The Relationship Between Self-Harm Behavior, Personality, and Parental Separation: A Systematic Literature Review

Abstract

Children who are separate from one or both of their parents (parental separation) have a higher tendency to experience stress, mental health problems, and self-harm behavior. Self-harm behavior is the practice of deliberately injuring body tissue generally carried out by oneself without the intention of committing suicide or without the purpose of social sanctions. Personality is one of the factors that drive an individual to practice selfharm. An individual who has a dominant neuroticism personality has problems in anxiety, hostility, depression, impulsive behavior, self-consciousness, and vulnerability. Moreover, previous studies states that an individual with high levels of openness and neuroticism but low levels of agreeableness and conscientiousness has a higher tendency to practice self-harm. Self-harm behavior occurs because an individual cannot control his/her impulses when dealing with unpleasant conditions. An individual practices self-harm to reduce the negative feelings within his/herself because of the unpleasant conditions. This study reviewed 20 articles with a systematic literature review method. This study found that there was a relationship between self-harm behavior, neuroticism personality, and parental separation. It was due to that impulsivity was a one of the characteristics in neuroticism personality which an individual with a dominant neuroticism personality had a problem to control his/her impulses. Parental separation also causes self-harm behavior because it created trauma on children.

Etiology and risk factors for non-suicidal self-injurious behavior

“…Среди психологических причин самоповреждающего поведения выявляют заниженную самооценку, перфекционизм, отрицательное отношение к себе и отрицательный образ тела, чувства неудачи [6]; аутоагрессия может быть связана с насилием как эмоциональным, так и сексуальным, полученной травмой; порезы в области или близко к области половых органов могут представлять собой способ борьбы с нежелательными сексуальными импульсами или наказание себя за то, что кажется недопустимым и неправильным [7]. Последние исследования выявляют более склонными к практикам самоповреждения подростков с высокими уровнями нейротизма, а также высокими уровнями открытости новому опыту и нейротизму одновременно с низкой методичностью [8].…”

Self Harm and Suicide in Adolescents

“…Perilaku menyakiti diri sendiri pada remaja dapat menyebabkan beberapa kesulitan jangka panjang di masa dewasa, seperti masalah sosial, masalah kesehatan, dan masalah karir. Ketika melakukan perilaku menyakiti diri saat remaja menyebabkan kecenderungan terjadinya depresi, gangguan kecemasan, dan penyalahgunaan zat pada saat tumbuh dewasa (Valencia & Sinambela, 2021). Selain menimbulkan bahaya secara langsung terhadap fisik, self harm dianggap sebagai prediktor munculnya pikiran bunuh diri yang merupakan salah satu penyebab kematian pada remaja (Kusnadi, 2021).…”

“…Ada hubungan antara menyakiti diri sendiri dengan keinginan untuk bunuh diri pada individu di Indonesia dan menyakiti diri sendiri merupakan faktor penyebab bunuh diri pada orang muda (Valencia & Sinambela, 2021). Anak muda yang melukai diri sendiri mencoba mengkomunikasikan penderitaan mereka tanpa kata-kata, melainkan melalui luka dan bekas luka mereka yang dapat dilihat dan dipahami orang lain.…”

“…Remaja yang melakukan self-harm tidak melakukan self-harm dengan niat bunuh diri, melainkan ingin hidup dan satu-satunya cara untuk melakukannya adalah menangani penderitaannya dengan membahayakan dirinya dan memperoleh rasa sakit yang diperlukan. Akan tetapi konsekuensi tindakan tersebut tidak hanya dapat melukai secara fisik, tetapi dapat pula membahayakan nyawanya (Valencia & Sinambela, 2021). Dengan kata lain, individu dengan perilaku self harm memiliki motivasi untuk bertahan hidup sedangkan individu dengan keinginan bunuh diri memiliki motivasi untuk mengakhiri hidupnya (Lindgren et al, 2022).…”

“…Kasus melukai diri sendiri dan bunuh diri tidak berkurang lebih dari sepuluh tahun. Remaja dan dewasa muda memiliki risiko perilaku menyakiti diri sendiri yang lebih tinggi karena keterlibatan gangguan emosi dan perkembangan sistem regulasi di otak yang belum matur sehingga ada kemungkinan peningkatan impulsif yang dapat menimbulkan perilaku menyakiti diri sendiri (Valencia & Sinambela, 2021). Upaya bunuh diri meningkat pada anak dan remaja dengan karakteristik self harm meliputi durasi lebih dari satu tahun, frekuensi self harm yang tinggi, dan tingkat keparahan cedera atau, kerusakan fisik yang ditimbulkan (Grandclerc et al, 2016;Valencia & Sinambela, 2021).…”