This research was conducted at SD Neger 022 Pulau Baru Kopah, Sentajo Raya District. The purpose of this study was to find out how the basic teaching skills of teachers at SDN 022 Pulau Baru Kopah. The subjects in this study were 15 class teachers, consisting of 4 male teachers and 11 female teachers. Judging from the problems discussed about describing the basic skills of teaching teachers in implementing learning, this study belongs to a descriptive quantitative study. Descriptive quantitative research is a method that examines a group of people, an object, a system of thought or an event in the present. The results showed that the basic teaching skills of teachers at SD Negeri 022 Pulau Baru Kopah obtained an average grade of 76.9 in the good category. Broadly speaking, it can be concluded that the use of basic teaching skills of teachers in the implementation of learning has been classified as good.
Inflammation or inflammation occurs due to bacterial infection, detection of inflammatory infection can be done by laboratory tests. An examination that can help diagnose and detect abnormalities in the body. One of the parameters for examining inflammation markers is C-Reactive Protein (CRP). CRP examination usually uses venous blood because venous blood is more often used in laboratory examinations. The purpose of this study was to determine differences in CRP levels in venous and capillary blood. This study uses a posttest only design research. Samples were taken from DIV Technology Medical Laboratory IkesT Muhammadiyah Palembang students with total sampling technique. The research was carried out at the Hematology Laboratory of IKesT Muhammadiyah Palembang on December 21, 2021. Based on the results of research that has been carried out on the analysis of C_Reactive Protein levels in venous blood and capillary blood samples using the immunoturbidemteri method, the results showed that the average CRP level of venous blood was 9.6 and average the average capillary blood CRP level was 8.33. Thus it can be concluded that there is no significant difference in the examination of CRP levels in venous and capillary blood.
Kesalahan yang paling besar dalam pemeriksaan yang sering terjadi pada tahap pra analitik dengan kesalahan 50%-75%. Pemeriksaan sampel darah untuk menjaga kondisi supaya tidak rusak maka biasanya sampel disimpan pada lemari pendingin selama beberapa jam sampai hari, proses penyimpanan menyebabkan perubahan hasil uji karena sifat darah yang cepat rusak apabila dibiarkan dikondisi yang tidak ideal atau suhu ruangan adapun persyaratan udara ruangan yang baik memiliki suhu berkisar 18oC-28oC suhu ruangan dapat ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat dimana proses pemeriksaan tersebut.Penundaan waktu dapat mempengaruhi jumlah eritrosit semakin lama penundaan maka jumlah sel-sel terhitung semakin berkurang karena sel mengalami hemolisis, biokimia, biomekanis dan reaksi imonologis yang akan merusak struktural atau morfologi dan juga kosentrasi antikoagulan yang tidak tepat juga dapat menyebabkan gangguan tonisitas pembengkakan sel dan hemolisis. Spesimen darah yang di simpan pada suhu kamarlebih baik pemeriksaannya segera dilakukan setelah pengambilan sampel dalam satu hari dan secepat mungkin setelah pengumpulan. Peneliti bertujuan untuk mengetahui perbedaan darah segera diperiksa, darah simpan suhu 20oC–25oC dan 4oC–8oC selama 6 jam terhadap jumlah eritrosit. Jenis penelitian ini adalah eksperimen yang dianalisa secara diskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi DIV Teknologi Laboratorium Medis yang berjumlah 30 responden.Hasil penelitian jumlah eritrositpada darah segera dengan nilai rata–rata 4,57, pada suhu ruang memiliki nilai rata–rata 4,65, pada suhu kulkas memiliki nilai rata–rata 4,50 danuji friedmandidapatkan nilai p= 0,172 Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan darah segera diperiksa, darah simpan pada suhu 20oC-25oC dan 4oC-8oC selama 6 jam terhadap eritrosit.
Laboratorium merupakan tempat pelaksaan kegiatan pemeriksaan spesimen dari manusia, mengeluarkan hasil penyakit, serta faktor-faktor dari penyakit tersebut. Tahapan pemeriksaan laboratorium ada tiga tahapan yaitu tahap pra analitik, tahap analitik, dan pasca analitik. Tahap pra analitik merupakan tahapan yang paling sering menyumbang kesalahan. Dalam tahap pra analitik salah satunya ada pengambilan spesimen seperti darah. Untuk memudahkan flebotomis mengambil darah maka perlu alat untuk pembendungan darah tersebut yaitu tourniquet. Pemasangan tourniquet tidak diperbolehkan melebih satu menit karena jika lebih akan mempengaruhi hasil pemeriksaan darah tersebut. Salah satu pemeriksaan yang terdampak adalah pemeriksaan elektrolit. Elektrolit merupakan komponen penting dalam tubuh dan jika penghitungan kadarnya salah maka dapat berakibat fatal bagi pasien. Permasalahan yang dihadapi petugas laboratorium RS MMC Palembang adalah kurangnya pemahaman mengenai pemasangan tourniquet dalam pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar elektrolit. Sebagai upaya dalam menjawab permasalahan yang dihadapi petugas laboratorium RS MMC Palembang berkaitan dengan hal ini maka perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi dengan tujuan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pada petugas laboratorium RS MMC Palembang mengenai pemasangan tourniquet dalam pengambilan darah untuk pemeriksaan elektrolit. Media yang digunakan mengenai pengaruh penggunaan tourniquet terhadap pemeriksaan elektrolit adalah sosialisasi dan edukasi melalui media poster, dan mendemonstrasikannya di akhir kegiatan.
ABSTRAK Latar belakang: Alkaline Phosphatase (ALP) merupakan enzim hydrolase yang di produksi pertama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru), enzim ini banyak ditemukan di hati dan di tulang. Pemeriksaan enzim ALP dapat dipengaruhi apabila terjadinya kerusakan pada sel, sehingga menyebabkan hemolisis. Hemolisis dapat dipengaruhi oleh teknik Flebotomi pada tahap pra analitk yang tidak tepat, sehingga hemolisis dapat menyebakan peningkatan konsentrasi dalam sel darah merah dibandingkan dengan serum atau plasma, sehingga memberikan hasil konsentrasi palsu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar enzim ALP terhadap serum hemolisis ringan dan serum non hemolisis. Metode: Populasi yang di gunakan semua mahasiswa laki-laki DIV Teknologi Laboratorium Medis Fakultas Sains dan Teknologi Muhammadiyah Palembang yang berjumlah 17 orang. Sampel berupa serum hemolisis ringan dan non hemolisis yang diambil dari reponden. Tahapan penelitian ini adalah pengambilan sampel darah vena, pengolahan darah menjadi serum non hemolisis dan serum hemolisis ringan, dan pemeriksaan ALP menggunakan alat Biosystem BA 200 Hasil: Penelitian ini didapatkan hasil perbedaan antara kadar enzim ALP pada sampel non hemolisis dan hemolisis sebesar 73,9 U/L atau sebesar 55%. Uji analisis data menggunakan uji T Berpasangan yang di peroleh p ≥ 0.000 Kesimpulan: Terdapat perbedaan hasil antara serum hemolisis ringan dan serum non hemolisis.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.