Schistosoma japonicum in Samar, the Philippines: infection in dogs and rats as a possible risk factor for human infection

Abstract

SUMMARY The role that animals play in the transmission of Schistosoma japonicum to humans in the Philippines remains uncertain and prior studies have not included several species, adjustment for misclassification error and clustering, or used a cohort design. A cohort study of 2468 people providing stool samples at 12 months following praziquantel treatment in 50 villages of Western Samar, the Philippines, was conducted. Stool samples from dogs, cats, rats, and water buffaloes were collected at baseline (2003–2004) and follow-up (2005). Latent-class hierarchical Bayesian log-binomial models adjusting for misclassification errors in diagnostic tests were used. The village-level baseline and follow-up prevalences of cat, dog, and rat S. japonicum infection were associated with the 12-month cumulative incidence of human S. japonicum infection, with similar magnitude and precision of effect, but correlation between infection levels made it difficult to divide their respective effects. The cumulative incidence ratios associated with a 1% increase in the prevalence of infection in dogs at baseline and in rats at follow-up were 1·04 [95% Bayesian credible interval (BCI) 1·02–1·07] and 1·02 (95% BCI 1·01–1·04), respectively, when both species were entered in the model. Dogs appear to play a role in human schistosomiasis infection while rats could be used as schistosomiasis sentinels.

Trematodoses in Cattle and Buffalo Around Schistosomiasis Endemic Areas in Central Sulawesi Province of Indonesia

“…Sebanyak 150 µm larutan tersebut ditambahkan dengan 850 µm larutan NaCl 0,9% untuk mendapatkan total volume 1 mL pada kamar hitung. Telur dihitung sebanyak 3 ulangan untuk mendapatkan jumlah total telur tiap gram tinja (ttgt) (Carabin et al 2005;Carabin et al 2015). Telur yang diamati adalah telur Trematoda yang diidentifikasi berdasarkan morfologi sesuai dengan panduan identifikasi spesies (Soulsby 1982).…”

“…Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk membandingkan teknik Danish Bilharziasis Laboratory dengan metode sedimentasi tradisional dalam mendiagnosis infeksi Trematoda (Fasciola gigantica, Paramphistoma, maupun Genus lainnya) pada sapi dan kerbau maupun spesies hewan lainnya. Hasil ini juga mendukung studi sebelumnya yang berhasil membuktikan bahwa teknik ini dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi Schistosoma japonicum pada spesies hewan lainnya seperti sapi, kerbau, kuda, anjing, kucing, dan tikus dengan tingkat spesifisitas yang tinggi (>92%) dengan sensitivitas yang bervariasi antara 8096% (Carabin et al 2005;Carabin et al 2015). Studi lain yang dilakukan oleh Anh et al (2008) (Anh et al 2008;Carabin et al 2005).…”

“…Temuan penelitian ini berbeda dari temuan (Gordon et al 2012;Wu et al 2010). Transmisi penyakit terjadi saat serkaria Schistosoma japonicum yang keluar dari keong Oncomelania hupensis lindoensis melakukan penetrassi kulit pada inang (mamalia) yang peka (Fernandez et al 2007;Isikawa dan Ohmae 2009;Carabin et al 2015).…”

“…Transmisi terjadi saat serkaria yang bebas dari keong Oncomelania hupensis lindoensis akan melakukan penetrasi melalui kulit pada hewan yang peka. Mamalia yang terinfeksi oleh Schistosoma japonicum dapat berkontribusi terhadap transmisi dengan cara melakukan pengeluaran telur Schistosoma japonicum bersamaan dengan pengeluaran tinja pada atau dekat dengan area berair, sehingga meningkatkan risiko infeksi pada semua jenis inang (Fernandez Jr et al 2007;Isikawa & Ohmae 2009;Carabin et al 2015).…”

Animal influence on water, sanitation and hygiene measures for zoonosis control at the household level: A systematic literature review

“…Zoonoses affect human health directly, but by affecting animal health, they can also cause important economic losses and limitations for affected rural communities that depend on animals for working fields, transportation, as a source of protein and as a source of income when sold in local markets [ 12 ]. For example, cysticercosis has been reported to cause $12,6 million in annual losses in Cameroon [ 13 ], $150 million in India [ 14 ] and 18.6 to 34.2 million US dollars in East Cape, South Africa [ 15 ].…”