Propranolol adalah b-blocker non selektif yang digunakan secara luas untuk mengatasi gangguan kardiovaskuler. Pengembangan propranolol secara transdermal diperlukan untuk menghindari metabolisme lintas pertama yang menyebabkan metabolit aktif tinggal 15-23%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai basis yang dapat membantu meningkatkan penetrasi propanolol dari sediaan cold cream melalui membran kulit tikus secara in vitro. Variasi kadar VCO (14%b/v, 28%b/v, 42%b/v) ditambahkan dalam cold cream propranolol. Uji transdermal in vitro dilakukan dengan menggunakan sel difusi tipe vertikal dengan PBS pH 7,4 sebagai medium reseptor. Suhu diatur pada 35ºC dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Uji transport dilakukan selama 8 jam dengan parameter transpor yang dihitung yaitu fluks, effisiensi, dan lag time. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa fluks propranolol pada konsentrasi VCO (0%, 14%b/v, 28%b/v, 42%b/v) berturut-turut adalah 12,30; 14,13; 14,51; dan 23,06 mg jam-1 cm-2. Efisiensi transport berturut-turut adalah 6,5x10-4 ; 7,5x10-4 ; 8,1x10-4 ; dan 1,22x10-3 % cm-2. Lag time berturut-turut adalah 1,13; 1,26; 1,11; dan 0,92 jam. Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa minyak VCO dapat digunakan sebagai basis emulsi dalam sediaan cold cream dan dapat membantu meningkatkan permeasi transdermal propranolol secara signifikan (p <0,05) dan konsentrasi minyak VCO yang paling baik sebagai basis adalah 42%b/v.
ABSTRAKThymoquinone, hasil isolasi dari biji jintan hitam (Nigella sativa L.) terbukti memiliki khasiat sebagai antikanker, antiinflamasi, dan immunodilator. Thymoquinone mudah menguap, mudah teroksidasi, titik lebur rendah, menyebabkan sulit diformulasi menjadi sediaan padat. Sifatnya yang tidak larut dalam air menyebabkan bioavaibilitasnya rendah. Untuk mengatasi dua masalah tersebut dilakukan pengembangan sistem penghantaran obat nanopartikel . Nanopartikel kitosan-thymoquinone dapat dibentuk dengan cross-linker natrium tripolifosfat dengan metode kosolven. Larutan thymoquinone dalam 75%, 50%, 100% isopropil alcohol dicampur dengan larutan kitosan dalam dapar asetat pH 4. Larutan Na-TPP dalam air ditambahkan sedikit demi sedikit dengan pengadukan pelan. Dilakukan karakterisasi terhadap nanopartikel meliputi loading capacity (LC), bentuk partikel, ukuran partikel, dan zeta potensial, dan karakterisasi proses preparasi yaitu nilai loading efficiency (LE). Optimasi Factorial Design menghasilkan kondisi terbaik yaitu dengan solven isopropil alkohol 75%, kadar thymoquinone 10 mg/mL,dan kadar kitosan 10 mg/mL menghasilkan nanopartikel dengan LC 8,71%, LE 76,29%, diameter rata-rata 609,8 nm dan zeta potensial rata-rata 137, 9 mV, bentuk bulat. Isopropil alcohol dapat membantu pembentukan nanopartikel thymoquinone. Ukuran partikel dan zeta potensial yang dihasilkan besar, oleh karena itu diperlukan modifikasi kadar thymoquinone, kitosan, dan Na-TPP.Keywords : Nanopartikel, thymoquinone, isopropil alkohol, polimer kitosan ABSTRACT Thymoquinone, an active compound isolated from black cumin seeds (Nigella sativa L.), has pharmacological activity as anticancer, antiinflammatory, and immunomodulator. This compound has a volatile nature, easily oxidized, and low melting point, leading to difficulties in tablet formulation. Moreover, its low solubility in water leading to low bioavailability. Therefore, it is necessary to develop nanoparticle drug delivery systems to solve these problems. Chitosan-thymoquinone nanoparticles can be formed using sodium tripolyphosphate as cross linker by cosolven method. Chitosan solution in acetate buffer pH 4 was added to thymoquinone solution in 50%, 75%, 100% isopropyl alcohol, than sodium tripoliphosphate solution in water was added slowly in a gently stirrer. The nanoparticle produced was characterized in its loading capacity (LC), particle morphology, particle size, and zeta potential, as well as the loading efficiency (LE) of nanoparticle. Factorial Design Optimization resulted that the best condistion is achieved by 75% isopropyl alcohol using thymoquinone level of 10 mg/mL and chitosan level of 10 mg/mL. In this condition, the nanoparticle has LC of 8.71%, LE of 76.29%, 609.8 nm in diameter and zeta potential of 137.9 mV. It can be concluded that isopropyl alcohol can help the formation of nanoparticles thymoquinone. The particle
