Abstract:Pemilu Serentak 2024 merupakan pemilu yang memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi bagi penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu. Dimana menggabungkan antara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu DPR dan DPD, serta DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tentu hal ini memberikan kompleksitas masalah dalam pelaksanaannya terlebih lagi adanya rekrutmen penyelenggara di tengah tahapan. Tulisan ini mencoba menawarkan solusi praktis dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang, yang berkaca kepada Pemilu 2019 la… Show more
“…Sebaliknya apabila Pemilu dianggap tidak berintegritas, kepercayaan publik akan melemah, legitimasi pemerintah akan menurun. Dalam proses pelaksanaannya guna menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu maka sangat penting adanya peran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) (Pangestu, 2022). Dalam menciptakan integritas tersebut perlu adanya kapasitas dan pemahaman yang mendalam dari penyelenggara Pemilu.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…10 Tahun 2016 menambah beban penyelenggara dalam merumuskan peraturan turunannya seperti peraturan KPU dan peraturan Bawaslu agar tidak terjadinya tumpang tindih landasan hukum dalam pelaksanaan tahapannya. Kemudian habisnya masa jabatan penyelenggara Pemilu baik di tubuh KPU maupun Bawaslu di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota pada 2022 dan 2023, di tengah tahapan menambah rentetan permasalahan bagi penyelenggara, dan berpotensi mempengaruhi profesionalitas, kredibilitas, dan integritas penyelenggara Pemilu (Pangestu, 2022).…”
Section: Solusi Dari Tantangan Perekrutan Badan Ad Hoc Pemiluunclassified
In holding a general election there are organizers who have an important role as election officers at the lower level, namely at the sub-district and village levels, namely PPK, PPS, KPPS, Panwascam, PKD and TPS Panwas. The factor that will determine the fulfillment of the HR (Human Resources) qualifications needed in filling these positions is recruitment. This research intends to discuss the problems, challenges and solutions of election management recruitment at the grassroots level. The method used in this article is a qualitative descriptive method. The primary data source used is research journals on Election Implementation. Data collection techniques using journals and books. Data analysis using content analysis. The results of this study indicate that at the stage of selecting ad hoc election bodies, there are obstacles that are often encountered during the selection process, namely the difficulty of getting qualified selectors, honest and able to provide an objective assessment. Not a few were found in the field, selectors give value on the basis of their role and not on the basis of their thoughts, apart from that the closeness factor is very difficult to ignore. The concept of Training of Trainers is a breakthrough in providing understanding to ad hoc committees at least at the sub-district and sub-district/village levels so that these ad hoc committees are able to solve problems in the field and understand the ethical standards of implementation.
“…Sebaliknya apabila Pemilu dianggap tidak berintegritas, kepercayaan publik akan melemah, legitimasi pemerintah akan menurun. Dalam proses pelaksanaannya guna menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu maka sangat penting adanya peran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) (Pangestu, 2022). Dalam menciptakan integritas tersebut perlu adanya kapasitas dan pemahaman yang mendalam dari penyelenggara Pemilu.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…10 Tahun 2016 menambah beban penyelenggara dalam merumuskan peraturan turunannya seperti peraturan KPU dan peraturan Bawaslu agar tidak terjadinya tumpang tindih landasan hukum dalam pelaksanaan tahapannya. Kemudian habisnya masa jabatan penyelenggara Pemilu baik di tubuh KPU maupun Bawaslu di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota pada 2022 dan 2023, di tengah tahapan menambah rentetan permasalahan bagi penyelenggara, dan berpotensi mempengaruhi profesionalitas, kredibilitas, dan integritas penyelenggara Pemilu (Pangestu, 2022).…”
Section: Solusi Dari Tantangan Perekrutan Badan Ad Hoc Pemiluunclassified
In holding a general election there are organizers who have an important role as election officers at the lower level, namely at the sub-district and village levels, namely PPK, PPS, KPPS, Panwascam, PKD and TPS Panwas. The factor that will determine the fulfillment of the HR (Human Resources) qualifications needed in filling these positions is recruitment. This research intends to discuss the problems, challenges and solutions of election management recruitment at the grassroots level. The method used in this article is a qualitative descriptive method. The primary data source used is research journals on Election Implementation. Data collection techniques using journals and books. Data analysis using content analysis. The results of this study indicate that at the stage of selecting ad hoc election bodies, there are obstacles that are often encountered during the selection process, namely the difficulty of getting qualified selectors, honest and able to provide an objective assessment. Not a few were found in the field, selectors give value on the basis of their role and not on the basis of their thoughts, apart from that the closeness factor is very difficult to ignore. The concept of Training of Trainers is a breakthrough in providing understanding to ad hoc committees at least at the sub-district and sub-district/village levels so that these ad hoc committees are able to solve problems in the field and understand the ethical standards of implementation.
