The Selection of PPP Type Through Value for Money Analysis: A Case Study of Jakarta-Surabaya Railway Project

Abstract

With the suboptimal performance of the Jakarta-Surabaya corridor railway currently operating, the Government of Indonesia intends to upgrade the railway system in terms of speed performance as well as to engage the participation of both the public and private sectors in the upgrading project as mandated in Presidential Regulation Number 38/2015. Through this research, the type selection of the Public-Private Partnership (PPP) scheme and their implications on the Jakarta-Surabaya railway project will be demonstrated by conducting analysis to the alternative scenarios of the study on railway technology selection with an emphasis on economic and financial feasibility aspects to determine the suitable PPP type, which is validated through Value for Money (VfM) analysis, where the benefits of the selected PPP type in terms of economic, financial, and non-financial aspects were examined through numerical tests, the result of which indicated that with the VfM value of the actual data of IDR 224.51 trillion, and the most significant changes in VfM value for each variable change are in the 20-year concession period which reduces the VfM value by 4%. Of all the variable changes, there is no minus VfM value, indicating that public projects are in an improved condition with the PPP scheme.

Analisis Value for Money Pada Evaluasi Kelayakan Investasi Infrastruktur Publik Kerjasama Pemerintah Badan Usaha Sistem Penyediaan Air Minum Kota Pekanbaru (Kpbu Spam Kota Pekanbaru)

“…Teori ini menyatakan bahwa pengawasan akan optimaldan semakin efisien jika pengawasan dapat melibatkan semua stakeholders. (Jefry et al, 2018;Purnomo et al, 2020). Hal ini juga diungkapkan oleh (Jefry et al, 2018) yang mengutip (Morallos et al, 2009) bahwa definisi VfM adalah alat untuk menilai kelayakan apakah suatu proyek akan membawa manfaat maksimal dari produk dan jasanya, dan bahwa pemilihan mitra swasta tidak didasarkan pada penawaran dengan biaya terendah tetapi berdasarkan kriteria tertentu lainnya.…”

“…Jumlah ini lebih besar daripada total biaya saat ini sebesar Rp 734.890 miliar, sehingga Proyek memberikan nilai kemanfaatan ekonomi sebesar ± Rp 500 miliar. Karena manfaatnya yang lebih tinggi dibandingkan biaya proyeknya, hal ini sejalan dengan ungkapkan oleh (Jefry et al, 2018;Purnomo et al, 2020)…”

“…Terdapat tiga faktor yang digunakan dalam VfM yaitualokasi risiko, spesifikasi output dan kontrak berbasis kinerja (Joubert, 2018). Evaluasi VfM mengukur sejauh mana optimalisasi pembiayaan finansial dan manfaat proyek bagi pemerintah dengan pembangunan secara konvensional dengan APBN dibandingkan dengan pengadaan dengan skema KPBU dilihat dari segi Optimal benefit-cost ekonomi, finansial, aspek teknik dan aspek lainnya (Jefry et al, 2018;Purnomo et al, 2020).…”

“…Pada pembangunan infrastruktur transportasi seperti proyek perkeretaapian Jakarta-Surabaya, proyek Trans Sumatera Toll -Section Palembang Indralaya, proyek kerata api nasional Batam (LRT Batam), proyek infratruktur transportasi kementrian BAPPENAS 2015-2019 (Jefry et al, 2018;Purnomo et al, 2020;Rahman et al, 2018) yang menggunakan skema KPBU dimana secara umum para peneliti berusaha untuk melihat implementasi dari proyek-proyek Dijelaskan oleh (Schmitz, 2017) bahwa teori kontrak tidak lengkap merupakan aplikasi dari paradigma kontrak tidak lengkap, dasar teori tentang kontrak tidak lengkap didasari pada keadaan bahwa beberapa aspek dari perilaku masa depan yang relevan dengan pembayaran pihak kontraktual atau beberapa pembayaran yang relevan dalam keberlangsungan di masa mendatang tidak ditentukan dalam kontrak dan / atau tidak dapat diverifikasi oleh pihak ketiga. Pada umumunya hal ini dapat dikaitkan pada tiga penyebab berbeda; pertama, biaya transaksi yang timbul dari ketidakpastian tentang peristiwa masa depan, dari rasionalitas pihak terikat kontrak, dan dari rasionalitas terikat keputusan, dan, ketiga dari informasi asimetris.…”