ABSTRAKPembentukan dispersi padat dan rekristalisasi diharapkan mengatasi permasalan piroksikam yang mempunyai kelarutan rendah. Pada preparasi disperse padat dan rekristalisasi dapat terbentuk padatan amorf ataupun kristal polimorf metastabil sehingga disolusinya lebih baik. Selama penyimpanan terjadi perubahan bentuk kristal kearah kristal stabil yang berakibat penurunan laju disolusi (instabilitas fisika), selain itu peningkatan kelarutan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan dekomposisi kimia (instabilitas kimia). Penelitan ini bertujuan mempelajari dua instabilitas tersebut. Penelitian diawali dengan membuat 1 macam rekristal (R) dan 1 macam dispersi padat piroksikam dengan pembawa PEG 6000 (DP) dengan metode pelarut menggunakan pelarut aseton. Hasil yang diperoleh disimpan pada suhu kamar (25 O C). Dissolusi kapsul yang ditunjukkan dengan nilai dissolution efficiency selama 60 menit (DE 60 ) dan kandungan zat aktif R dan DP diuji pada waktu penyimpanan 0, 1, 2, dan 4 bulan. Analisis regresi korelasi digunakan untuk mengetahui stabilitas fisika dan kimia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembentukan dispersi padat tidak menaikkan disolusi kapsul piroksikam. Rekristalisasi justru menurunkan disolusi kapsul piroksikam. Proses rekristalisasi dan pembentukan dispersi padat yang dilakukan tidak menurunkan kandungan piroksikam. Selama waktu penyimpanan nilai DE 60 dan kandungan piroksikam R maupun DP tidak mengalami peruabahan yang bermakna (p>0,05). Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa rekristal dan dispersi padat piroksikam yang dibuat mempunyai kandungan kimia dan laju dissolusi yang stabil.Kata kunci: Stabilitas, dispersi padat, rekristalisasi, piroksikam. ABSTRACTIt is hoped that solid dispersion and recrystalization can solve the problem of low solubility of piroxicam. Metastable polymorph or amorph state can be formed in solid dispersion and recrystalization preparation, leading to a better dissolution. During storage, the metastable polymorph or amorph will be changed to stable crystal, so that the dissolution will be decreased (physical instability), beside that the increasing of solubility also trigger the higher rate of decomposition (chemical instability). This research was purposed to reveal these two instability. The research was began by preparing recrystal of piroxicam (R) and solid dispersion piroxicam-PEG 6000 (DP) by solvent method using aseton. These preparate were stored in room temperature (25 o C). The dissolution was tested after 1, 2, 3, and 4 month of storage, using dissolution efficiency for 60 minutes (DE 60 ) as parameter, and also the drug content in bulk preparate was determined. The result showed that recrystalization and solid dispersion preparation did not decrease the piroxicam content. During storage, the DE 60 and piroxicam content in R and DP were not changed (p>0.05). It could be concluded that R and DP prepared had a stable dissolution and purity.
AbstrakKelarutan piroksikam yang rendah mempengaruhi laju disolusi sebagai penentu bioavaibilitas. Pembuatan dispersi padat dengan piroksikam-polietilenglikol dapan meningkatkan laju disolusinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembentukan dispersi padat piroksikampolietilenglikol 6000 (PEG 6000) terhadap laju disolusi kapsul piroksikam selama 1 bulan penyimpanan. Rekristal piroksikam (R) dan dispersi padat piroksikam-PEG 6000 (DP) dibuat dengan metode pelarut menggunakan campuan aseton-etanol (1:1), keduanya bersama dengan piroksikam tanpa modifikasi (P) dikapsul dan disimpan selama 1 bulan. Uji disolusi dilakukan setiap minggu. Efisiensi disolusi 60 menit (DE60), prosentase disolusi 45 menit (C45), dan waktu untuk 80% terdisolusi (t80) digunakan sebagai parameter disolusi. Kurva hubungan DE60, C45, dan t80 terhadap waktu penyimpanan dilihat slopenya sebagai parameter stabilitas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Kapsul P dan DP menunjukkan nilai DE60, C45, dan t80 yang stabil selama penyimpanan (slope=0, p>0.05), demikian juga nilai t80 kapsul R. Sedangkan DE60 dan C45 kapsul R selama penyimpanan terus menurun dengan slope -0,636 %/hari dan -0,171 mg/hari. Dapat disimpulkan bahwa DP yang dibuat dengan metode pelarut campuran aseton dan etanol (1:1) menunjukkan profil disolusi yang stabil selama penyimpanan 1 bulan.. Kata kunci : disolusi, piroksikam, dispersi