Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Akad Pembiayaan Di Bank Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

Abstract

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan perjanjian kredit di bank konvensional dengan akad pembiayaan di bank syariah, bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan pembuatan akta akad pembiayaan di Bank Syariah, bagaimana akibat hukum yang timbul terhadap akta akad pembiayaan di Bank Syariah menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan NotarisHasil penelitian ini menyimpulkan notaris dalam pelaksanaan pembuatan akta akad pembiayaan di Bank Syariah bahwa peran notaris di dalam pembuatan akta akad pembiayaan di bank syariah sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya, Notaris berperan sepanjang mengenai orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat, Notaris berperan sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat dan Notaris berperan sepanjang tempat kedudukan pembuatan akta itu. Akibat hukum yang timbul terhadap akta akad pembiayaan di Bank Syariah adalah bahwa pihak yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, terkecuali wewenang tersebut diserahkan pada pejabat lain atau orang lain, kemudian dari sisi Grosse Akta Pengakuan Hutang akan mempunyai kekuatan eksekutorial dan di samakan dengan keputusan hakim. Akibat yang lain adalah ketergantungan bank terhadap Notaris hingga notaris harus dianggap sebagai mitra atau rekanan dalam pelaksanaan suatu akta akad pembiayaan. Kata Kunci: Perjanjian Akad Pembiayaan Syariah Notaris

Implementation of Musyarakah Financing Agreement On Sharia Banking (Case Study at Bank BRI Syariah Purwokerto Branch Office)

“…Economic growth in Indonesia, accompanied by an escalation of the growth of sharia banks influenced by several factors, among them: the increasing socialization of Sharia Bank propaganda by Muslims and the political will of the government in response to people's demands for banking with sharia principles (Ningsih, 2017). Along with the growth of Sharia banks in several places, including in the Purwokerto area, conceptually accepted by the community, as well as an alternative for people who have the confidence to reconcile based on sharia principles.…”

“…The legal basis for the existence of Sharia banking in Indonesia proves that sharia economics is accepted and earned a place among Indonesians, even some conventional banks and other financial institutions open sharia business units (hereby abbreviated as UUS) (Ningsih, 2017). Juridical recognition is intended, providing opportunities to grow and develop broadly sharia banking business activities, including giving opportunities to commercial banks (conventional) to open branch offices that specifically conduct business activities based on sharia principles.…”