Hujan lebat merupakan salah satu jenis cuaca ekstrim yang umumnya disebabkan oleh awan Cumulonimbus. Kejadian hujan lebat cukup sering terjadi di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Samarinda selama tahun 2015 – 2022. Penelitian mengenai hujan lebat sudah cukup banyak dilakukan. Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk penelitian mengenai hujan lebat adalah dengan menggunakan data pengamatan udara atas. Dari data tersebut dapat diketahui gerak udara dan labilitas atmosfer di suatu wilayah. Salah satu instrumen yang digunakan untuk pengamatan udara atas adalah Pilot Balloon (Pibal). Pemanfaatan data pengamatan Pibal belum cukup banyak dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pemanfaatan data pengamatan Pibal untuk analisis kondisi atmosfer sebelum terjadinya hujan lebat di wilayah Samarinda tahun 2015 – 2022. Data pengamatan Pibal diolah menggunakan aplikasi RAOB 5.7, sehingga dapat diketahui gerak udara dan labilitas atmosfer (kecepatan angin 850 mb, Bulk Richardson Number (BRN) Shear, dan Storm Relative Helicity (SRH)). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum terjadinya hujan lebat gerak udara dari lapisan permukaan hingga ketinggian 3 km umumnya bergerak searah jarum jam (clockwise), yang mengindikasikan adanya aktivitas konvektif yang mendukung pembentukan awan dan terjadinya hujan. Namun, nilai labilitas atmosfer yang teramati sebelumnya terjadinya hujan lebat umumnya relatif rendah. Hanya satu kejadian yaitu pada kejadian – 10 (K10) yang menunjukkan labilitas atmosfer cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan Cumulonimbus. Pada K10 teramati adanya peningkatan kecepatan angin lapisan 850 mb yang mencapai 32 knot, serta nilai BRN Shear dan SRH yang cukup tinggi yaitu mencapai 26 m2/ s2 dan 226 m2/ s2.