padat, polietilenglikol 6000, stabilitas Dissolution Of Solid Dispersion Piroxicam-PEG 6000 Capsules During Storage AbstractThe low solubility of piroxicam affect its rate of dissolution as bioavailability limiting factor. Solid dispersion using polyethilenglycol can improve its dissolution rate. This research was aimed to determine the effect of piroxicam-polyethylenglycol 6000 (PEG 6000) solid dispersion formation on the dissolution rate of piroxicam capsules during storage for 1 month. The piroxicam recrystal (R) and solid dispersion of piroxicam-PEG 6000 (DP) were prepared by solvent method using acetone-ethanol (1:1), these two bulk and unmodified piroxicam (P) as control than be capsulated and stored for 4. Their dissolution were tested every week. Sixty minutes dissolution efficiency (DE60), percent drug dissolved in 45 minutes (C45), and time to dissolve 80% of drug (t80) were used as dissolution parameters. The slope of the plot of these dissolution parameters as a function of time storage was used as a stability indicator. The result show that P and DP capsules have a constant DE60, C45, and t80 during storage (slope=0, p>0.05), also the data of t80 of R capsule. DE60 and C45 of R capsule is going lower during the storage with the slope of -0,636 %/day and -0,171 mg/day. It can be concluded that DP prepared by solvent method using acetoneethanol (1:1) shows the stable dissolution profiles during storage for 1 month.
Abstrak Losartan, senyawa antagonis reseptor angiotensin II, mempunyai bioavailabilitas oral 0.25-0.35. Bioavailabilitas yang rendah ini dapat diatasi dengan penghantaran obat secara transdermal. Enhancer sering ditambahkan ke dalam formula sediaan transdermal, misalnya propilen glikol (PG). Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kadar propilen glikol terhadap permeasi transdermal losartan pada kadar obat yang berbeda. Penelitian dilakukan secara in vitro dengan sel difusi tipe vertikal dilakukan terhadap empat formula yaitu 2% potasium losartan (k-los) :15% PG (F1), 10% k-los :15% PG (F2), 2% k-los :20% PG (F3), dan 10% k-los: 20% PG (F4) dengan dapar sitrat pH 5 sebagai mediumnya. Kulit punggung tikus jantan galur wistar digunakan sebagai membran, PBS pH 7,4 sebagai medium kompartemen reseptor, dan HPLC untuk pengukuran kadar k-los dalam kompartemen reseptor dengan detektor UV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar k-los dari 2% ke 10% pada kadar PG 15% meningkatkan fluks, sedangkan pada kadar 20% tidak berpengaruh terhadap fluks. Peningkatan kadar PG dari 15% ke 20% justru menurunkan fluks pada kadar k-los 2%, dan tidak berpengaruh pada kadar k-los 10%. Nilai lag time tidak berbeda diantara semua fomula. Hal ini berarti penggunaan enhancer PG lebih dari 15% justru merugikan permeasi transdermal. Kata Kunci : transdermal, losartan, propilen glikol, enhancer Abstract Losartan is an angiotensin receptor antagonis which has low oral bioavailability (0.25-0.35). Transdermal drug delivery system is needed as one solution for this low oral bioavailability drug. Propilen glikol (PG), as enhancer, is frequently added in transdermal dosage form. This research was purposed to explore the effect of PG as losartan permeation enhancer in various concentration of potasium losartan (k-los). The research was carried out in vitro using vertical tipe difusion cel for 4 formulas, i.e. 2% potasium losartan (k-los) :15% PG (F1), 10% k-los :15% PG (F2), 2% k-los :20% PG (F3), and 10% k-los: 20% PG (F4) using citric buffer pH 5 as donor medium, while PBS pH 7,4 was used as receptor medium. The dorsal skin of white wistar male rat was used as membrane. HPLC with UV detector was used to determine the concentration of k-los appear in receptor compartment. The results show that increasing of k-los concentration from 2% to 10% can increase the flux if PG concentration is 20%, but it does not have any significant effect to the flux if the PG concentration is 15%. Increasing PG concentration from 15% to 20% decrease the flux permeation in k-los concentration of 2%, and does not have any significant effect in concentration of k-los of 10%. The lag time permeation does not has any significant differencess. It means that PG as enhancer in the concentration above 15% doesn’t have any adventages. Keywords : transdermal, losartan, propilen glycol, enhancer
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.