Ketepatan penggunaan antibiotik termasuk ketercampuran (compatibility) terhadap sediaan lain merupakan faktor penentu efektivitas dan biaya terapi antibiotik pada pasien intensive care unit (ICU). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji profil penggunaan, ketepatan, biaya, dan kompatibiltas penggunaan antibiotik pada pasien yang mendapat perawatan di ICU sebuah rumah sakit di Surabaya selama periode November-Desember 2015. Penelitian ini merupakan penelitian observasional prospektif dengan menggunakan rekam medis sebagai bahan utama pengambilan data. Seluruh data pasien ICU yang menggunakan antibiotik dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dianalisis secara deskriptif. Total terdapat data dari 42 orang pasien yang dianalisis pada penelitian ini. Penggunaan antibiotik terdiri dari 46 penggunaan (65,71%) antibiotik tunggal dan 24 penggunaan (34,29%) antibiotik kombinasi. Jenis antibotik tunggal yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxone (43,48%) dan kombinasi antibiotik terbanyak adalah kombinasi ceftazidime dan levofloxacin (12,50%). Terjadi 30 kali proses pergantian terapi yang didominasi oleh proses eskalasi (43,34%) dan tidak ditemukan (0,00%) proses pergantian rute terapi dari rute intravena ke per-oral. Dari seluruh pasien dengan diagnosis infeksi, hanya 4 dari 15 orang pasien terdiagnosis infeksi (26,67%) yang mendapatkan terapi antibiotik yang tepat secara keseluruhan, dan 13,96% campuran antibiotik dengan sediaan intravena lain masih dinyatakan belum memiliki informasi terkait status ketercampurannya. Rata-rata biaya yang dikeluarkan pasien untuk antibiotik sebesar Rp. 459.492 (min-max: Rp 15.852,to Rp 8.314.914,-).
Background A community-based approach has been identified as one key strategy to improve the health of Indonesians. In 2015, the government initiated the ‘Smart Use of Medications Movement’ (GeMa CerMat) to promote responsible self-medication. This study aims to explore pharmacist/pharmacy staff trainers’ views on strategies to implement GeMa CerMat community training. Methods Four focus group discussions were conducted with 38 pharmacist/pharmacy staff trainers in Ngawi, Indonesia and a thematic analysis was used to obtain the key strategies. Results The identified key strategies were building community readiness via well-designed training (considering participant characteristics, training methods, and materials and resources); policy, regulation and organizational support; access to training in a cultural context; communication media to promote training and the inclusion of active-learning tools. Conclusions These identified multilevel strategies require collaboration among national bodies and the involvement of trusted community members (‘change agents’). A new strategy using ‘active learning tools’ was necessary to build critical thinking and understanding of the use of medications in everyday life. Future research should focus on process, impact and outcome evaluation involving GeMa CerMat training implementation and sustainability in Indonesia.
Appropiate recommendation provided by pharmacists is considered as a crucial factors to prevent morbidity and mortality among children with acute diarrhea in the community. This study aimed to determine the type and the appropriateness of recommendations provided by the community pharmacists in the eastern part of Surabaya to children presenting with acute diarrhea. This was cross-sectional study conducted by using a questionnaire consisting of questions about participants’ characteristics and a case of acute diarrhea in children without complications and other “alarm symptoms” requiring medical referral. The appropriate recommendation for the case was to give a combination of oral rehydration solution (ORS) and zinc with or without other recommendations. Data were analyzed descriptively using SPSS version 22. A total of 84 pharmacists provided consent to be participants in this study. The majority of participants (73,81%) were pharmacists manager and more than 50% of them completed pharmacist professional degree between 2010 and 2019. Type of pharmacists’ recommendations were further classified as: medical referral, provision of medicine, laboratory testing, and non-pharmacology treatment. The most provided recommendations were provision of medicine (97,62%) with or without other recommendations. Medical referral were recommended by 22 pharmacists (26,19%). Of the total participants, 13,09% provided appropriate recommendations. Findings of this study indicate the necessity to optimise the role of community pharmacists in managing acute diarrhea in children. Further study to identify the needs of community pharmacists, either conducted with qualitative or quantitative approach, is required as the key step before implementing further intervention.
