Abstract:Proses berpikir kreatif merupakan kegiatan seseorang ketika melakukan aktivitas berpikir yang menghasilkan suatu kreativitas dalam memecahkan masalah yang tahapannya meliputi mensintesis ide, membangun ide, merencanakan penerapan, dan menerapkan ide. Proses berpikir kreatif setiap individu dalam memecahkan masalah berbeda satu dengan lainnya dan dapat dilihat melalui adversity quotient (AQ) yang dimilikinya. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa SMP dengan AQ quitter, campe… Show more
“…Adversity Quotient (AQ) dapat dijadikan indikator untuk mengukur kekuatan seseorang untuk bertahan dalam menghadapi suatu permasalahan [11]. Beberapa fakta dari hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat individu yang cenderung mudah menyerah dalam menghadapi serta mengatasi permasalahan [12], [13], [14]. Adversity Quotient (AQ) terbagi kedalam tiga katagori pertama quitter yaitu orang yang mudah menyerah ketika menghadapi suatu permasalahan, kedua camper yaitu orang yang yang cenderung puas dan menghentikan usahanya pada titik tertentu padahal jika mau terus berusaha masih ada kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih maksimal dan terakhir climber yaitu kelompok orang yang senantiasa berjuang menghadapi kesulitan pada berbagai masalah orang tipe ini biasanya akan meraih kesuksesan karena kesungguhan dan kegigihanya [15].…”
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir lateral siswa berdasarkan Adversity Quotient (AQ) dalam pemecahan masalah geometri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek terdiri dari 30 siswa kelas XII MIPA 4 di SMAN TAMANAN. Subjek dipilih berdasarkan tipe Adversity Quotient (AQ) yaitu quitters, campers, dan climbers. Pengumpulan data pada penelitian ini melalui angket Adversity Quotient (AQ), tes kemampuan berpikir lateral, catatan lapangan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan siswa dengan Adversity Quotient (AQ) tipe quitters cenderung mudah menyerah dalam menghadapi permaslahan sehingga hanya memenuhi indikator 1. Siswa dengan katagori Adversity Quotient (AQ) campers sudah berhasil menemukan lebih dari dua cara penyelesaian meskipun belum berhasil menyelesaikanya dengan baik sehingga siswa campers hanya memenuhi dua indikator yakni indikator 1 dan 2. Sedangkan siswa dengan katagori climbers memenuhi semua indikator berpikir lateral sebab siswa climbers mampu menyelesaikan soal tes dengan menggunakan lebih dari satu cara dan mampu menjelaskan langkah-langkah penyelesaianya dengan tepat.
“…Adversity Quotient (AQ) dapat dijadikan indikator untuk mengukur kekuatan seseorang untuk bertahan dalam menghadapi suatu permasalahan [11]. Beberapa fakta dari hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat individu yang cenderung mudah menyerah dalam menghadapi serta mengatasi permasalahan [12], [13], [14]. Adversity Quotient (AQ) terbagi kedalam tiga katagori pertama quitter yaitu orang yang mudah menyerah ketika menghadapi suatu permasalahan, kedua camper yaitu orang yang yang cenderung puas dan menghentikan usahanya pada titik tertentu padahal jika mau terus berusaha masih ada kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih maksimal dan terakhir climber yaitu kelompok orang yang senantiasa berjuang menghadapi kesulitan pada berbagai masalah orang tipe ini biasanya akan meraih kesuksesan karena kesungguhan dan kegigihanya [15].…”
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir lateral siswa berdasarkan Adversity Quotient (AQ) dalam pemecahan masalah geometri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek terdiri dari 30 siswa kelas XII MIPA 4 di SMAN TAMANAN. Subjek dipilih berdasarkan tipe Adversity Quotient (AQ) yaitu quitters, campers, dan climbers. Pengumpulan data pada penelitian ini melalui angket Adversity Quotient (AQ), tes kemampuan berpikir lateral, catatan lapangan, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan siswa dengan Adversity Quotient (AQ) tipe quitters cenderung mudah menyerah dalam menghadapi permaslahan sehingga hanya memenuhi indikator 1. Siswa dengan katagori Adversity Quotient (AQ) campers sudah berhasil menemukan lebih dari dua cara penyelesaian meskipun belum berhasil menyelesaikanya dengan baik sehingga siswa campers hanya memenuhi dua indikator yakni indikator 1 dan 2. Sedangkan siswa dengan katagori climbers memenuhi semua indikator berpikir lateral sebab siswa climbers mampu menyelesaikan soal tes dengan menggunakan lebih dari satu cara dan mampu menjelaskan langkah-langkah penyelesaianya dengan tepat.
