomi kreatif sebagai talenta baru yang diprediksi mampu memicu daya saing daerah. Hingga saat ini, pengangguran, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi masih menjadi persoalan klasik yang memerlukan solusi. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan metode studi literatur. Hasil analisis menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan ide/gagasan yang diharapkan memberi nilai tambah ekonomi. Ekonomi kreatif merupakan alternatif solusi permasalahan perekonomian. Namun, dalam penyelenggaraannya seringkali menemui kendala. Direkomendasikan kepada Pemerintah maupun pemerintahan daerah agar segera membangun komitmen, membenahi regulasi, dan mengaktualisasikan ekonomi kreatif, sehingga keberadaan ekonomi kreatif dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing daerah dan bahkan nasional. Kata Kunci: ekonomi kreatif, talenta baru, dan daya saing daerah. Abstract This study aims to understanding the presence of creative economy as a new talent that predicted as
The world’s Industrial Revolution 4.0 and Society 5.0 are massively utilising the Internet of Things, Big Data, Artificial Intelligence and Robotic technology to solve various challenges and social problems. The challenge for the government now is to fully utilise these technologies to improve public services and government administrations. This study focuses on the transformation process of an e-government to become a digital government. The study aims to analyse the current development of e-government in Indonesia and the barriers to implement it as well as to propose how to transform from being an e-government to becoming a digital government. It uses a qualitative approach supported by secondary data. Focus Group Discussion was held in May 2019 to identify e-government barriers factors. The secondary data, meanwhile, was collected through e-government surveys published by the United Nations and E-government Evaluation issued by Indonesia’s Ministry of Empowerment Apparatus and Bureaucracy Reform. Data obtained was analysed using descriptive analysis techniques. Study shows that the development of Indonesia’s e-government is slow and lags behind other ASEAN countries. The E-government index in government institutions is not on target. There is a gap between the e-government indexes and central institutions and gaps between the Provincial and Regency / City Governments. The barriers factors of e-government are: (1) Regulations are not sufficient enough to encourage and guide e-government (2) Lack of data integration; (3) Gaps in the availability of ICT infrastructure between regions; (4) Limited ICT competence and, (5) Bureaucratic culture and leadership. Keywords: Indonesia, e-government, digital transformation, barrier factor, qualitative methodology.
Era digital menuntut pemerintahan daerah menjadi lebih inovatif dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahannya. Inovasi menjadi keniscayaan dalam perumusan kebijakan agar lebih berkualitas dan implementatif, penyediaan layanan menjadi lebih prima, ultima, dan optima, mempercepat kesejahteraan masyarakat, meningkatkan investasi, dan menciptakan kemandirian daerah agar memiliki keunggulan dan daya saing. Persoalannya, berdasarkan fakta empiris masih terdapat banyak pemerintahan daerah (pemda) yang belum dapat dikategorikan sebagai pemda inovatif. Apa strategi yang tepat untuk mengubahnya, sehingga pemda lebih inovatif? Penelitian ini merupakan pengamatan selama pendampingan kegiatan inovasi daerah. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi sekaligus mendorong terjadinya perubahan secara masif. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif-komparatif. Pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, sedangkan analisis data bersifat induktif. Innovation hub atau dikenal dengan sebutan i-hub merupakan solusi yang berfungsi sebagai media kolaborasi antaraktor inovasi, Pemerintah, pemerintahan daerah, maupun pemerintahan desa, masyarakat, dan para pemangku kepentingan pembangunan di daerah. Melalui i-hub diharapkan terselenggara spektrum inovasi yang mencakup inovasi kepemimpinan, inovasi administrasi, inovasi manajemen, inovasi kebijakan, inovasi sosial, dan inovasi teknologi serta disrupsi inovasi. Secara umum dapat ditegaskan bahwa i-hub merupakan media kolaboratif yang mampu membentuk ekosistem inovasi, mengakselerasi inovasi, mencipta inovator, dan membangun pemerintahan daerah yang dinamis dan berkelanjutan. Pada saatnya, i-hub menjadi pemicu inovasi dan peubah pemerintahan daerah menjadi lebih dinamis, kreatif, adaptif, inovatif, produktif, futuristik, dan prospektif. Direkomendasikan kepada setiap pemda agar segera berubah, mendorong mewujudnya pelembagaan i-hub, dan mengelolanya secara kolaboratif untuk menumbuhkan inovasi daerah.
Studi ini bertujuan untuk lebih memahami eksistensi ekonomi biru sebagai solusi pembangunan daerah berciri kepulauan.Kondisi geografis dan fenomena alam di wilayah kepulauan mengakibatkan pembangunan di wilayah tersebut seringkali terkendala. Ekonomi biru merupakan aktivitas perekonomian yang mengandalkan pengelolaan sumberdaya lokal oleh masyarakat setempat (inklusif) yang menuntut kreativitas, inovasi, efisiensi, dan efektivitas, tanpa menyisakan limbah. Pendekatan pengembangan yang digunakan adalahkualitatif dengan metode analisis deskriptif. Locus studi di Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil analisis membuktikan bahwa pembangunan daerah berbasis ekonomi biruyang diintegrasikan dengan program/kegiatan pembangunan darat menjadi sinergi baru yang mampu memberi nilai tambah ekonomi, berdaya saing, dan bermanfaat untuk percepatan pembangunan daerah kepulauan. Dalam operasionalisasinya, direkomendasikan kepadaPemerintah maupunpemerintahan daerah agar memiliki komitmen dan keberpihakan dalam penataan regulasi/kebijakan termasuk alokasi anggarannyademi kemajuan sosial dan kesejahteraan masyarakat kepulauan. Kata kunci: ekonomi biru, pembangunan daerah, dan kepulauan.
Small-scale fishers are frequently exposed to a variety of hazards that threaten their livelihood. Different socio-cultural, natural resource, environment conditions potentially create unique vulnerability and livelihood strategies which may exist in different places. Therefore, an investigation in two different fishing communities was carried out to understand the similarities and different of livelihood strategy works in both places. The study was conducted in two small scale fisheries community in village Betahlawang (north of java) and Glagah (south of Java). This research aims to describe livelihood aspects and strategies of fisher communities in both locations under different fishery resource and their dependency on the fishery through systematic surveys. The study showed that both communities are highly dependent on natural capital which mainly the abundance of the fishery resources. Others factors affecting both communities’ sustainable livelihood are the uncertainty in catch, weather and policy, limited capital ownership, access, and knowledge and skills other than fishing. Although the two study sites share some capital similarities, the livelihood vulnerability and their strategy is different. Betahlawang fishers more vulnerable than Glagah fishers because Glagah fishers has more diverse livelihood alternatives.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.