Your article is protected by copyright and all rights are held exclusively by Springer Nature Switzerland AG. This e-offprint is for personal use only and shall not be selfarchived in electronic repositories. If you wish to self-archive your article, please use the accepted manuscript version for posting on your own website. You may further deposit the accepted manuscript version in any repository, provided it is only made publicly available 12 months after official publication or later and provided acknowledgement is given to the original source of publication and a link is inserted to the published article on Springer's website. The link must be accompanied by the following text: "The final publication is available at link.springer.com".
Diare akibat penggunaan antibiotik (antibiotic-associated diarrhea; AAD) merupakan salah satu gangguan klinis yang seringkali terjadi pada anak dan perlu mendapat intervensi dari dokter untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan mempertimbangkan bahwa swamedikasi seringkali menjadi pilihan masyarakat ketika menghadapi kasus diare, apoteker di komunitas memiliki peran penting dalam mengarahkan masyarakat ke dokter untuk mengatasi masalah terkait AAD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan ketepatan rekomendasi apoteker dalam menanggapi permintaan swamedikasi terkait kasus AAD pada anak. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di wilayah Timur kota Surabaya. Sebuah kuesioner yang berisi pertanyaan terkait karakteristik peserta dan sebuah kasus digunakan pada proses pengambilan data. Validasi isi dari kasus serta penentuan kunci jawaban dilakukan melalui diskusi yang melibatkan pakar farmasi klinis, farmasi praktis, dan kesehatan masyarakat. Total terdapat 84 apoteker terlibat dalam penelitian ini; response rate 38,71%. Pemberian rekomendasi produk obat baik dengan maupun tanpa rujukan ke dokter atau saran non-farmakologi diberikan oleh 75 (89,29%) partisipan dan jenis obat yang paling sering direkomendasikan adalah probiotik, kaolin-pektin, domperidon, attapulgit. Sebanyak 26 apoteker (30,95%) memberikan rekomendasi yang tepat, yaitu: rujuk dokter segera dengan atau tanpa disertai rekomendasi lain. Hasil penelitian ini mengindikasikan perlunya intervensi untuk mengoptimalkan pemberian rekomendasi apoteker komunitas pada kasus AAD anak.
In 2015, the Indonesian Government initiated ‘Smart Use of Medications Movement’ (‘GeMa CerMat’) which included cadre training to promote responsible self‐medication. Evaluation of a pilot training conducted across Indonesia suggested the need to improve those training modules. This study aimed to assess cadre’ knowledge gained following training with newly developed general or specific training modules. Five types of modules were developed and used to train cadres at five Community Health Centres (CHCs) in Surabaya, Indonesia: 1) Sidosermo CHC (general‐drugs module), 2) Tenggilis CHC (common cold drugs module), 3) Gunung Anyar CHC (analgesic drugs module), 4) Kalirungkut CHC (anti‐diarrhoeal drugs module), and 5) Jagir CHC (indigestion drugs module). Cadres’ knowledge improvements were evaluated using pre‐/post‐test scores and the difference scores depending on the module being tested. Multifactorial ANOVA explored the effects of the type of module on difference scores. A total of 279 cadres across five CHCs were involved in the training, giving response rates from 65% to 93%. There was an increase in the post‐test scores after the training with all modules. However, significant differences were reported only for the specific‐drugs module groups (all p < .001). Furthermore, the general module group had the lowest difference score (1.12; 95% CI [−0.45, 2.92]) while the common cold module group had the highest gain (5.02; 95% CI [1.95, 5.17]). Multifactorial ANOVA revealed that there was a significant main effect of the type of modules on difference scores [F (4, 263) = 8.37, p <.001]. In conclusion, this preliminary study indicated that the development of modules for specific minor illnesses could be beneficial in facilitating effective community‐based training to promote responsible self‐medication in Indonesia. The priority for therapeutic areas chosen for the module should be based on the local needs. Further research is required to confirm the findings in broader community members.
