Parental involvement of marginalized children’s education in Yogyakarta

Abstract

Families living in slum areas are exposed to dense population and low income, both of which are conditions that make it difficult to meet the educational needs of their children. This article describes the involvement of parents in educating their children at home and at school. The study was carried out using ethnographic methods with 33 marginal families as informants. Marginal families who have children of elementary school age in grades 5 and 6, especially those living on the outskirts or banks of the Winongo and Code rivers, 3 large rivers that seem to divide the city of Yogyakarta, were included in this study. Data were collected using interviews, observations and focus groups. The results of the study show parental involvement as a form of transformation of knowledge systems, values, attitudes and skills. This often occurs in a patterned manner, repeatedly using examples, sometimes coercion as educational praxis at home and school in specific social environment situations. The daily interaction between parents and children in parent-child conversations tends to be instructive and emphasizes compliance to fulfill children's educational needs.

Tantangan Pemberdayaan Orang Tua dalam Meningkatkan Mutu Layanan PAUD Era Digital

“…Dalam mewujudkan pendidikan anak usia dini yang efisien, komunikasi harus melibatkan administrator sekolah, guru, anak-anak, dan orang tua. Guru dan orang tua perlu berkomunikasi berdiskusi kinerja anak-anak mereka (Nurhayati, 2021b;Septiarti et al, 2022;Triwardhani et al, 2020). Selain itu, meningkatkan dukungan orang tua dalam pendidikan diperlukan untuk melakukan konseling yang efektif dan membimbing dan meningkatkan motivasi dan keberhasilan anak.…”

Konsep Tri Hita Karana untuk Pengembangan Budaya Harmoni melalui Pendidikan Karakter

“…Karakter ataupun pendidikan karakter tidak dapat terlepas dari konteks kehidupan sosial seperti ini. Ada empat hal pokok yang mempengaruhi dan dapat menjadi tantangan, yaitu: (1) disorientasi, yang dapat menyebabkan kebingungan dalam bertindak dikarenakan ketidakjelasan nilai atau norma yang berlaku; (2) distrust, berkurangnya rasa percaya yang berdampak pada timbulnya prasangka negatif atau tindakan negatif; (3) disobient, pengaruh yang diakibatkan oleh adanya sekelompok orang yang tidak patuh pada peraturan atau aparat negara; (4) disintegration, perpecahan yang dapat mengganggu keteguhan hati atau pendirian (Septiarti et al, 2017).…”

“…Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia (Christiana, 2013;Ilham, 2019;Septiarti et al, 2017;Tilaar, 2003). Seseorang mesti memiliki pemahaman yang baik atas diri sendiri, orang lain, lingkungan alam sekitar dan budaya yang berkembang (Driyarkara dalam Ibrahim, 2013).…”

“…Jika kembali dihubungkan dengan gencarnya pengarus arus global, maka sudah selayaknya pendidikan diarahkan dari reaktif menuju proaktif serta antisipatif (Septiarti et al, 2017). Proaktif dimaksudkan dengan pendidikan harus bisa memperkirakan situasi-situasi perkembangan ke depan termasuk permasalahan yang akan muncul.…”

“…Karakter juga didefinisikan sebagai kualitas unik seseorang yang mencakup atribut-atribut, seperti temperamen, fisik, dan intelegensia (Feist dalam Septiarti et al, 2017). Pendapat lain menyatakan karakter adalah nilai dasar yang tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang, dipengaruhi sifat genetik serta terbentuk karena pengaruh lingkungan, dan ini menjadi ciri khas pembeda dirinya dengan orang lain, diwujudkan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari (Muchlas & Hariyanto, 2011).…”