PENDAHULUANPerubahan iklim yang terjadi di Indonesia sudah terdeteksi lama. Perubahan iklim ini diperkuat oleh hasil penelitian Lembaga Antariksa dan Penelitian Nasional (LAPAN) pada tahun 2010, menyatakan bahwa akumulasi panas di atmosfer berdampak pada sistem global yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu rata-rata bumi. Di Indonesia, pengamatan perubahan suhu udara dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di beberapa tempat. Hasil pengamatan BMKG wilayah Jawa Barat -Bandung pada tahun 2013 menyatakan bahwa suhu rata-rata minimum harian telah mengalami penurunan dari 22,20 0C pada tahun 2000 menjadi 18,50 0C pada tahun 2013 dan suhu rata-rata harian maksimun juga mengalami penurunan dari 35,60 0C menjadi 30,1 0C (BPS 2016). Data BMKG wilayah Bandung pada tahun 2013 juga menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan curah hujan dari 1545,20 mm per tahun menjadi 2628,00 mm per tahun (BPS 2016). Perubahan suhu rata-rata harian serta peningkatan curah hujan merupakan indikator telah terjadi perubahan iklim.Kerentanan di wilayah pesisir tidak terlepas dari bencana yang dihadapi diantaranya kenaikan muka air laut, badai, kenaikan suhu permukaan laut, pengasaman laut, dan lain-lain (Praktikto dan Suntoyo 2015).Kerentanan atau vulnarabilitas diartikan sebagai paparan yang diterima oleh individu atau kelompok kolektif berupa stressor terhadap mata pencaharian mereka sebagai akibat dari dampak perubahan iklim (Adger 1999). Kerentanan yang dimiliki oleh suatu komunitas ditentukan oleh seberapa sensitif mereka terhadap gangguan atau stressor (sensitivity), seberapa besar dan sering gangguan atau stressor tersebut menimpa mereka (exposure), serta bagaimana cara mereka beradaptasi terhadap gangguan atau bencana atau stressor yang mereka hadapi (adaptive capacity) (Adger 2006). Kerentanan berhubungan dengan kelentingan komunitas (community resilience) tapi tidak selalu suatu komunitas yang rentan tidak akan lenting (resilient) (Pandjaitan et al. 2016
Keywords: social cohesion, collective action, fisheries community
ABSTRAKKehidupan nelayan sangat bergantung dengan alam. Perubahan iklim yang terjadi membuat alam semakin sulit untuk diprediksi. Kondisi tersebut membuat kehidupan nelayan semakin vulnerabel. Komunitas yang memiliki kohesivitas yang kuat akan memiliki aksi kolektif untuk menghadapi perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk melihat derajat kohesivitas komuitas nelayan dalam mengahadapi perubahan iklim. Metode yang digunakan adalah mix method dengan menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara mendalam. Jumlah responden adalah 100 orang. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik simple random sampling, dimana populasi penelitian adalah anggota komunitas penerima program beras raskin dari pemerintah. Hasil penelitian adalah komunitas nelayan memiliki modal sosial, sense of community dan community collective efficacy yang kuat, yang akan menghasilkan kohesivitas yang kuat. Akan tetapi, apa yang dirasakan belum tentu tercerimin pada kehidupan sehari-hari. Aksi kolektif hanya ...