No abstract

The knowledge of the doctors in Aceh regarding Zika infection is relatively low. Doctors who have a good knowledge on Zika infection are more confident to established Zika disease as differential diagnosis in their clinical setting. Therefore, such program to increase healthcare providers' knowledge regarding Zika infection is needed to screen potential carriers of Zika infection.

No abstract

Background: The aim of this study was to assess the level of knowledge towards Zika among medical students, medical interns and general practitioners (GPs) in Indonesia. Methods: A cross-sectional study was conducted in Aceh province of Indonesia in 2016. A set of validated questionnaire, consisting 24 questions, was used to assess the knowledge. Logistic regression was used to estimate the differences in knowledge between groups. Results: A total of 1031 participants were included in the final analysis in which most of them were medical student (39.7%), followed by GPs (37.7%) and medical intern (22.6%). Approximately 17%, 19%, and 64% of the medical students, interns and GPs had good knowledge, respectively. The knowledge level of medical student and medical interns was roughly equivalent. Medical students and medical interns had significantly lower odds of having a good knowledge compared to GPs, OR: 0.12 (95%CI: 0.08-0.16) and OR: 0.13 (95%CI: 0.09-0.20), respectively. Conclusion: General practitioners have greater knowledge of Zika than medical students or interns, possibly as a result of clinical experiences or exposure to learning. Inclusion of Zika learning materials in the national medical curriculum could improve knowledge of Zika and the ability of the health care workforce to respond to future outbreaks.

Latar Belakang: Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Asahan Sumatera Utara kasus filariasis terbanyak pada tahun 2014 berjumlah 33 orang, tahun 2015 meningkat menjadi 36 orang, tahun 2016 sebanyak 38 orang, tahun 2017 sebanyak 40 orang dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 41 orang. Penyebabnya tidak memiliki akses air bersih, sanitasi memadai, dan perumahan ynag tidak layak huni. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan study case control yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2019 di Wilayah Kerja Puskesmas Dinas Kabupaten Asahan. Sampel dalam penelitian ini ada penderita filariasis sebanyak 41 orang (kelompok kasus) dan 41 orang yang tidak menderita filariasis (kelompok kontrol). Hasil: Hasil penelitian diketahui ada hubungan dengan tidak menggunakan kawat kassa (p-value 0.002), tidak menggunakan plafon rumah (p-value 0.001), kebiasaan melakukan pekerjaan pada malam hari (p-value 0.002), tidak menggunakan kelambu (p-value 0.001) dan tidak menggunakan obat anti nyamuk (p-value 0.0001) dengan penyebaran filariasis di Kabupaten Asahan. Saran: Kepada pihak Dinas Kesehatan Asahan perlunya sosialisasi terkait pencegahan dan pengobatan filariasis, begitu juga dengan masyarakat perlu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar rumahnya dan melindungi diri dari gigitan nyamuk.

Living in a prison has a huge impact on the quality of life (QoL) and mental health, particularly for women. However, the study examined women's QoL in a prison are limited particularly in developing countries, including Indonesia. The majority of women imprisoned in Aceh are due drugs courier, theft, fraud, corruption. Without a better understanding its determinants, it is difficult to deliver an effective and specific program to improve the QoL of women in a prison. This study aimed to analyse the quality of life of female prisoners and their determinants in the Class II B Prison of Lhoknga District, Aceh. Total population of 52 female prisoners was selected for the purpose of this study. Data were collected through interviews using the Measuring the Quality of Prison Life (MQPL) instrument which consist of 129 Likert questions. The analysis was conducted using a simple and multiple logistic regression test. The average age of respondents 36 years with 20% have a lower educational level and the range have been in the prison from 1 month to almost 10 years. More than half of respondents were marriage women. Approximately 52% were in lower level of spirituality. Study found some of 42.3% of them also in lower category of QoL. The analysis showed no significant relationship (p>0.05) between age, education, duration of punishment and marital status to QoL. The Multivariate analysis showed that the level of spirituality is strongly associated with the QoL of female prisoners (p=0.012).This study suggested that spiritual aspects is contribution in raising the quality of life female prisoners encourage them to practise their faith.

Upaya kesehatan di fasilitas kesehatan telah memasuki babak baru di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini. Puskesmas Bandar Baru, sebagai salah satu Puskesmas terbesar di Kabupaten Pidie Jaya dengan pendapatan terbesarnya bersumber dari JKN, dituntut untuk memiliki mutu pelayanan kesehatan berkualitas sekaligus mampu melakukan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pemerintah dalam hal ini Puskesmas Bandar Baru di era JKN saat ini dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif guna mengumpulkan data primer dan data sekunder untuk perspektif finansial, pelanggan, bisnis internal dan pengembangan. Hasil studi menunjukkan antara lain bahwa Puskesmas Bandar Baru kurang bertumbuh dari perspektif finansial dikarenakan adanya pemekaran puskesmas pembantu di bawahnya. Di sisi lain, Puskesmas tersebut memiliki nilai tingkat ekonominya yang ekonomis (Tek < 100%) di tahun 2019-2020, namun di tahun 2021 tidak ekonomis (Tek =100%). Sementara, nilai tingkat efektivitas-nya tidak efektif (Tev < 100%; 2019-2021), dan nilai tingkat efisiensinya tidak efisien (Tef =100%;2019-2020), dan efisien pada tahun 2021(Tef < 100%). Dari sisi perspektif pelanggan indeks kepuasan terendah pada sarana dan prasarana Puskesmas. Sedangkan, pada perspektif bisnis internal, turn over pegawai tidak tinggi meskipun pelatihan pegawai masih kurang. Diperlukan upaya peningkatan program kesehatan inovatif yang dapat memperbaiki capaian puskesmas, di mana hal ini dalam waktu bersamaan juga dapat meningkatkan jumlah pasien baru guna mencapai pertumbuhan keuangan maksimal Puskesmas Bandar Baru.