Global Maritime Fulcrum, Indonesia-China Growing Relations, and Indonesia’s Middlepowermanship in the East Asia Region

Abstract

ABSTRAKHubungan Indonesia dengan Tiongkok memulai babak baru dengan penandatanganan kemitraan strategis pada tahun 2005. Penandatanganan tersebut dan kesamaan pada kebangkitan pembangunan infrastruktur di kedua negara mendorong peningkatan arus modal dan kerjasama. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang mengusung program Global Maritime Fulcrum (GMF) dengan tujuan membangun konektifitas domestik, telah membuka peluang kerjasama bagi Tiongkok untuk menanamkan modal dan membangun kerjasama yang saling melengkapi dengan program Belt Road Initiatives (BRI). Meskipun peluang besar terbuka bagi kedua pihak, masih terdapat ganjalan bagi terbangunnya kerjasama yang lebih mendalam. Prinsip politik luar negeri Indonesia tidak memungkinkan Indonesia untuk sepenuhnya menggantungkan atau beraliansi dengan kekuatan besar di kawasan ataupun global. Indonesia sendiri telah lama menjalankan aktifisme internasional yang berdasarkan prinsip bebas aktif dan keseimbangan dinamis. Prinsip-prinsip tersebut menjadi dasar rujukan bagi middlepowermanship dalam politik luar negeri Indonesia. Tantangannya dalam hal ini adalah bagaimana upaya Indonesia menyeimbangkan antara kepentingan politik dan ekonominya. Perkembangan hubungan ekonomi dengan Tiongkok dapat membantu Indonesia melaksanakan pembangunan infrastruktur strategis yang akan berdampak pada peningkatan kapabilitas ekonomi. Namun begitu, kedekatan yang tidak terimbangi akan dapat mengganggu politik luar negerinya sebagai kekuatan negara menengah (middlepowermanship). Artikel ini bertujuan mengetahui bagaimana Indonesia mengimbangi beragam kepentingan tersebut tanpa mengganggu posisi dan kredibilitasnya sebagai negara kekuatan menengah. Artikel ini berpendapat bahwa tanpa mengabaikan peranan faktor domestik, pada saat yang bersamaan Indonesia perlu membangun jalinan kerjasama dengan negara lain, terutama yang sejalan dengan penguatan sentralitas ASEAN demi perlindungan prinsip keseimbangan dinamis dan peranannya sebagai penjembatan di antara kekuatan besar.

Between Fear and Hope: Belt and Road Initiative in Southeast Asia

“…GMF was officially launched by President Jokowi in 2014, it is Indonesia's initiative to position itself as the main maritime power in the area between Indian and Pacific Oceans. GMF has five pillars: (i) to rebuild national maritime culture, (ii) to maintain and manage marine resources, (iii) to prioritize the development of maritime infrastructure and connectivity by constructing sea highway that connects western and eastern parts of Indonesia, (iv) maritime diplomacy, and (v) maritime defense as a country located between two busy oceans (Sriyanto, 2018;Witular, 2014). The Sea Highway project has made GMF seem to be inward-looking.…”

Las Estrategias de Indonesia frente al Ascenso de China

“…(Anwar 2018) Al respecto, se puede plantear que hay un mantenimiento del proceso de modernización de las fuerzas militares a partir del MEF, aunque más bien optimizando su desarrollo (Iis y Adhi 2015). A su vez, también hay una cierta continuidad entre el MP3EI del presidente Yudhoyono y el PMG del presidente Widodo, sólo que este último puso el énfasis en el sector marítimo (Sriyanto 2018). Para implementar su visión marítima, el presidente Widodo estableció el Ministerio Coordinador de Asuntos Marítimos, mecanismo institucional para supervisar, coordinar y orientar de una manera más coherente las funciones en cuestiones marítimas del Ministerio de Asuntos Marítimos y Pesca, el Ministerio de Transporte, el Ministerio de Energía y Recursos Minerales, y el Ministerio de Turismo, además de agencias gubernamentales.…”

“…De esta manera busca hacer del Tratado de Amistad y Cooperación de la ASEAN y la participación en la Cumbre del Asia Oriental los aspectos fundamentales de un orden de facto del Indo-Pacífico, en donde participa China en tanto uno de los socios de diálogo de la ASEAN (Scott 2019). De ahí que Indonesia, más allá de sus capacidades reales, se apoya en la ASEAN para fortalecer su posición relativa frente a la de las grandes potencias, ampliando sus márgenes de maniobra internacionales o reduce normativamente la de las grandes potencias, contribuyendo positivamente a la aplicación de normas sobre cuestiones marítimas y mejorando la cooperación en defensa naval y seguridad marítima (Auliya y Sulaiman 2019;Sriyanto 2018;Wright 2015). Así la ASEAN sirve de plataforma para que Indonesia realice su visión marítima de PMG en el Indo-Pacífico.…”

China’s Belt and Road Initiatives and Indonesia’s Maritime Fulcrum: Building scenarios for economic multipolarity in South East Asia

“…Indonesia is a key partner of China in Southeast Asia, not only because Indonesia is the largest economy in Southeast Asia but also its strategic location between the Indian and Pacific Ocean, and the seas connecting the two Oceans are under Indonesia jurisdiction, i.e. the Strait of Malacca, Sunda Strait and Strait of Lombok that could support the idea of China's global maritime connections [19,20].…”

“…These five ports will be supported by a few smaller ports as a feeder, and they will serve as a hub for cargo shipping. Hence, the Government of Indonesia under Joko Widodo stressed on maritime infrastructure rather than just building a hub and spoke as planned by the previous Government [20].…”