“…Partai ekstra parlemen yang menolak proporsionalitas tertutup adalah Partai Sejahtera Indonesia yang memposisikan diri sebagai partai pendukung terkait penolakan Mahkamah Konstitusi JR. Usulan penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024 menuai perdebatan dan kekhawatiran mengenai dampak negatifnya. Berikut beberapa potensi dampak negatif sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024, antara lain (Anugrah & Jalius, 2023) Pada Kesimpulannya, usulan penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024 menuai perdebatan dan kekhawatiran akan dampak negatifnya. Beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi adalah dominasi pimpinan partai politik, tingginya resistensi, dan kurangnya keterwakilan kepentingan masyarakat (Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Kelebihan Dan Kekurangannya, n.d.).…”
Section: Model Sistem Pemilu Proporsional Pada Pemilu 2024unclassified
The proportional system used in elections in Indonesia is divided into two systems: open and closed proportional. From 1955 to 1999 elections were held with a closed proportional system. Then from 2004 to 2019, open proportional elections were used. This research will discuss the advantages and disadvantages of the proportional system by actualizing it with the upcoming election system, namely the 2024 elections based on JR's rejection to the Constitutional Court because it is considered to be at home with the government system and the legislative system related to elections. If you return to using closed elections, it is feared that you will return to the past with an authoritarian government regime and kill democracy. The use of an open proportional election system is the best solution to be used in the 2024 elections. The method used in this research is qualitative research with the type of normative jurisprudence research. The data collection method uses argument with data sources in the form of documents, journals, papers and news in the media. The conclusion of this research lies in the use of open proportional to be the ideal system that can be used in the 2024 elections. If there is a change in the electoral system, it will change the entire order of the electoral system that has been made.
“…Mengingat banyaknya pelanggaran yang dilakukan selama pemilihan umum, Indonesia perlu melakukan upaya penegakan hukum untuk menjamin terlaksananya pemilihan umum yang berdasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan Pasal 2 UU Pemilu. Kepercayaan publik terhadap pemilihan umum sangat berkaitan dengan integritas penyelenggara pemilihan umum yang kompeten dengan kebebasan penuh dalam bertindak untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang transparan dan akuntabel (Pangestu, 2022).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Penegakkan kode etik penyelenggara pemilu adalah bagian yang substansial dalam membangun kualitas pemahaman dan kesadaran ethics bagi semua penyelenggara pemilu tentang pentingnya melaksanakan tugas dan fungsi secara independen. Kesadaran mengenai etika ini penting dimiliki oleh penyelenggara pemilu karena merupakan refleksi kritis, metodis, dan sistematis mengenai tingkah laku penyelenggara pemilu yang berhubungan dengan norma-norma atau mengenai tingkah laku penyelenggara pemilu berdasarkan sudut kebaikannya dalam proses penyelenggaraan pemilu (Pangestu, 2022).…”
Efektivitas pengaturan mengenai pemilihan umum yang mampu memberikan sanksi yang adil dan sesuai dalam setiap pelanggaran pemilihan umum yang telah dilakukan berdasarkan sistem hukum yang berlaku dapat menentukan keberhasilan untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang transparan dan akuntabel. Lawrence M. Friedman menjelaskan unsur-unsur dari sistem hukum terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture). Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan penelitian konseptual dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan nonhukum. Hasil dari penelitian ini adalah struktur hukum yang berkaitan dengan pemilihan umum masih mempunyai kendala yang berkaitan pada dalam upaya proses penanganan dugaan pelanggaran pidana pemilu. Dari segi substansi hukum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 perlu menjelaskan secara lebih rinci mengenai tindak pidana pemilu dan kualifikasi tindakan yang dilakukan adalah pelanggaran atau kejahatan. Serta dari segi budaya hukum baik penyelenggara pemilihan umum, peserta pemilihan umum dan masyarakat sebagai pemilih belum sepenuhnya menyadari hakikat atau tujuan pemilihan umum. Sehingga penegakan hukum dalam pemilihan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum belum efektif berdasarkan pada tinjauan sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.