AbstrakPencantuman klausula baku dalam perjanjian tidak dapat disangkal marak dilakukan dengan alasan efektivitas dan efisiensi dalam bertransaksi. Keberadaan klausula baku didasarkan pada persetujuan terhadap perjanjian sehingga berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Namun, di sisi lain, terdapat pendapat-pendapat yang menentang adanya pencantuman klausula baku dalam perjanjian, terutama dengan didasarkan pada asas keseimbangan serta keadilan dalam berkontrak. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dan pendekatan yuridis normatif, penulis ingin menjawab sejauh mana keberlakuan dan ketidakberlakuan klausula baku dalam perjanjian. Selain itu, turut pula dijabarkan beberapa putusan pengadilan dalam mempertimbangkan dan memutus adanya klausula baku dalam perjanjian. Pada akhirnya, baik pendapat sarjana hukum maupun putusan pengadilan masih cukup beragam dalam memandang pencantuman klausula baku dalam perjanjian. Meskipun, perbedaan pandangan tersebut, sudah coba dicari titik temunya melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana pencantuman klausula baku tidak dilarang sepanjang tidak memuat klausul-klausul yang menurut substansi dan bentuknya bertentangan dengan undang-undang. Kata kunci: klausula baku, persetujuan, keseimbangan dalam perjanjian.
Abstract