“…Kebijakan PPP dapat diukur berjalan baik dengan mengacu pada pertanyaan-pertanyaan dasar seperti dibawah ini (Nugroho & Toyib, 2018) yakni : (1) Apakah kebijakan tersebut untuk mencapa tujuan bangsa atau visi nasion, ataukan tujuan dari elite politik , apakah kebijakan itu dibuat benar-benar untuk kepentingan bangsa atau kepentingan pribadi dan golongan yang disembunyikan dibalik kepentingan bangsa ; (2) Apakah kebijakan tersebut telah memeberikan secara secukupnya hak dan kewenangan, tidak kurang dan tidak lebih, pemerintah kepada sektor swasta atau pelaku usaha, ataukan justru mengambil hak dan kewenangan pemerintah secara berlebihan sehingga pelaku bisnis dapat bertindak sewenang-wenang secara sak, baik secara tidak langsung maupun melalui tangan pemerintah; (3) Apakah kebijakan tersebut bunar-benar menggerakkan masyarakat, memperkuat pasar, dan mengurangi batasan-batasan aturan yang tidak relevan, atau justru membuat pergerakan masyarakat terkunci, pasar menjadi tidak kompetitif, dan aturan makin memberatkan karena ditujukan untuk mendukung monopoli yang diberikan kepada pelaku usaha atas nama kebijakan PPP; (4) Apakah pada akhirnya terbentuk budaya kemandirian dari masyarakat, terutama pelaku usaha, untuk menyediakan sendiri kebutuhan infrasturukturnya daripada terus menerus menuntut pemerintah, atau justru akhirnya memperpanjang ketidak mandirian masyarakat. ( 5) Apakah dengan kebijakan PPP, pemerintah dapat memindahkan anggaran infrastruktur ke anggaran sosial yang lebih memerlukan, ataukan tidak ada relokasi anggaran sama sekali.…”