<p><strong>Abstract: </strong>This article aims to explain the Tabot tradition and its cultural construction with the Bengkulu people as a minority group. The Tabot tradition experienced a kind of acculturation process in which two or more cultures met and made contact. Using Berry’s acculturation theory with a qualitative approach and ethnographic methods, this study resulted in a finding that the Tabut tradition resulted from a process of cultural acculturation between different religious and cultural contacts. In its journey, the Tabot is no longer a non-formal tradition but has become a local Bengkulu community organisation with the formation of the Tabot Harmony Family (KKT). The strategy chosen by KKT is to maintain its cultural and community heritage is integration. In this context, integration means maintaining the original culture and cultural contact.</p><p><strong>Keywords:</strong> Tabot, religious-cultural traditions, local Islam, acculturation<em></em></p><p><strong> </strong></p><p><strong>Abstrak:</strong> Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan adat Tabut dan konstruksi budayanya dengan masyarakat Bengkulu sebagai sebuah kelompok minoritas. Adat Tabut mengalami semacam proses akulturasi di mana dua atau lebih budaya bertemu dan melakukan kontak. Menggunakan teori akulturasi Berry dengan pendekatan kualitatif dan metode etnografi, penelitian ini menghasilkan sebuah temuan bahwa Tabut adalah hasil dari proses akulturasi budaya antara kontak agama dan budaya yang berbeda. Dalam perjalanannya, Tabut bukan lagi sebuah adat tradisi non-formal, melainkan telah menjadi sebuah organisasi masyarakat lokal Bengkulu dengan terbentuknya Keluarga Kerukunan Tabut (KKT). Strategi yang dipilih KKT ialah untuk mempertahankan warisan budaya dan komunitasnya adalah integrasi. Dalam konteks ini, integrasi berarti mempertahankan budaya asli dan tetap melakukan kontak budaya.</p><strong>Kata Kunci:</strong> Tabot, Tradisi agama-budaya, Islam lokal, Akulturasi