Pemanfaatan Getah Rumbia Sebagai Perekat Pada Proses Pembuatan Briket Arang Tempurung Kelapa

Abstract

Penelitian pembuatan briket dari tempurung kelapa yang menggunakan getah rumbia sebagai perekat telah selesai dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan getah rumbia sebagai bahan perekat dan memanfaatkan limbah tempurung kelapa sebagai bahan baku pembuatan briket, yang selanjutnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pendesaan. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan proses yaitu pengumpulan bahan baku, pengeringan bahan baku, karbonisasi tempurung kelapa, pengecilan ukuran bahan dan pemisahan berdasarkan ukuran (pengayakan). Setelah penyiapan karbon tempurung dilakukan, maka getah rumbia digunakan sebagai perekat dalam pembuatan adonan briket arang tempurung. Proses selanjutnya adalah pencetakan, pengempaan dan pengeringan briket. Penentuan mutu briket yang telah dikeringkan meliputi kadar air, laju pembakaran dan nilai kalor dengan perbandingan arang-perekat adalah 2:1, 4:1 dan 6:1. Kadar air yang diperoleh berkisar antara 6,4-8,4%, laju pembakaran berkisar antara 0,052- 0,07 gr/min, sedangkan nilai kalor yang didapat bervariasi terhadap mesh karbon yang digunakan, yaitu untuk 50 mesh adalah 26651 kal/gram, sedangkan untuk 80 mesh adalah 29327 kal/.

Pemanfaatan Limbah Daun Mahoni Dan Daun Bambu Menjadi Briket

“…Kadar air briket juga dipengaruhi oleh tingkat kekeringan pada saat proses pengeringan juga dipengaruhi oleh jumlah perekat yang digunakan pada masing-masing komposisi bahan baik daun bambu maupun daun mahoni. Kandungan air di dalam perekat berpengaruh terhadap nilai kadar air briket yang dihasilkan [14].…”

“…Bambu (ADB) terhadap Kadar Abu Briket Briket yang dihasikan dari semua variabel komposisi daun mahoni dan daun bambu belum memenuhi SNI kadar abu yaitu kurang dari 8%. Tingginya kadar abu disebabkan karena pengotor yang terkandung dalam bahan baku sehingga kandungan mineralmineral dalam arang cukup tinggi dan dalam proses pembakarannya banyak meninggalkan pengotor [14]. Kadar abu sangat berpengaruh terhadap nilai kalor, kadar abu tinggi dapat menyebabkan nilai kalor rendah.…”

“…Kadar abu briket jika ditinjau dari Gambar 4 didapatkan nilai kadar abu tertinggi terdapat pada komposisi 50% daun mahoni dan 50% daun bambu. Variabel dengan komposisi bahan yang sama memiliki kadar abu tinggi, hal ini dapat disebabkan karena mineral atau zat pengotor di masing-masing bahan sama tingginya [14]. Pengotor yang menyebabkan tingginya kadar abu dapat berupa mineral yang tidak dapat dibakar atau dioksidasi oleh oksigen seperti SiO 2 , Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , CaO, dan alkali sedangkan setelah pembakaran mineral-mineral tersebut atau bahan sisa akan berwujud padat [14].…”

Inorganic Waste Management and Energy Potential: Implications for Agricultural Sustainability

“…The process of making RDF is carried out through several stages: separation, shredding, and the formation of granules from combustible waste fractions (combustible fraction) mechanically. Drying is also necessary for reduce water content and prevent mold [7]. RDF generally has a high calorific value [8].…”

Diseminasi Produk Teknologi Pencetak Bio- Briket Sistem Extruder Pressure Flywheel Bagi Masyarakat Desa Sambirejo Kediri

“…Briket berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan merupakan sumber energi alternatif minyak atau fosil berbentuk padat dengan melalui proses pengarangan, pencetakan dengan tekanan tertentu dan tambahan bahan pengikat/perekat (Rifdah et al, 2018) dan (Sudirman & Santoso, 2021). Bahan baku briket berasal dari sisa-sisa bahan organik seperti daun, ranting, sekam padi, serbuk gergaji kayu, alang-alang, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya melalui beberapa tahapan proses seperti pengarangan, pencampuran dengan perekat, pemampatan dan pencetakan dengan daya tekan tertentu untuk mendapatkan arang briket yang bertekstur keras dan padat (Purnama et al, 2012). Tepung tapioka sebagai perekat dalam proses pembuatan arang briket karena memiliki daya rekat yang baik, mudah diperoleh, harga murah serta proses pembuatan menjadi bahan perekat lemnya pun relative mudah karena hanya melalui proses perebusan dan pengadukan (Samrin, 2019), (Nuwa & Prihanika, 2018)dan (Nurhilal et al, 2018).…”