Salah satu tujuan dalam kurikulum pendidikan farmasi adalah mempersiapkan mahasiswa agar mampu memberikan rekomendasi terkait gangguan kesehatan ringan di komunitas. Sampai saat ini, informasi terkait kemampuan mahasiswa dalam memberikan rekomendasi di Indonesia belum ditemukan dalam literatur terpublikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan ketepatan rekomendasi mahasiswa prodi apoteker di sebuah institusi pendidikan farmasi saat menghadapi permintaan swamedikasi pada kasus nyeri pinggang (low-back pain; LBP). Pengambilan data pada penelitian potong lintang ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik partisipan dan sebuah kasus LBPyang diadaptasi dari pustaka terpublikasi. Ketepatan rekomendasi ditetapkan melalui diskusi pakar dan bukti penelitian digunakan sebagai dasar dalam mendefinisikan rekomendasi yang tepat. Data karakteristik partisipan dan ketepatan rekomendasi dianalisis secara deskriptif. Total terdapat 86 partisipan terlibat dalam penelitian ini (response rate 82,69%). Sebagian besar partisipan (91,86%) memberikan rekomendasi obat, dan 61 dari antaranya merekomendasikan obat golongan anti-inflamasi non-steroid (AINS; baik oral maupun topikal). Sebanyak 70,93% partisipan memberikan rekomendasi tepat, yaitu: obat analgesik golongan AINS dan topikal counter-irritantsdengan/tanpa rekomendasi lainnya. Penelitian ini menunjukkan partisipan dalam penelitian ini mampu memberikan rekomendasi yang tepat dalam menanggapi kasus LBP. Namun demikian, penelitian lanjutan untuk mengeksplorasi penyebab ketidaktepatan rekomendasi pada sebagian mahasiswa diperlukan sebagai upaya perbaikan aktivitas pembelajaran dan kurikulum pendidikan
AbstrakAntimicrobial Stewardship Program (ASP) merupakan salah satu program yang direkomendasikan untuk meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik, khususnya pada setting rumah sakit. Keberhasilan implementasi program tersebut ditentukan oleh banyak faktor, antara lain komunikasi antartenaga kesehatan dan ketersediaan sumber daya manusia maupun sarana-prasarana. Sampai saat ini, bukti penelitian terkait implementasi ASP di Asia, khususnya di negara low-dan lower-middle-income economies, masih terbatas. Tujuan kajian sistematik ini adalah mengidentifikasi jenis strategi ASP yang diimplementasikan di berbagai negara Asia dengan berbagai income status, dan memberikan gambaran dampak dari implementasi ASP terhadap luaran klinis, mikrobiologis, dan finansial. Proses penelusuran pustaka dilakukan dengan menggunakan basis data PUBMED dan kata kunci "antimicrobial stewardship" dan "Asia" yang dikombinasikan dengan Boolean operator yaitu "AND". Total terdapat 28 penelitian dari sembilan negara diikutsertakan dalam kajian akhir. Belum ditemukan bukti penelitian terpublikasi terkait ASP di Indonesia. Hanya terdapat satu penelitian berasal dari negara lower-middle-income economies dan penelitian tersebut dilakukan pada institusi kesehatan tersier. Sebagian besar penelitian, yakni 22, berasal dari negara high-middle-income economies, dan 18 dari antaranya dilakukan di rumah sakit tersier atau rumah sakit yang berafiliasi pada institusi pendidikan tinggi. Jenis intervensi ASP yang paling banyak diimplementasikan adalah audit peresepan antibiotik secara prospektif dan disertai dengan pemberian umpan balik, dan penerapannya terbukti dapat menghasilkan luaran yang positif baik secara klinis, mikrobiologis, maupun finansial. Dengan mempertimbangkan dampak positif tersebut, sangat diharapkan agar ASP dapat diimplementasikan pada institusi kesehatan di Indonesia dengan memperhatikan ketersediaan sumber daya dan konteks budaya lokal. AbstractAntimicrobial Stewardship Program (ASP) is one of the recommended programs to optimize the prudent use of antimicrobials, particularly in the hospital settings. The successful ASP implementation is determined by numerous factors, including communication among healthcare workers, and the availability of human resources and facilities. There is limited evidence available regarding the ASP implementation in Asia, particularly in the low-and lower-middle income countries. This systematic review aimed to identify the type of ASP interventions implemented in Asian countries according to the income status and to describe the impact of ASP implementation on the clinical, microbiological, and financial outcomes. The search strategy was undertaken using PUBMED, and the search terms were "antimicrobial stewardship" and "Asia" which were combined with the use of a Boolean operator "AND". In total, 28 articles from nine countries were included in the final review. No article from Indonesia could be found in this systematic review. There was only an article from a lower-middle income country that was conduct...
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
hi@scite.ai
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.