Kinerja Usahatani Padi Dengan Mesin Transplanter Dalam Rangka Efisiensi Tenaga Kerja

Abstract

<p>Rice is still the main food staple for Indonesian people, therefore rice commodity has a strategic position either on economics, environmental, social and political aspect. Lately, some rice production centre area in Central Java have experienced a scarcity in labour specially for rice seedling activity. To solve this problem labour efficiency is needed by using transplanter to cultivate rice seed. The objective of this study are to know the efficiency of labor time and to identify the perfomance of rice farming system with transplanter. This study was done in Klaten District by using survey method to 30 rice farmers. To identify efficiency of labor time with compare of time spent on farm between manually and using transplanter, whereas to identify the perfomance of rice farming system with transplanter BCR (Benefit Cost Ratio) can be used. The result showed that the labour needed for seedling until cultivating manually is 32,79 of male’s hours and 23,79 of female’s hours, whereas by using it is transplanter only needed 18,67 male’s hours and none for female’s hours. If BCR with and no transplanter compared, rice farming after using transplanter has a higher (3,56) feasibility compare to none it (2,35). Therefore, to increase production and farmer’s income, as well as labour efficiency also were it is recommended to use transplanter.</p>

The impact of transplants machine on acceleration of innovations adoption in rice cultivation in Lampung Province

“…1,472,500 due to manual labor savings of 37 HOK/ha [15]. Rice productivity with the use of a transplanter is higher than the manual method, which is 6.80 tons/ha compared to 6.41 tons/ha because the distance and depth of planting using a transplanter machine can be more uniform so that plant growth can be more optimal [16]. In addition to advantages, there are weaknesses in the use of transplanters that is related to its adoption.…”

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Kelapa Kopyor Di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati

“…Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dinilai lebih efektif karena pemilih sudah paham apa yang harus dilakukan untuk tanamannya. Menurut Sahara et al (2013) turut serta bekerja di lahan sendiri, sedangkan sumber tenaga kerja lain yang dapat bekerja di lahan produksi yaitu tenaga kerja yang bukan berasal dari keluarga.…”

Pendampingan Kegiatan Pembibitan Padi Sistem Dapog di Bumdes Sosrohbahu Desa Rejeni Kabupaten Sidoarjo

“…Komoditas padi telah menjadi perhatian pemerintah terutama terkait dengan masalah produksi, distribusi, pemasaran dan normalisasi harga domestik, sehingga ketersediaan dan harganya tetap stabil, karena komoditas tersebut merupakan bahan pangan utama bagi kalangan masyarakat Indonesia (Sahara et al, 2017). Adanya perubahan iklim secara global yang membawa perubahan iklim di Indonesia, konversi lahan sawah menjadi lahan bukan sawah, dan adanya kerusakan pada beberapa jaringan irigasi, merupakan tantangan kebijakan swasembada beras yang semakin kompleks (Anang et al, 2019).…”

“…Perkembangan sektor industri menjadi penyebab tenaga kerja muda di pedesaan (petani muda) memilih bekerja di sektor industri dibandingkan bekerja di sektor pertanian. Peralihan profesi tenaga kerja ini menyebabkan semakin berkurangnya tenaga kerja sektor pertanian sehingga menimbulkan kelangkaan tenaga kerja (Sahara et al, 2017;Astuti et al, 2018). Fase tertinggi kebutuhan tenaga kerja pada usahatani padi adalah pada saat tanam bibit dan panen karena kedua kegiatan tersebut mengandalkan tenaga kerja dari luar keluarga (Sahara et al, 2017).…”

“…Peralihan profesi tenaga kerja ini menyebabkan semakin berkurangnya tenaga kerja sektor pertanian sehingga menimbulkan kelangkaan tenaga kerja (Sahara et al, 2017;Astuti et al, 2018). Fase tertinggi kebutuhan tenaga kerja pada usahatani padi adalah pada saat tanam bibit dan panen karena kedua kegiatan tersebut mengandalkan tenaga kerja dari luar keluarga (Sahara et al, 2017). Tenaga kerja luar rumah atau biasa disebut buruh tani masih ada, namun jumlahnya relatif sedikit.…”