Menyingkap Polemik Historisitas Tafsir Corak Lughawi

Abstract

Tafsir lughawi merupakan ittijah yang dilakukan oleh seorang mufasir ketika menjelaskan suatu makna yang terkandung dalam berbagai ayat Al-Qur’an melalui pendekatan bahasa Arab. Latar belakang metode yang digunakan mufasir dalam tafsir lughawi yaitu tahlili-tajzi’i, dengan meliputi etimologis, leksikal, morfologis, retorikal, serta gramatikal. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perkembangan tafsir lughawi beserta berbagai polemik ulama di dalamnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi pustaka. Hasil penelitian ini yaitu untuk mengetahui bahwa tafsir lughawi memiliki sejarahnya sendiri seiring dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan ilmu bahasa Arab. Secara embrional, tafsir lughawi sudah mulai tumbuh pada masa kenabian, terutama pada periode Madinah. Pada periode ini, umat Islam sudah banyak berinteraksi secara intens dengan Al-Qur’an. Adapun polemik ulama di dalamnya, berpendapat bahwa penafsiran lughawi cenderung memihak pada golongan tertentu. Selain itu, penafsirannya pun tidak kreatif karena seringkali mengulang penafsiran yang ada. Polemik inilah yang kemudian dapat menghilangkan esensi dari penafsiran Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Pembahasan ini diteliti agar dapat dikaji oleh para pengkaji keilmuan Al-Qur’an, sedikitnya mendapatkan manfaat yang terkandung didalamnya, serta kekurangannya dapat disempurnakan oleh penelitian berikutnya.

Tafsir Lughawi dalam Perspektif Sejarah

“…Menurut terminologi tafsir lughawi adalah tafsir yang menjelaskan mengenai keutamaan yang terkandung dalam Al-Qur'an dengan petunjuk ataupun kaidah kebahasaan. Tafsir lughawi dapat diartikan dengan tafsir yang menyajikan penjelasan kandungan Al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan aspek semiotik, semantik, etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal, serta retorika (Putriyani & Qalbah, 2023).…”

“…Sedangkan argumentatif berfungsi kabalikannya, bahwa kaidah al-bayan tidak hanya digunakan sebagai penafsir Al-Qur'an, sedangkan digunakan pula sebagai justifikasi dan legitimasi. Hal tersebut dilakukan agar kelompok mu'tazilah tidak berbenturan dengan penafsiran berbagai ayat Al-Qur'an yang ditulisnya (Putriyani & Qalbah, 2023).…”

“…Sebagai contoh disertasi yang dilakukan oleh Abdul Mu'in Salim dan Harifuddin Cawidu mengenai politik, Hukum dan Kekuasaan dalam Prespektif Al-Qur'an, dan Kufr dalam Prespektif Al-Qur'an. Abdul Mu'in Salim dan Harifuddin Cawidu merupakan guru besar Tafsir UIN Alauddin Makassar (Putriyani & Qalbah, 2023).…”

“…Namun dibalik hal tersebut, terdapat pula kontroversi dan perbedatan di kalangan ulama tafsir akan kemunculan tafsir lughawi yang berbarengan dengan perkembangan madzhab fiqh dan politik Islam di abad pertengahan. Faktor tersebut yang menyebabkan terjadinya penafsiran yang dilakukan oleh mufasir memiliki kecondongan terhadap golongan atau kepentingan tertentu, sehingga menghilangkan tujuan Al-Qur'an sebagai pedoman yang bersifat tendensius, subjektif dan sangat edeologis (Putriyani & Qalbah, 2023).…”

Tafsir Lughawi: Historisitas dan Perdebatannya

“…Dalam historisitas kajian tafsir Al-Qur'an, pendekatan bahasa Arab relatif lebih awal diakui, meskipun secara epistemologis belum se-sistematis masa-masa setelahnya yang sangat jarang dilakukan. Namun, Rasulullah Saw telah melakukannya sejak awal (Putriyani & Qalbah, 2023).Kajian tafsir Al-Qur'an yang menggunakan pendekatan bahasa Arab ialah Tafsir Lughawi. Tafsir Lughawi sangat diperlukan dalam memahami kandungan makna Al-Quran, karena Al-Quran menggunakan bahasa Arab yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah, bayan, tamtsil, retorika, dan lainnya.…”