“…Proses berpikir kreatif dalam penelitian ini yang dapat diukur melalui empat tahap, yaitu 1) tahap persiapan (preparation), 2) tahap inkubasi (incubation), tahap iluminasi (illumination), dan 4) tahap verifikasi (verification). Menurut Jatmiko et al (2022), Pada tahap persiapan, siswa menentukan informasi dan merumuskan masalah, mengumpulkan dan mengaitkan informasi. Pada tahap inkubasi, siswa memikirkan ide penyelesaian masalah, menata rencana urutan penyelesaian sesuai ide yang dipilih dan memilih ide yang dianggap tepat.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Siswa dituntut berpikir kreatif agar dapat mengikuti dan mudah meyelesaikan dengan berbagai situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran (Nur & Abdullah, 2016). Salah satu faktor kurangnya berpikir kreatif yaitu kebiasaan dalam menghadapi tantangan (Jatmiko et al, 2022). Untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kreatif siswa dengan cara memberikan masalah matematika yang penyelesainnya tidak memiliki prosedur tertentu atau masalah non-rutin.…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Namun, dalam proses penyelesaian masalah pada setiap siswa akan berbeda. Perbedaan dari masing-masing siswa dalam menyelesaikan masalah dikenal dengan sebutan Adversity Quotient (Jatmiko et al, 2022). Adversity Quotient adalah kemampuan seseorang dalam bertahan mengatasi kesulitan, mampu mengatasi kesulitan, dan mampu melampaui semua harapan atas usaha dan potensinya (Stoltz, 2007).…”
Section: Pendahuluanunclassified
“…Magelo et al (2019) menyatakan empat tahapan yang menggambarkan proses berpikir kreatif, yaitu tahap kepekaan (problem sensitivity), tahap kelancaraan (fluency), 3) tahap keluwesan (flexibility), dan tahap keterperincian (elaboration). Selanjutnya Jatmiko et al (2022) menggunakan empat tahapan yang menggambarkan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan (preparation), tahap inkubasi (incubation), tahap iluminasi (illumination), tahap verifikasi (verification). Istilah tahapan proses berpikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahapan proses berpikir kreatif berdasarkan komponen teori pemrosesan informasi, yaitu attention terjadi pada tahap persiapan, perception terjadi pada tahap inkubasi, retrieval terjadi pada tahap iliminasi, dan encoding terjadi pada tahap verifikasi.…”
Berpikir kreatif merupakan proses berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang telah ada. Mengingat pentingnya berpikir kreatif siswa, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik. Terdapat siswa yang masih berada pada kategori kurang kreatif. Faktor kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu kebiasaan dalam menghadapi tantangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa berkepribadian Adversity Quotient dalam menyelesaikan masalah Open-Ended ditinjau dari teori pemrosesan informasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif eksploratif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang dipilih berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa akhirnya diperoleh 1 siswa untuk kategori berpikir climber, 1 siswa untuk kategori berpikir camper dan 1 siswa untuk kategori berpikir quitter. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan bahwa siswa kategori climber melakukan keempat tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap eliminasi, dan tahap verifikasi. Siswa kategori camper hanya melakukan tiga tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, dan tahap eliminasi. Siswa kategori quitter hanya melakukan dua tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan dan tahap inkubasi, sedangkan tahap eliminasi dan tahap verifikasi siswa quitter tidak mampu menyelesaikan. Karena itu, diharapkan para peneliti lanjutan dapat mengkaji lebih jauh proses berpikir kreatif siswa berkepribadian Adversity Quotient dalam memecahkan masaah Open-Ended. Siswa berkepribadian Adversity Quotient dapat dikembangkan dengan memberikan siswa berbagai soal-soal Open-Ended karena soal Open-Ended yang diberikan pada penelitian ini masih dikatakan terbatas.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.