Desa pasca digulirkannya Undang-undang Desa menjadi struktur pemerintahan terbawah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Ian, 2017;Kushandajani, 2015). Sejalan dengan hal tersebut kebijakan pembangunan yang digagas pemerintah saat ini mendorong adanya proses pembangunan yang dimulai dari desa yang mana desa diposisikan sebagai entitas yang mandiri dan mampu mendorong perekonomian dalam skala daerah dan nasional, hingga desa ke depannya diharapkan memiliki produktivitas ekonomi yang tinggi dengan dukungan sumber daya manusia yang baik (Kurniawan, 2015;Suparmini, 2007).Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan guna memastikan desa akan berkembang menjadi entitas yang mampu mendorong pembangunan nasional, kebijakan tersebut mulai dari kebijakan yang ditunjukkan guna meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, peningkatan kualitas sumber daya manusia sampai dengan pemberian anggaran yang memadai bagi desa baik yang bersumber dari APBN maupun yang bersumber dari APBD (Diah, 2020;Jaya et al., 2021;Timotius, 2018). Instrumen kebijakan yang dibuat tersebut secara komprehensif memberi stimulus bagi desa untuk mampu menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan pada karakteristik dan kebutuhan yang ada di masing-masing desa.Pendirian BUMDes merupakan salah satu kebijakan yang diinisiasi oleh pemerintah guna membangun desa khususnya guna membangun perekonomian desa yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat (Humaira, 2022;Ridwansyah et al., 2021). Kebijakan pendirian BUMDes yang telah digulirkan tersebut ditujukan tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi juga di dalamnya ada proses pemberdayaan perekonomian masyarakat yang mana dalam ABSTRACT ARTICLE HISTORY One of the goals of national development is the development that starts from the village, where one of the efforts is to build village-owned enterprises. Based on this understanding, this article is intended to analyze the management of Village-Owned Enterprises with a research question, namely, how is the institutional capacity of the village government in managing village-owned enterprises in Sumedang Regency. The research method used is a descriptive research method with a qualitative approach. The data come from primary research and secondary data from various relevant references. The study results revealed that the village government's institutional capacity in managing village-owned enterprises is already good; this is indicated by most village-owned enterprises in the Sumedang district, which are already developing and advanced. Good institutional capacity is shown by the individual attitude of administrators who can adequately manage villageowned enterprises and are supported by management that is in line with existing regulations.