2020
DOI: 10.1007/s10602-019-09298-y
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Islam-based legal language and state governance: democracy, strength of the judiciary and human rights

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1

Citation Types

0
1
0

Year Published

2020
2020
2024
2024

Publication Types

Select...
6
1

Relationship

1
6

Authors

Journals

citations
Cited by 7 publications
(2 citation statements)
references
References 88 publications
0
1
0
Order By: Relevance
“…120 diperoleh data bahwa dari empat puluh sembilan negara mayoritas Muslim (negara Muslim), tak sampai seperlima sebagai negara demokrasi elektoral, sebagaimana ditunjukkan pula oleh kajian Chen dan Yan bahwa tingkat demokrasi di negara-negara Islam umumnya lebih rendah dari yang ada di negara-negara non-Islam, 125 yang berdampak pada terjadinya diskriminasi terhadap kelompok minoritas. 126 Penerimaan umat Islam Indonesia yang cenderung lebih kuat terhadap demokrasi dibandingkan dengan negara-negara yang disebut sebagai negara Islam, di samping mematahkan tesis Huntington, the clash of civilization, bahwa karena adanya perbedaan yang tajam antara budaya Barat dan Islam, demokrasi tidak berkembang di dunia Islam, 127 juga memperkuat argumen yang dibangun Hashemi bahwa penerimaan terhadap demokrasi terutama dalam masyarakat di mana agama menjadi penanda identitas utama tidak mensyaratkan penolakan atau privatisasi agama dengan ketentuan perlu dilakukan penafsiran ulang terhadap agama sehingga agama dapat dijadikan basis etik bagi sebuah otoritas politik yang sah dan pentingnya hak-hak individu. 128 Penerimaan sebagian besar umat Islam di Indonesia terhadap demokrasi, tentu tidak bisa dilepaskan dari cara pandang keagamaan yang kemudian diterjemahkan secara lebih "teknis" oleh seagian kalangan dengan mendirikan partai yang dikategorikan sebagai partai Islam, baik didasarkan oleh "motif ideologis", maupun setidaknya karena basis sosiologisnya bertumpu pada komunitas Islam.…”
Section: Syamsul Arifinunclassified
“…120 diperoleh data bahwa dari empat puluh sembilan negara mayoritas Muslim (negara Muslim), tak sampai seperlima sebagai negara demokrasi elektoral, sebagaimana ditunjukkan pula oleh kajian Chen dan Yan bahwa tingkat demokrasi di negara-negara Islam umumnya lebih rendah dari yang ada di negara-negara non-Islam, 125 yang berdampak pada terjadinya diskriminasi terhadap kelompok minoritas. 126 Penerimaan umat Islam Indonesia yang cenderung lebih kuat terhadap demokrasi dibandingkan dengan negara-negara yang disebut sebagai negara Islam, di samping mematahkan tesis Huntington, the clash of civilization, bahwa karena adanya perbedaan yang tajam antara budaya Barat dan Islam, demokrasi tidak berkembang di dunia Islam, 127 juga memperkuat argumen yang dibangun Hashemi bahwa penerimaan terhadap demokrasi terutama dalam masyarakat di mana agama menjadi penanda identitas utama tidak mensyaratkan penolakan atau privatisasi agama dengan ketentuan perlu dilakukan penafsiran ulang terhadap agama sehingga agama dapat dijadikan basis etik bagi sebuah otoritas politik yang sah dan pentingnya hak-hak individu. 128 Penerimaan sebagian besar umat Islam di Indonesia terhadap demokrasi, tentu tidak bisa dilepaskan dari cara pandang keagamaan yang kemudian diterjemahkan secara lebih "teknis" oleh seagian kalangan dengan mendirikan partai yang dikategorikan sebagai partai Islam, baik didasarkan oleh "motif ideologis", maupun setidaknya karena basis sosiologisnya bertumpu pada komunitas Islam.…”
Section: Syamsul Arifinunclassified
“…In Muslim countries, efforts to implement Islamic sharia have undergone ups and downs such as the ups and downs of democracy [1][2]. In Indonesia, for example, the opening of a democratic faucet which was marked by the collapse of the New Order (ORBA) gave rise to a new phenomenon that might have never been imagined before.…”
Section: Introductionmentioning
confidence: 99%