Guru dan Kualitas Pendidikan di Indonesia Masa Kolonial dan Pasca Kemerdekaan

Abstract

Persoalan guru dan kualitas pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang berlangsung semenjak zaman kolonial di Indonesia. Tujuan dari artikel ini untuk menganalisis guru dan kualitas pendidikan pada masa kolonial dan pasca kemerdekaan Indonesia. Metode penelitian menggunakan metode Komparasi dengan pendekatan sejarah (historis). Hasil penelitian pada tahun 1892 kebutuhan guru sangat mendesak, sehingga pemerintah mengambil kebijakan mengangkat guru tanpa melalui pendidikan guru. Akibatnya terjadi kemerosotan kualitas pendidikan dan tidak membawa perubahan. Kebijakan diperbaiki pada masa ini, (1) kenaikan gaji guru yang cukup besar; (2) mengizinkan lambang-lambang sosial kehormatan; (3) Tamatan sekolah guru (kweekschool) dapat ditempat dalam setiap jabatan pemerintah, dan hasilnya kualitas guru dan pendidikan menjadi meningkat. Sehingga guru menjadi salah satu profesi yang didambakan masyarakat pada masa ini. Pasca kemerdekaan sampai saat ini pola yang sama juga terjadi. Pada masa Orde Baru, tepatnya pada tahun 1980-an, dikenal dengan guru “galodo”. Semenjak tahun 2000-an, pemerintah melahirkan beberapa kebijakan yang mirip dengan apa yang sudah dilakukan pemerintah kolonial. Gaji guru dinaikkan melalui sertifikasi guru, program pendidikan guru (baik dalam jabatan maupun di luar jabatan) juga mulai diterapkan. Namun, sampai pada hari ini belum terlihat perubahan yang signifikan, meskipun berbagai kebijakan sudah dilakukan. Simpulan penelitian ini terdapat pola kebijakan yang sama, namun hasilnya berbeda.

Analisis Reformasi Kurikulum terhadap Kualitas Pendidikan SD di Indonesia

“…Di Indonesia pada zaman kolonial Belanda persoalan guru dan kualitas pendidikan bak sisi mata uang (Fatimah & Firza, 2021). Implementasi SDGs dalam meningkatkan kualitas pendidikan telah menghasilkan beberapa program untuk dilaksanakan (Annur et al, 2018).…”

Variety of Indigenous Education in the Lampung Region during the Colonization Period

“…Education in the family is carried out by instilling Islamic religious values; since childhood, children have been taught about Islamic creeds and morals, as well as praying five times and reading the Quran. Further developments show that institutional terms will eventually give rise to a pesantren and education in surau, langar and mosques (Fatimah & Firza, 2021). As an educational institution that was still traditional, education was applied at that time using the Halaqa system.…”

“…The presentation on education that existed in Lampung long before the implementation of Ethical Politics shows that education is still traditional. Teaching is mainly in the family environment with a system of inheritance from parents to children, with the house as an educational institution as well as matters related to customs And so on, conveyed through events and ceremonies themselves (Fatimah & Firza, 2021). Moreover, the development of the Hindu-Buddhist period caused some disturbances in the life of the people of Lampung with the discovery of some relics, such as inscriptions.…”

“…One of the significant impacts is the existence of education policies. This caused changes in people's thinking towards progress and struggle to realize Indonesian independence in different ways in previous times so many scholars who are intelligent and have visionary views for education, such as Ki Hajar Dewantara who founded Taman Siswa, INS Kayutanam by Mohammad Sjafe'I (Fatimah & Firza, 2021). Policies implemented with the existence of Ethical Politics caused Bumiputera, or indigenous people, to be introduced to the culture and knowledge brought by the colonial government.…”