Preferences of fruit-feeding butterfly on bait trap in Soraya Research Station, Leuser Ecosystem, Aceh, Indonesia

Abstract

Butterflies are insects that live cosmopolitan. Some butterflies in tropical forests look for food sources from sucking the juice of ripe fruits that have fallen on the forest floor. Fruit-feeding butterflies can adapt in finding food sources, selecting and sucking food effectively. Fruit contains varying concentrations of sugar and nitrogen. The existence of fruit-feeding butterflies in tropical rain forests is influenced by the availability and quality of food sources as well as other supporting factors such as temperature, humidity, and light intensity. The purpose of this study was to identify fruit-feeding butterflies and their preferences for banana and pineapple baits in the Soraya Research Station Area, Leuser Ecosystem, Aceh, Indonesia from September to November 2020. Six forest trail locations were selected as trap locations. A total of 360 cylindrical gauze baited traps (80 cm high and 35 cm diameter) were installed on six trails/line transects. Baited traps were set at three different heights, that is at the understorey level (± 0-2 m), midstorey level (± 5-6 m), and overstorey level (± 10-11 m) with a distance of ± 5-10 m. The distance between location points is ± 250 m. The fruit baits used in this trap were ripe bananas and pineapples. The results obtained were 37 species with 176 individuals trapped on banana bait and 50 species with 183 individuals on pineapple bait. However, the results of the t-test using the Man-Whitney test showed no significant difference between the banana and pineapple bait used.

Thomas Langur (Presbytis thomasi) Daily Movement in Jantho Natural Reserve, Aceh Province

“…Secara vertikal, Kedih pada blok rehabilitasi dan blok perlindungan, bergerak pada pohon dengan ketinggian 11-20 m, sebanyak 49%. Kata kunci: Arboreal, Diurnal, Home range, Presbytis thomasi, Vegetasi PENDAHULUAN Kedih (Presbytis thomasi) merupakan salah satu spesies satwa primata (non-human primate) endemik Aceh dan Sumatera Utara (Gurmaya, 1986;Steenbeek, 1999;Syaukani, 2012;Ruskhanidar et al 2020). Spesies ini dalam bahasa Aceh disebut reungkah oleh masyarakat di wilayah Aceh pesisir dan sebutan Kedih oleh masyarakat di wilayah Aceh bagian tengah dan bagian tenggara (Ruskhanidar et al 2020).…”

“…Spesies ini dalam bahasa Aceh disebut reungkah oleh masyarakat di wilayah Aceh pesisir dan sebutan Kedih oleh masyarakat di wilayah Aceh bagian tengah dan bagian tenggara (Ruskhanidar et al 2020). Hidupnya di kawasan hutan primer Taman Nasional Gunung Leuser meliputi Stasiun Riset Soraya (Syaukani, 2012), di Sikundur pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (Slater, 2015;Zannah, 2017), di hutan lindung kawasan ekosistem Leuser Kabupaten Aceh Selatan (Faridha, 2014) dan di Jantho Kabupaten Aceh Besar (Ruskhanidar, et al 2020). Cagar Alam Jantho (CAJ) merupakan habitat Kedih dan 8 spesies primata lain yang ditemukan di Aceh (orangutan, siamang, ungko lengan putih, lutung hitam, Kedih, beruk, monyet ekor panjang, dan kukang) (Ruskhanidar et al 2020) (Alikodra, 2019).…”

“…Akibatnya Kedih pada blok rehabilitasi harus bergerak pada blok perlindungan, untuk mencari sumber pakan. Perbedaan ukuran luas ini dapat dipengaruhi berbagai hal seperti perkembangbiakan (Alikodra, 2019), jumlah anggota kelompok (Steenbeek, 1999), kondisi habitat, komposisi kelamin, dan persediaan pakan (Syaukani, 2012). Berdasarkan pengamatan lapang pergerakan yang dilakukan Kedih mengikuti pohon pakan yang akan dikonsumsinya.…”

“…Hal ini sesuai dengan pernyataan Bailey (1984) yaitu pada beberapa kelompok satwa jantan memiliki daerah jelajah yang lebih luas dari satwa betina. Kondisi ini sama dengan yang diamati Syaukani (2012)…”