Penelitian ini bertujuan untuk membuat kain sandang bermotif tradisional Indonesia hasil dari eksplorasi teknik Shibori yang berasal dari Jepang, namun di Indonesia lebih dikenal dengan nama ikat celup. Hasil pengukuran persepsi visual terhadap motif shibori (n=50) menunjukkan bahwa meskipun motif Shibori 3 merupakan motif yang paling unik (skor rata-rata= .56), namun motif Shibori 1 merupakan motif yang paling disukai responden (skor rata-rata=.26) serta memiliki tingkat minat beli yang tertinggi (skor rata-rata= .08). Preferensi responden terbangun dari rata-rata skor persepsi elemen visual Shibori 1 yang mencakup: (1) tingkat kerumitan motif (skor rata-rata=.32); (2) komposisi dinamis (skor rata-rata=.62); dan (3) kesan pembawaan yang elegan (skor rata-rata=.66). Hasil dari eksplorasi teknik Shibori yang lebih beragam ini diharapkan dapat memberikan wawasan pada IKM celup ikat bahwa beragam motif tradisional Indonesia dapat diaplikasikan dan dikembangkan pada kain ikat celup yang selama ini hanya menampilkan motif-motif yang sederhana yang dihasilkan dari ikat celup biasa.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat kain tenun ATBM dobby dan kombinasi ikat dari motif batik tradisional yaitu motif khas Kota Bandung yang dikembangkan dan disesuaikan dengan trend warna 2015. Hasil pengujian pada kain ATBM menunjukkan bahwa kekuatan tarik kain arah lusi adalah 26,5 kg dan arah pakan 29,4 kg. Untuk kekuatan sobek, arah lusi adalah 4,8 kg dan arah pakan adalah 4,2 kg. Nilai kekuatan tarik dan kekuatan sobek, kain tenun ATBM dobby ini telah memenuhi standar SNI 0051-2008. Dari hasil uji kain secara kimia, tahan luntur warna terhadap pencucian 40°C adalah 4-5; tahan keringat asam dan basa 4-5; tahan gosok kering 4; tahan gosok basah 2-3. Hasil pengembangan motif Jawa Barat dan kombinasi tenun ikat menggunakan ATBM dobby ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada IKM tenun sebagai bentuk eksplorasi desain kain tenun modern.
Proses pembuatan kain rajut dalam penelitian ini menggunakan mesin Single Knit Santoni Jacquard MF 8, gauge14 GG, diameter 14 inci, 8 feeder, jumlah jarum 1248 jarum, dan kecepatan 44 rpm, dimana jeratan knit dan welt dapat menghasilkan motif jacquard yang bervariasi, salah satu motif dengan ilusi optik. Bahan baku yang digunakan adalah benang poliester, kapas, nylon dan lycra. Pada penelitian ini kain rajut dibuat menjadi 3 variasi desain ilusi optik yang sama. Pemakaian benang nilon dan lurex dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kain rajut dengan efek yang berbeda yaitu adanya efek kilau dari benang lurex yang berwarna perak. Kain rajut yang terdiri dari jeratan-jeratan benang mengalami perubahan bentuk, karena sifatnya yang fleksibel. Dari hasil pengujian ketahanan jebol, kain rajut kapas, poliester, dan nilon memiliki interval waktu jebol yang hampir sama namun distension (jarak) sampai terjadinya jebol pada kain rajut nilon adalah yang tertinggi yaitu 17.7 mm. Sedangkan pada kain rajut kapas dan poliester masing-masing adalah 14.4 mm dan 14.9 mm. Kain rajut nilon memiliki ketahanan jebol tertinggi yaitu 960.9 kPa dibandingkan dengan kain kapas (725.9 kPa) dan kain poliester (752.5 kPa). Hal ini berbanding lurus dengan sifat kekuatan tarik seratnya dimana sifat kekuatan tarik serat nilon lebih tinggi dibandingkan serat poliester dan kapas. Mengacu pada standar SNI 2367:2008, ketiga jenis kain rajut yang diuji masih memenuhi persyaratan mutu ketahanan jebol yaitu minimum 686.4 kPa. Hasil uji ketahanan luntur warna kain terhadap pencucian rumah tangga, gosokan dan keringat menunjukkan hasil yang sesuai dengan persyaratan mutu SNI 2367:2008, yaitu 4-5. Ilusi optik pada kain lebih terlihat ketika konstruksi kain dibuat semakin rapat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.